Misteri Pembunuhan di Tanah Tandus
Senin, 15 Februari 1999
Kabupaten Tanah Tandus, tahun 1999.
Polres Tanah Tandus, senin pagi pukul 09:00.
Pada bulan februari di puncak musim penghujan. Apel pagi ditiadakan mengingat hujan sudah mencampuri urusan manusia yang hendak beraktivitas. Memaksa orang-orang memakai payung dan jas hujan saat keluar rumah.
Halaman Polres Tanah Tandus dari jam 07:00 sudah basah diguyur air hujan. Polisi-polisi harus tetap menampilkan atribut di tubuh mereka sambil melawan kedinginan.
“Kring”,
“Kring”,
“Kring”,
Telpon sudah berbunyi untuk kesekian kalinya.
Tapi karena suara obrolan yang dikeraskan dan suara derasnya hujan yang beradu membuat telpon yang ingin mengadu itu harus menunggu.
Barulah ketika ada salah seorang petugas yang masuk ke dalam ruangan. Panggilan itu dijawab.
“Selamat pagi, dengan Polres Tanah Tandus, ada yang bisa kami bantu?”,
*
Rumah Pak Sarto.
Pagi itu Pak Sarto baru mau siap-siap berangkat kerja ke kantor kelurahan. Beliau adalah kepala desa Janjiwan, kecamatan Tepati, kabupaten Tanah Tandus.
Pak Sarto baru saja selesai sarapan. Tapi ia sengaja tidak mandi pagi karena sedikit kurang enak badan.
Di samping itu cuaca juga sedang dingin-dinginnya. Pagi-pagi sudah hujan deras. Menjadikan malas untuk melakukan kegiatan.
Telat sedikit tidak apa-apa. Yang lainnya juga pasti maklum. Hujan deras begini, batin pak kepala desa.
Tapi di pagi itu justru ada yang datang menjemput.
“Pak Sarto”,
“Pak Sarto”,
Salah seorang warga desa mendatangi rumah kepala desa. Memanggil-manggil namanya dengan nada bicara yang panik.
Pak Sarto melihat jam. 07:30.
“Ada masalah apa ini?”,
“Baru juga jam setengah delapan”, gumam Pak Sarto.
Seorang warga itu adalah Rendy. Pemuda anak dari juragan kambing. Ia datang ke rumah Pak Sarto mengendarai motor. Mengenakan jas hujan dan sepatu boot.
Ia baru saja dari kandang kambing miliknya yang tempatnya berada di persawahan yang jauh dari pemukiman warga. Rutinitas yang memang hampir setiap pagi ia lakukan untuk memeriksa dan memberi makan kambing-kambing ternak peliharaannya.
“Ada apa pagi-pagi datang kemari?”, tanya Pak Sarto kepada Rendy.
“Lapor pak lurah”,
“Ada mayat”, kata Rendy dengan nafas yang masih tersengal-sengal
Pemuda yang masih bersekolah itu terlihat sangat panik. Ia tidak mungkin melapor ke kepala desa sepagi ini jika bukan karena alasan yang genting. Di waktu dimana ia seharusnya sudah berangkat ke sekolah.
“Mayat?”,
“Mayat dimana?”, tanya pak lurah.
“Di kandang kambing saya pak”, jawab Rendy.
“Kambing ternak kamu ada yang mati?”, tanya pak lurah.
“Bukan kambing saya yang mati pak”,
“Mayat perempuan”, jawab Rendy.
Pak Sarto langsung meminta Rendy untuk mengantarnya ke lokasi kejadian.
Dalam perjalanan itu Pak Sarto selaku kepala desa banyak bertanya kepada Rendy.
“Perempuan itu siapa?”, tanya Pak Sarto.
“Saya tidak kenal pak lurah”,
“Sepertinya bukan orang sini”, jawab Rendy.
*
Pukul 06:15 di rumah Rendy.
“Rendy ke kandang dulu ya bu”, kata Rendy ke ibu.
“Pakai jas hujan Ren”,
“Kasih pakan kambingnya jangan terlalu banyak-banyak”,
“Cari rumput kering sedang susah”, pesan ibu Rendy.
“Iya, Rendy tahu”, kata Rendy.
Pagi itu Rendy pergi ke kandang kambing miliknya yang terletak di persawahan. Hari itu ia menggantikan bapaknya yang sedang meriang dan masih tertidur.
“Jangan lama-lama Ren, kamu tetap harus masuk sekolah”, teriak ibu Rendy tidak ingin anaknya bolos sekolah.
Pergi ke kandang kambing naik motor tidak sampai 5 menit.
Di tengah perjalanan ia bertemu dengan Imam. Teman sebayanya yang pagi itu sudah berangkat ke sawah.
“Bareng Mam, aku mau ke kandang”, kata Rendy menghampiri Imam.
“Kebetulan Ren ayo”, Imam membonceng Rendy.
Imam pergi ke sawah hanya bermodalkan payung kecil. Hujan yang deras disertai angin dengan mudah mengenai badannya yang kurus.
Imam pagi itu ke sawah untuk memeriksa aliran air yang masuk ke area sawah miliknya yang sekarang sedang ditanam padi.
Tidak seperti Rendy, Imam sudah putus sekolah sejak kelas satu SMP.
Sampailah mereka di depan kandang kambing milik Rendy. Imam pun turun dari motor untuk melanjutkan perjalanannya ke sawah nya yang baru setengah jalan ditempuh.
Rendy memarkir motor kemudian hendak segera masuk ke kandang kambing. Kambing-kambing peliharaannya kompak mengembik saat tuannya datang.
Baru saja selesai membuka kunci gembok pintu kandang yang berlapis. Rendy bukannya masuk ke dalam kandang malahan ia pergi ke samping kandang kambing.
Rendy melakukannya karena ia melihat sepasang sepatu wanita.
Sepatu berwarna merah maron yang tampak masih baru. Nomor sepatunya yang terdapat di dalam alas telapak kakinya masih mengkilat. Nomor 37.
Sepasang sepatu itu tergelak begitu saja di tanah di depan kandang kambing milik keluarga Rendy. Pemuda berusia 17 tahun itu pun curiga.
Ia pergi ke samping bangunan kandang kambing untuk memeriksa apa yang terjadi.
Baru mengintip dari depan saja Rendy langsung dibuat terkejut dan takut. Saking kagetnya ia sampai jatuh terduduk ke tanah.
Di samping kiri kadang kambing Rendy menemukan sosok perempuan.
Rendy memberanikan diri untuk mendekati sosok perempuan itu.
Sosok perempuan yang tergeletak begitu saja di tanah. Mengenakan gaun berwarna kuning dengan motif kupu-kupu berwarna hitam. Mengenakan jaket berwarna cokelat yang tidak dikancingkan dan celana jeans berwarna biru.
Sosok perempuan itu terlihat sangat pucat. Wajahnya miring ke kanan. Matanya sudah tertutup.
Rambut hitam nya yang sebahu. Kulit tubuhnya yang putih, dan pakaiannya, masih dalam keadaan kering.
Sama sekali tidak memakai perhiasan dan tidak ada barang bawaan lainnnya.
“Mbak”,
“Bangun mbak”, kata Rendy mencoba membangunkan perempuan itu.
Rendy kemudian berlari ke jalan utama di persawahan. Ia tahu bahwa sosok perempuan itu telah meninggal.
“Mam, Imam, sini Mam”, Rendy berteriak berharap temannya masih belum terlalu jauh.
“Tolong…. tolong…”, Rendy berteriak minta tolong memanggil orang-orang.
Meski saat itu hujan, untungnya sudah ada beberapa warga yang berangkat ke sawah lebih pagi.
Orang-orang pun datang dengan berlari menghampiri Rendy yang berteriak minta tolong. Termasuk Imam yang berlari daru kejauhan.
“Ada apa Ren?”,
“Ada apa?”, tanya orang-orang desa yang saling kenal.
“Ada mayat”,
“Perempuan”,
Rendy kemudian mengajak orang-orang yang tidak lebih dari sepuluh jumlahnya untuk menjadi saksi.
Reaksinya bermacam-macam. Ada yang panik dan histeris. Ada juga yang tetap tenang.
“Nak Rendy kan bawa sepeda motor, sebaiknya nak Rendy laporan ke pak lurah”,
“Biar kami di sini yang jaga mayat perempuan ini”, usul salah seorang warga.
Rendy pun berangkat ke rumah kepala desa untuk melapor.
Orang-orang yang berada di sawah pagi itu termasuk Rendy tidak mengenali siapa identitas dari mayat perempuan muda yang cantik itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
R-Mr.Ne
baru baca, dah ada mayatnya. /Doge/
2024-12-07
2