Sosok mayat perempuan ditemukan di sebelah kandang kambing.
Saksi mata pertama yang melihatnya pergi menemui kepala desa untuk memberitahukannya.
Kepala desa melaporkan kejadian menghebohkan ini ke kantor polisi.
Serangkaian penyelidikan dilakukan oleh petugas untuk mengetahui identitas mayat perempuan dan siapa pelaku yang membunuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saksi Bisu
Sabtu, 20 Februari 1999
Kota Tepati, di rumah Bahtiar.
“Kamu mau kemana?”,
Pagi itu istri Bahtiar yang kesehariannya adalah seorang ibu rumah tangga curiga dengan gelagat suaminya.
Hari ini adalah hari sabtu. Dimana biasanya dijadwalkan lelakinya itu mengenakan pakaian olahraga untuk pergi ke alun-alun Tanah Tandus.
Hari sabtu pagi dijadwalkan bagi para petugas polisi yang mempunyai kelebihan extra berat badan untuk olahraga pagi bersama-sama. Begitu pun kewajiban bagi Bahtiar meski dalam hitungan beberapa minggu lagi ia akan pensiun.
“Aku mau ke Janjiwan”, kata Bahtiar kepada istrinya.
“Apa kamu sekalian mau ikut?”, tawar Bahtiar.
“Mau apa? Adik-adikmu saja tidak pernah datang kemari”, jawab istri Bahtiar ketus.
“Apa jangan-jangan kamu mau ke desa Janjiwan karena kasus itu?” selidik sang istri curiga.
“Tidak juga. Aku sudah lama tidak ke kampungku sendiri. Ada kasus seperti ini alangkah baiknya untuk sekedar bersilaturahmi dan mendatangi kawan lama”,
“Lagian bulan depan aku juga sudah tidak dinas lagi”, ungkap Bahtiar.
Bahtiar tidak memberitahu istrinya bahwasanya ia akan pergi ke desa dimana sosok mayat perempuan itu ditemukan beberapa hari yang lalu karena diminta membantu penyidikan oleh atasannya.
“Jadi hari ini kamu tidak ikut olahraga?”, tanya sang istri.
“Itu gampang. Aku sudah izin”, jawab Bahtiar.
*
Pagi hari Sabtu 20 Februari 1999, Bahtiar pergi ke desa Janjiwan.
Karena hujan yang datangnya sudah tidak bisa diprediksi di bulan penghujung musim penghujan ini. Hari itu Bahtiar pergi menggunakan mobil kijang kotak edisi pertama yang menjadi kesayangannya.
Hari itu Bahtiar berencana mendatangi kawan-kawan lamanya dan juga adik sulungnya di desa. Ia tidak ingin pulang kehujanan apalagi sampai masuk angin.
Pukul 09:30 pagi Bahtiar sampai di desa Janjiwan. Ia sengaja mengemudi pelan-pelan demi menikmati perjalanan, untuk bernostalgia dan sekaligus mencari petunjuk.
Ia memarkir mobil di depan rumah adiknya.
Di depan sebuah rumah penuh kenangan dimana ia bersama saudara-saudaranya dibesarkan dulu. Menghabiskan masa kecil hingga tumbuh menjadi seorang dewasa.
Pagi itu rumah kosong. Sang adik bersama istrinya kemungkinan sedang pergi ke ladang. Sedangkan putri-putri mereka tentu saja sedang berada di sekolah.
Hari itu Bahtiar juga ingin berkunjung ke rumah pak lurah Karso, tapi karena lagi-lagi masih terlalu pagi ia pun pergi ke rumah salah satu temannya terlebih dahulu. Teman akrab di desa Janjiwan yang sudah lama tidak ia temui.
“Assalamualaikum”,
Bahtiar mendatangi rumah kawannya yang tidak jauh dari rumah adiknya.
“Waalaikumussalam”,
Seorang anak laki-laki berusia empat atau lima tahun menemui Bahtiar yang telah menunggu di depan pintu.
“Pintarnya bocah lanang, namanya siapa?”,
“Mbah ada?”, tanya Bahtiar.
Anak kecil itu hanya tersenyum. Kemudian ia berteriak memanggil kakeknya yang berada di ruang dalam rumah.
“Mbah tamu”, kata anak kecil itu lalu meninggalkan Bahtiar.
Dari dalam rumah keluar lah orang yang memang hendak ditemui oleh Bahtiar.
“Waduh kedatangan pak polisi”,
“Seragam mu mana? Apa sudah pensiun?”, sapa orang itu.
Dia adalah Zulkarnain sahabat Bahtiar di desa Janjiwan. Teman sepermainan dan teman sekolah satu angkatan dari SD sampai SMP.
Dalam kunjungannya itu Bahtiar pun terlebih dahulu basa-basi.
Bukan basa-basi palsu karena kedua teman dekat itu memang saling rindu. Mengenang masa-masa kecil dulu hingga sekarang dimana keduanya sudah sama-sama memiliki cucu.
Bahtiar tahu betul siapa dan seperti apa itu Zulkarnain. Bagaimana sikap dan sifatnya. Zulkarnain dari dulu orangnya cenderung introvert. Ia tidak punya banyak teman dan juga tidak banyak bicara.
Zulkarnain juga orang yang tidak menyukai keramaian dan kerumunan. Untuk itulah Bahtiar meminta keterangannya tentang kehebohan di hari senin kemarin di desanya. Penemuan sosok mayat perempuan di sebelah kandang kambing.
Dan ternyata Zulkarnain punya sebuah kesaksian.
“Hari itu minggu sedang ada kegiatan donor darah dan pemeriksaan kesehatan gratis di balai desa”,
“Semua warga berkumpul di balai desa untuk cek kesehatan dan untuk dapat makanan, kecuali aku”,
“Siang itu kira-kira pukul 3 memang ada pemuda-pemudi berboncengan masuk ke desa”,
“Aku melihatnya dari kejauhan, saat itu aku sedang memeriksa buah nangka di kebun pinggir jalan”,
“Mereka tidak melihatku karena aku berada di dalam kebon”,
“Aku pikir mereka mau pergi ke desa, tidak tahunya mereka belok ke kiri ke arah sawah”,
“Aku biarkan saja, paling dua remaja asing itu mau mesum di bawah pohon besar”,
Demikian kesaksian Zulkarnain kepada Bahtiar. Dimana kesaksian itu sama seperti kesaksian yang disampaikan oleh Jaka Rahmadi teman dekat korban yang di hari itu pergi besama Anita ke pohon besar di area persawahan karena nyasar salah belok arah.
Kemarin setelah bertemu dengan Arjuna, Bahtiar juga dibeberkan fakta-fakta petunjuk dan hasil perkembangan penyidikan sejauh ini tentang kasus tersebut.
Zulkarnain adalah saksi bisu. Saat ditanya penyidik di hari Senin kemarin ia tidak mengaku. Ia mau buka mulut karena Bahtiar sahabat lamanya yang bertanya.