" Mau gimanapun kamu istriku Jea," ucap Leandra
Seorang gadis berusia 22 tahun itu hanya bisa memberengut. Ucapan yang terdengar asal dan mengandung rasa kesal itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Jeanica Anisffa Reswoyo, saat ini dirinya sudah berstatus sebagai istri. Dan suaminya adalah dosen dimana tempatnya berkuliah.
Meksipun begitu, tidak ada satu orang pun yang tahu dengan status mereka.
Jadi bagaimana Jea bisa menjadi istri rahasia dari sang dosen?
Lalu bagaimana lika-liku pernikahan rahasia yang dijalani Jea dan dosennya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Rahasia 10
Sabtu sore, Lean langsung membawa Jea ke Jakarta. Sebenarnya Akbar menginginkan mereka kembali saat hari Minggu, tapi Desi menyuruh anak dan menantunya untuk pulang Sabtu sore. Jika Minggu maka mereka tidak punya waktu istirahat karena Senin keduanya harus kembali ke kampus sebagai dosen dan mahasiswa.
" Bu, saya pamit dulu, kalau ada apa-apa Ibu langsung hubungi saya ya, jangan ragu. Pun dengan Akbar, langsung telpon Abang ya Bar kalau Akbar butuh sesuatu."
" Iya Pak Dosen, ndak usah khawatir. Ibu akan inget itu. Hati-hati di jalan ya."
" Siap Bang, nanti Akbar bakalan ngubungin Abang."
Desi dan Akbar menjawab bergantian. Lean merasa senang karena Desi dan Akbar tampak sudah membuka hatinya. Ia merasa senang keluarga Jea bisa menerima kehadirannya dengan baik.
Kini giliran Jea yang berpamitan. Lean memilih untuk keluar lebih dulu. Dia ingin memberi keleluasaan pada Jea untuk berpamitan kepada ibu dan adiknya. Lean yakin Jea memiliki waktu yang lebih lama untuk berbicara.
Cekleeek
Bruk
Lean masuk ke dalam mobil, dia menghempaskan tubuhnya di kursi kemudi. Matanya sejenak terpejam, mecoba menerawang apa yang akan terjadi kedepannya nanti.
Setelah dia membawa Jea ke Jakarta, kehidupan mereka akan sepenuhnya berubah. Mereka akan hidup menjadi suami istri. Mereka akan tinggal bersama, dan ia yakin hari-hari yang akan mereka lalui tidak akan lagi sama seperti ketika mereka masih lajang.
" Menikah, istri, suami, apa aku bisa menjalani itu semua? Menjadi suami yang baik, semua itu nggak pernah ada pelajarannya di kuliah yang selama ini aku lakukan. Haaah, cuma bisa bilang Bismillah, semoga aku bisa."
Klaak
Lean terkejut ketika pintu mobilnya di buka, Jea masuk ke sana. Dan terlihat matanya basah. Tanpa harus dijelaskan Lean paham bahwa Jea baru saja menangis.
" Hati-hati di jalan ya, kabari Ibu kalau udah sampai."
" Baik Bu, kami berangkat dulu."
Lambaikan tangan dari Desi dan Akbar mengantar keberangkatan Lean dan Jea kembali ke Jakarta. Ya sekarang Jea bisa mengatakan bahwa dirinya pulang, karena tidak bisa dia pungkiri bahwa Jakarta kini menjadi rumah keduanya. Rumah sang suami, bukankah sama saja dengan rumahnya.
Beberapa meter mobil berjalan meninggalkan rumah, tangis Jea kembali hadir. Isakan itu terdengar jelas di telinga Lean.
" Jangan ditahan, kalau mau nangis ya nangis aja. Aku lihat kamu sellau menahan tangisan sejak Bapak meninggal. Kamu berhak meluapkan rasa sedihmu itu."
Ya Lean tahu betul, Jea berusaha kuat selama ini. Gadis itu berusaha tegar untuk ibu dan adiknya, dan saat ini Lean ingin Jea mencurahkan semua rasa sedih dan kehilangan di hatinya.
Dan benar saja di dalam mobil itu yang hanya mereka berdua, Jea menangis dengan keras. Ia bahkan sampai memukuli dadanya karena terasa sesak.
Ckiiiiit
Lean menepikan mobilnya, dia lalu mematikan mesin mobil dan meraih tubuh Jea kedalam pelukannya. Sebuah tepukan dan usapan lembut Lean berikan pada punggung Jea, seolah memberikan kekuatan pada gadis itu dan menunjukkan bahwa Jea tidak sendiri.
" Nangis yang keras boleh kok, kamu nggak perlu malu atau ragu."
" Huwaaaaa."
Sekitar 15 meit mereka berada dalam posisi itu. Lean memeluk istrinya dengan erat tanpa bicara apa-apa lagi. Pun dengan Jea, dia juga hanya menangis tergugu tanpa bicara apapun.
Dirasa cukup, Jea mengurai pelukannya. Ia mengambil tissue di dashboard untuk mengusap matanya yang basah.
" Maaf ya Pak, jaket Bapak jadi basah."
" Nggak masalah, kok Bapak lagi sih. Nanti kalau didenger orang dikiranya aku om-om bawa anak gadis lho."
" Eh maaf, iya Bang."
Jea sungguh masih merasa canggung memanggil Lean dengan panggilan lain. Bagaimanapun Lean adalah dosennya, rasana seperti tidak sopan kalau memanggil 'Abang'. Tapi apa yang dikatakan pria itu benar juga, akan timbul persepsi aneh jika dia masih memanggil Lean di luar ketika mereka tidak tahu hubungan keduanya.
Perjalanan kembali dilanjutkan. Sepanjang jalan Lean mencoba untuk mengenal Jea. Ia ingin mengetahui bagaimana gadis yang statusnya kini sebagai istrinya. Lean juga bertanya tentang mata kuliah yang ia ajar kepada Jea, apakah ada kesulitan atau tidak.
Pembicaraan ringan itu membawa perjalan mereka menjadi lebih menyenangkan. Jea juga tidak lagi merasa canggung saat bicara dengan Lean. Dan pada akhirnya Jea tertidur. Lean menepikan mobilnya, mengatur kursi milik Jea agar lebih nyaman untuk tidur.
" Aku janji, kita nggak akan lama main rahasia-rahasiaan seperti sekarang. Keluarga ku harus tahu kalau aku udah nikah, keluargaku harus tahu kalau aku udah punya istri. Memang bener aku bakalan nunggu sampai kamu udah siap, tapi aku yakin kamu bakalan ngulur waktu Jea. Kamu pasti belum percaya dengan kata-kata ku. Nggak apa-apa, perlahan Jea, perlahan kamu akan tahu bahwa sekali Dwilaga berucap maka akan ditepati. Haaah, gimana ya reaksi Papa, Mama dan Kak Za. Ughhh jadi merinding gini."
Bulu kuduk Lean tiba-tiba berdiri membayangkan reaksi keluarganya. Terutama sang ibu, Zanita. Ya Lean yakin ibunya itu pasti akan murka. Ia bahkan tidak sanggup membayangkan kemarahan sang ibu ketika mengetahui bahwa dirinya sudah menikah nanti.
Tidak perlu sampai kesitu, jika nanti Lean kembali ke rumah pun pasti akan mendapat serentetan omelan yang tiada berujung. Pasalnya Lean belum pulang juga selama seminggu ini. Dia yang kembali ke Jakarta tidak sekalipun pulang ke rumah. Dia hanya mengirim pesan kepada ibu, ayah atau kakak perempuannya saja. Mengatakan bahwa dirinya sedang sangat sibuk. Dan sibuk soal apa juga Lean tidak memberitahukannya secara jelas.
Alasan yang ia gunakan waktu itu adalah masih ditahannya ia di universitas yang ia datangi terakhir kali. Padahal itu hanya kebohongan yang ia buat.
Mau bagaimana lagi, ia sudah kepalang berjanji untuk tidak memberitahu tentang pernikahan mereka untuk saat ini. Sehingga sebelum kembali ia membawa Jea ke Jakarta Lean memutuskan juga belum akan kembali ke rumah. Ia merasa tidak tenang karena istrinya masih di kampung halaman.
Setelah beberapa kali berhenti istirahat dan menjalankan kewajiban sholat di rest area, akhirnya mereka pun sampai di Jakarta saat adzan subuh berkumandang. Lean tidak perlu membangunkan Jea karena sejak memasuki tol Jagorawi Jea sudah membuka matanya.
Ckiiit
Lean memarkirkan mobilnya di depan gedung apartemen, bukannya di basement. Itu karena nanti dia harus pulang ke rumah. Ya rencana Lean adalah mengantarkan Jea ke apartemen lalu langsung kembali ke rumah mengingat dia tidak pulang selama seminggu.
Cekleek
" Silakan masuk Jea, ini akan jadi tempat tinggal kita, tapi yang paling utama adalah tempat tinggal mu. Sebelah itu kamarmu dan sebelahnya adalah kamarku. Kita memang sudah menikah, tapi aku berjanji nggak akan menyentuhmu sebelum kita sah secara negara."
Jea tersenyum, ia sangat suka dengan pemikiran Lean saat ini. Karena itu lah yang ia takutkan. Jujur ia masih takut kalau Lean meminta haknya sebagai seorang suami.
" Makasih Bang, makasih udah ngertiin aku."
" Ya sama-sama. Mari kita saling mengenal dulu, tapi kamu tetap harus ingat bahwa aku suamimu. Jadi aku harap kamu nggak punya hubungan khusus dengan pria lain. Kita udah nikah itu berarti kita terikat."
" Ya Bang, aku paham."
TBC