Gadis cantik selesai mandi, pulang ke gubugnya di tepi sungai. Tubuh mulus putih ramping dan berdada padat, hanya berbalut kain jarik, membuat mata Rangga melotot lebar. Dari tempatnya berada, Rangga bergerak cepat.
Mendorong tubuh gadis itu ke dalam gubug lalu mengunci pintu.
"Tolong, jangan!"
Sret, sret, kain jarik terlepas, mulut gadis itu dibekap, lalu selesai! Mahkota terengut sudah dengan tetesan darah perawan.
Namun gadis itu adalah seorang petugas kesehatan, dengan cepat tangannya meraih alat suntik yang berisikan cairan obat, entah apa.
Cross! Ia tusuk alat vital milik pria bejad itu.
"Seumur hidup kau akan mandul dan loyo!" sumpahnya penuh dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syarifah Hanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Dengan langkah lebar dan hati yang kesal, Masitha meninggalkan suami dan anak lelakinya, yang sifatnya hampir sama dan suka sekali membuatnya marah.
Suaminya, Indra Harahap, tak pantas sebenarnya menjadi laki laki suku Batak.
Sikapnya yang lemah lembut dan bicaranya yang santun, sering kali disalah gunakan oleh anak anaknya.
Kurang tegas dan cenderung membiarkan, terhadap tingkah pola anak anaknya.
Hal itu berbanding terbalik dengan sifatnya yang tegas, keras dan suka bicara dengan nada tinggi.
Jika Masitha sudah mengamuk, tak ada seorang pun di rumah itu yang berani bersuara.
"Assalamualaikum!"
Terdengar suara Naomi yang ceria mengucapkan salam dari luar.
Gadis cantik itu baru saja pulang sekolah.
Ia berdiri di ambang pintu, tak jadi meneruskan langkah kakinya untuk masuk ke dalam rumah.
Suasana tegang ia temukan di ruangan itu, ayah dan kakak laki lakinya cuma duduk terdiam tanpa menyahut ucapan salamnya.
"Baru diamuk oleh ibu ya?", tanya Naomi jahil.
Gadis itu sudah sangat paham, jika menemukan situasi horor seperti itu, pasti ibunya baru saja marah besar.
" Apa lagi yang kau buat kak? Sehingga ibu sampai marah besar? Jangan bilang gara gara cewek!
Sadar kak! Adikmu ini perempuan juga ya, aku tidak sudi menanggung karmamu! Tanggung saja sendiri hingga ke liang lahat!"
Setelah mencela Rangga, Naomi berlari kencang menuju ke kamarnya.
Indra tercengang mendengar umpatan anak gadisnya itu, terhadap kakak kandungnya sendiri. Persis seperti kelakuan ibunya.
"Kenapa di keluarga ini, kaum hawa yang lebih dominan? Sedangkan kami, laki laki seperti tak punya nyali!", keluh Indra Harahap di dalam hatinya.
Namun di dalam hatinya juga ia mengakui ucapan anak perempuannya itu dan ketakutan jika sumpah serapah terhadap abangnya itu terwujud suatu saat kelak.
Tap tap tap..
Terdengar suara langkah Masitha dari arah kamarnya.
Kakinya yang memakai sepatu berhak sedang, menimbulkan suara saat ia menginjakkan kakinya di lantai keramik.
Seketika keheningan terusik, Indra dan Rangga serentak menoleh ke arah sumber suara.
Tampak Masitha sedang berjalan dengan mendangak wajahnya ke atas, angkuh!
" Aku akan ke rumah Mira, akan ku urus semua masalah yamg sudah kau timbulkan! Akan ku cari gadis itu!
Ingat Rangga, jika gadis itu hamil akibat ulahmu, anak itu adalah keturunan marga ayahmu! Apa lagi jika ia anak laki laki!", ujar Masitha dengan kasar.
Rangga tak mampu membantah omongan ibunya, ia benar benar bingung bagaimana caranya untuk membuka mulut untuk sedikit saja membela dirinya.
"Pasti kau bingung ya karena ibumu seolah olah tahu betul apa yang terjadi denganmu?
Bibi Mira menghubungi ibumu dan menceritakan semuanya.
Berdasarkan cerita itu, ibu berasumsi dan berhasil mengggertakmu!
Ayah yakin, dugaan ibumu benar.
Rangga, kau sudah dewasa, sudah sarjana! Fokuslah untuk menggapai masa depanmu! Bukan memperturutkan nafsu binatangmu itu!"
Kali ini Indra bicara dengan keras, walau dengan intonasi tetap lembut.
Setelah memberi nasehat pedas anaknya, Indra menyusul istrinya keluar rumah, sayang bayangan istrinya pun telah menghilang ditelan bumi.
"Kemana kau Masitha? Cepat sekali kau pergi", keluh Indra Harahap.
" Ayah, percuma ibu pergi ke kampung bibi!", ucap Rangga.
Seharusnya ia memanggil Mira, adik kandung ibunya itu Namboru, tapi karena bi Mira menikahi mang Tejo yang bersuku Jawa, makanya para keponakannya memanggil bibi.
"Biarkan sajalah! Tapi kau siapkan mentalmu menghadapi ibumu jika nanti ia pulang!"
Setelah bicara, Indra meninggalkan anak laki lakinya itu sendirian di ruangan tersebut.
Sepi memagut, di ruang keluarga, di rumah milik orang tuanya itu, Rangga tergugu.
Penyesalannya menggunung, ia sadar, berulang kali ibunya dibuat pusing tujuh keliling akan tingkahnya.
Sejak duduk di bangku SMA, Rangga suka sekali menonton film biru.
Jika libidonya memuncak, tanpa pikir panjang ia akan mencari siapa pun perempuan yang sudi untuk dijadikan tempat penyaluran hasratnya.
Bahkan, saat umurnya belum genap tujuh belas tahun, ia pertama kali melakukan 'hubungan terlarang'itu.
Kala itu, tidak sengaja Rangga bertandang ke rumah tante Rosna, untuk mengambil kunci rumah yang dititipkan oleh ibu.
Ayah, ibu dan Naomi pergi mendadak, karena satu urusan yang penting dan tak bisa mengajak Rangga ikut, sebab anak itu belum pulang sekolah.
"Eh, ada Rangga, mau ambil kunci ya? Masuklah, tante akan ambilkan!"
Mata Rangga melotot sempurna melihat penampilan tante Rosna yang mengundang syahwatnya.
Saat itu janda kembang itu memakai pakaian yang kurang bahan, tanktop dan hotpants warna merah menantang, sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih mulus tanpa cela.
"Ini kuncinya!"
Perempuan itu meletakan kunci di telapak tangan Rangga, meremas tangan remaja itu dan tak juga melepaskannya.
Rosna paham, bocah itu sedang menguliti tubuhnya dengan tatapan penuh nafsu.
"Akan aku goda dia!", bathin Rosna sambil menatap Rangga dengan intens dan memainkan lidah di bibirnya.
" Kamu suka? Ingin mencoba?"
Perempuan itu merapatkan tubuhnya pada pria muda yang masih memakai seragam putih abu abu.
"Eh, tante..!"
Rangga gelagapan, manakala bibirnya disosor oleh tante Rosna dengan ganas.
Tak ada penolakkan, yang ada Rangga malah membalas dengan ganas.
Ia mencontohkan semua adegan yang ia tonton di film biru.
"Kamu hebat!", puji Rosna.
Ia tahu anak itu baru pertama kali melakukan hubungan suami istri.Ia mengakui, jika Rangga benar benar bisa menuntaskan apa yang ia inginkan.
Bibirnya tersenyum licik.
" Kena kau Masitha! Anak yang kau puji setinggi langit, sudah rusak di tanganku", gumam Rosna puas sekaligus penuh benci.
Sudah lama ia memendam iri kepada Masitha, tetangga sebelah rumahnya.
Perempuan itu begitu angkuh, setiap kali memamerkan keharmonisan keluarganya dan kepintaran anak anaknya di sekolah.
"Ayahnya Rangga adalah suami yang pengertian dan anak.anakku adalah anak.anak cerdas di sekolah.
Aku yakin mereka menjadi anak.anak sukses kelak.
Tidak seperti kau Rosna! Perempuan mandul yang ditinggal oleh suaminya karena tidak bisa memberinya anak.
Kasihan kau Rosna, pasti masa tuamu kesepian!"
Jelas Rosna sakit hati, ia ingin membalas Masitha dengan menggoda Indra, namun ia tidak berani. Terlalu besar resikonya, ia bisa diusir dari rumah kontrakannya ini.
Dan sekarang, ia puas karena sudah membalaskan dendamnya pada anak Masitha dengan merusaknya dengan cara menyodorkan tubuhnya yang aduhai.
Menyuguhkan tubuh moleknya untuk dinikmati oleh Rangga, dengan tujuan membuat anak itu ketagihan.
Dugaan Rosna terbukti, Rangga terus mendatanginya setiap ada kesempatan.
Mula mula Rosna membuat anak itu merasa nyaman dan puas dengan pelayanannya namun lama kelamaan Rosna menolak Rangga dengan tegas.
"Tante tidak bisa terus menerus memenuhi keinginanmu Rangga! Tante takut ketahuan dan lagi pula tante akan menikah dengan pacar tante!", ucap Rosna bersungut sungut.
" Lagi pula, jika ingin enak harusnya kau pakai modal!"
Rosna membentak Rangga dan membanting pintu rumahnya dengan keras di depan wajah Rangga.