GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.
******
"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.
Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.
"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.
"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"
Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"
"Tapi..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6. Balapan Liar
Matahari mulai condong ke barat ketika Kaesang meninggalkan sekolah, mobilnya meluncur meninggalkan halaman. Sesampainya di rumah, pemandangan tak biasa menyambutnya: pintu depan terbuka lebar. Rasa penasaran menggerogoti, Kaesang segera memarkir mobil dan melangkah masuk.
Di ruang tamu, ia mendapati sang mama tengah berbincang hangat dengan beberapa temannya, suasana akrab dan penuh tawa menyelimuti ruangan.
Tanpa menghiraukan mereka, Kaesang bergegas meninggalkan ruangan, melangkah menuju kamarnya. Kaki-kaki jenjangnya baru saja akan menaiki tangga, tiba-tiba suara seorang teman mamanya memanggil namanya.
"Eh, Kae, kamu pulang?" sapa teman mamanya. Kaesang pun menghentikan langkahnya dan menoleh.
Kaesang mengangguk singkat, tanpa ekspresi. "Iya," gumamnya, lalu berbalik hendak kembali ke kamar.
Tapi, teman mamanya itu kembali bersuara. "Zora, anak Lo, ehm Kaesang gue kira kalo sekolah di luar negeri ya makanya Lo nggak pernah ceritain soal dia sama kita. Ternyata dia sekolah di indo," sahut temannya.
"Eh, hooh ya. Dari dulu Zora selalu bahas soal Lingga. Apa-apa Lingga. Nggak pernah Zora ngebahas soal Kaesang sama kita," sahut temannya yang lain.
Kalingga Hendry Permana, yang akrab disapa Lingga, adalah adik dari Kaesang dan tengah menuntut ilmu di London.
Zora terpaku di tempatnya, seakan terjebak dalam lautan es. Tak sepatah kata pun terucap dari bibirnya, matanya tertuju pada Kaesang yang hanya menatap tanpa ekspresi kearahnya.
Kaesang berbalik, langkahnya ringan menaiki tangga menuju kamarnya. Ia tak menghiraukan Zora dan teman-temannya yang masih asyik berbincang di bawah.
"Ra, Kaesang ganteng ya, bisa nih dia di jodohin sama anak gue. Dia masih singel loh, belum punya pacar." Teman-temannya berusaha mengajak Zora bicara, tapi Zora yang tidak tenang setelah melihat Kaesang pulang dan mendengar semua ucapan teman-temannya segera bangkit berdiri dari tempat duduknya.
"Ehm, guys. Gue ke atas bentar ya, mau nyuruh Kaesang makan. Kalian minum dulu, nanti gue balik." Zora beranjak dari tempatnya, langkahnya menuju kamar Kaesang di lantai atas.
Sesampainya di depan pintu, ia menekan bel dan mengetuknya pelan. "Kae? Kaesang?" panggilnya, namun tak ada sahutan dari balik pintu.
"Kae, makan dulu yuk, tadi mama udah nyuruh bibik buat masak makanan kesukaan kamu. Yuk makan dulu," ajak Zora sambil mengetuk pintu kamar Kaesang. Tapi, Kaesang tidak juga membuka pintunya.
"Kae," panggil Zora.
Akhirnya, pintu kamar Kaesang terbuka, memperlihatkan dirinya dengan tatapan datar yang tertuju pada sang mama. Seolah tak peduli dengan apa yang terjadi di luar.
"Nggak laper." Kaesang hendak menutup pintu kamarnya, namun Zora menahannya dengan tangan.
"Kae, ayo makan dulu, Mama juga belum makan loh, Kita makan bareng-bareng yuk, Sayang. Tadi mama udah masak banyak, sayang loh kalau nggak dimakan." Zora terus membujuk Kaesang dengan kata-kata manisnya. Tapi Kaesang yang memang tidak lapar terus juga menolak.
"Aku nggak laper. Udah, Mama makan aja tuh sama teman-teman Mama nggak usah nyuruh-nyuruh aku. Aku mau istirahat, capek!" Setelah mengatakan itu Kaesang benar-benar menutup pintu kamarnya dengan sedikit lebih keras.
Dengan langkah pelan, ia mendekati ranjang dan membiarkan tubuhnya terlentang di atasnya.
Zora masih terpaku, matanya menerawang ke arah pintu kamar Kaesang. Dia menduga jika Kaesang pasti tersinggung dengan ucapan teman-temannya tadi.
"Meskipun Kaesang itu dingin dan selalu cuek, tapi dia nggak pernah nolak kalau aku minta dia buat makan. Tapi sekarang dia nolak dan kelihatan marah. Apa dia tersinggung sama ucapan teman-teman tadi ya?
Tapi kan aku ada alasannya kenapa aku selalu membicarakan Lingga daripada Kaesang. Hhh," Zora akhirnya beranjak, melangkah turun menuju ruang tamu tempat teman-temannya duduk.
Di kamarnya, Kaesang sedang duduk di tepi ranjang. Matanya tertuju pada laci kecil di samping kasur. Dengan gerakan pelan, ia membukanya, meraih dompetnya, lalu mengambil sebuah black card dari dalamnya.
Kartu besar itu, dengan segudang cuan di dalamnya, masih tersimpan rapi, belum pernah tersentuh. Kaesang tidak pernah membeli apapun karena semuanya sudah dicukupi oleh sang ayah. Bahkan Indra pernah mengatakan ini kepada Kaesang,
"Nanti kamu nggak usah kerja ya, Kae. Semua uang dan kebutuhan kamu pasti papa penuhi. Kamu tinggal duduk manis aja di rumah, temenin mama kamu. Soal uang biar papa yang kerja. Kamu nggak usah."
Gokil kan? Tapi memang benar papanya pernah mengatakan itu kepada Kaesang dan juga Zora, istrinya. Dia menganggap jika uangnya selama ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka, jadi mereka tidak perlu mencarinya lagi.
Suatu saat Indra pasti akan menyerahkan kendali perusahaannya kepada Kaesang dan Lingga. Karena suatu saat Indra pasti akan pensiun. Tapi itu masih nanti, tidak tahu kapan.
Indra masih menikmati pekerjaannya dan dunianya di ranah bisnis.
"Buat apa ya black card ini? kalo digunain ya buat beli apa? apa lebih baik gue buang aja ya di tong sampah, atau gue kasih ke pengemis yang biasanya suka mampir ke rumah?
Hmm, bingung. Nggak ada gunanya kartu ini ada di gue," ucap Kaesang sendiri. Matanya tak lepas dari black card di genggamannya. Bingung untuk harus menggunakannya untuk apa.
Akhirnya, Kaesang memiliki ide untuk menggunakan kartu itu untuk bersenang-senang di luar. Dia berencana ikut balapan liar di dekat rumahnya, menggeber motor sport kesayangannya yang bernilai fantastis. Ini kesempatan emas baginya untuk menguji adrenalin dan kemampuannya di atas aspal.
Kaesang melangkah ke lemari pakaiannya, memilih satu set baju santai dan sebuah hoodie. Dengan santai, ia berganti baju, lalu menuju lift pribadi yang ada di kamarnya. Lift itu membawanya langsung ke garasi, tempat puluhan kendaraan mewah terparkir rapi.
Setibanya di garasi, Kaesang langsung melirik motor sportnya yang berwarna hitam dengan desain yang elegan. Dia memeriksa kendaraannya sebentar sebelum memutuskan untuk pergi ke balapan li4r tersebut. Setelah yakin semuanya dalam kondisi baik, Kaesang pun memacu motornya keluar dari garasi.
Saat tiba di lokasi balapan li4r, Kaesang melihat banyak orang berkumpul di sana. Mereka semua terlihat antusias dan siap untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam balapan tersebut. Kaesang pun bergabung dengan para peserta lainnya dan menunggu giliran untuk balapan.
Ketika giliran Kaesang untuk balapan tiba, dia langsung memacu motornya dengan cepat. Dia melaju dengan kecepatan tinggi dan mampu mengendalikan motornya dengan sangat baik. Para penonton pun terkesima melihat kemampuan Kaesang dalam balapan tersebut.
Tak butuh waktu lama, Kaesang sudah bertengger di puncak podium, sang juara! Senyum lebar mengembang di wajahnya, rasa puas dan keinginan untuk kembali beradu cepat bergelora dalam dirinya. Matanya berbinar, melirik para pesaing yang lain dengan senyuman tipis terukir di bibirnya.
"Gue mau beberapa kali putaran, bro. Kalo kali ini kalian yang menang, gue ada duit puluhan juta yang bisa kalian bawa pulang." tantang Kaesang sembari tersenyum miring.
Para pembalap lainnya terdiam sejenak, mereka tidak menyangka Kaesang begitu percaya diri. Namun, mereka tidak ingin menolak tantangan dari Kaesang. Mereka pun setuju untuk melanjutkan balapan beberapa putaran lagi.
Kaesang kembali memacu motornya dengan cepat dan lihai. Dia berhasil memenangkan beberapa putaran balapan lagi dan membuat para pembalap lainnya terkesima dengan kemampuannya. Kaesang terus menunjukkan keahliannya dalam balapan tersebut dan berhasil menjadi juara di akhir balapan.
Para penonton pun memberikan tepuk tangan meriah untuk Kaesang yang berhasil memenangkan balapan tersebut. Mereka terkesima dengan kemampuan Kaesang dalam mengendarai motor sportnya.
"Kamu hebat banget, ganteng lagi. Selamat ya," puji seorang wanita berpakaian s3ksi sembari meraih tangan Kaesang dan bergelayut manja di lengannya.
Kaesang menarik tangannya yang di pegang wanita itu. "Terima kasih," jawab Kaesang, sembari memalingkan wajahnya kearah lain.
"Yo, bro. Selamat ya, Lo hebat banget. Motor Lo juga keren," puji salah seorang pembalap lainnya sembari mendatangi Kaesang.
"Thank," sahut Kaesang.
Seorang pembalap lain, dengan kaca helmnya yang gelap, mendekat ke arah Kaesang. Saat berada tepat di depan motor Kaesang, ia melepas helmnya.
"Kaesang, Lo?!!" Mata lelaki itu membulat, tak percaya saat melihat Kaesang. Kaesang pun sama terkejutnya. Keduanya saling pandang, tak menyangka pertemuan tak terduga ini terjadi di sini, dalam situasi yang tak terduga pula.
"Fan-Fano, Lo disini juga?!" seru Kaesang, matanya membulat tak percaya. Tak disangka, dia bertemu lagi dengan orang yang pernah memukvlinya di sekolah, di tempat yang tak terduga ini.
Fano tersenyum miring, memakai kembali helm nya.
"Ayo balapan lagi, Kae. Gue tantang Lo balapan satu lawan satu disini!" tantang Fano. Dia melangkah cepat menuju motornya, dan begitu mesinnya bergemuruh, dia langsung mengajak Kaesang untuk balapan satu lawan satu.
Kaesang menatap Fano dengan tatapan tajam. Dia masih ingat betul bagaimana Fano pernah memukvlinya di sekolah dua hari yang lalu. Namun, Kaesang tidak ingin terlihat lemah di depannya. Dia pun mengangguk dengan mantap.
"Oke, gue terima tantangan Lo. Ayo kita balapan satu lawan satu," jawab Kaesang sambil menaiki kembali motornya.
Mereka berdua pun bersiap untuk balapan. Para penonton yang ada di sekitar mereka pun mulai berteriak-teriak memberikan semangat. Suasana semakin panas dan tegang.
Ketika starter memberikan isyarat untuk memulai balapan, Kaesang dan Fano langsung memacu motornya dengan cepat. Mereka saling beradu kecepatan dan kelincahan dalam mengendalikan motor mereka.
Balapan berlangsung sengit dan seru. Keduanya saling berusaha untuk menjadi yang tercepat. Namun, Kaesang berhasil unggul dan akhirnya menjadi juara dalam balapan satu lawan satu tersebut.
Para penonton pun memberikan tepuk tangan meriah untuk Kaesang yang berhasil memenangkan balapan tersebut. Fano melangkah mendekati Kaesang, tatapannya tajam, tangan mengepal erat. Helm sudah terlepas dari kepalanya, teronggok di atas motor yang terparkir jauh di sana.
Bersambung ...