Sepasang Suami Istri Alan dan Anna yang awal nya Harmonis seketika berubah menjadi tidak harmonis, karena mereka berdua berbeda komitmen, Alan yang sejak awal ingin memiliki anak tapi berbading terbalik dengan Anna yang ingin Fokus dulu di karir, sehingga ini menjadi titik awal kehancuran pernikahan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Titik Balik - Alan yang Membujuk
Pagi itu, Anna terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Di luar jendela, langit masih gelap, tapi ada secercah cahaya yang mulai muncul, menandakan pagi akan segera datang. Selama beberapa hari terakhir, Anna merasa seperti ada bagian dari dirinya yang terperangkap di antara dua dunia yang berbeda. Di satu sisi, ia merasa lega setelah berbicara dengan Rian, membuka hati untuk masa depan yang lebih cerah. Namun, di sisi lain, ingatan akan Alan selalu menghantui, seperti bayangan yang tak bisa dihindari.
Rian, sosok yang sabar dan penuh perhatian, terus memberi dukungan padanya. Setiap kali mereka bersama, Anna merasa semakin tenang, semakin yakin dengan jalan yang ia pilih. Namun, meskipun begitu, satu hal yang masih mengganggu pikirannya adalah Alan. Ia tahu bahwa percakapan terakhir mereka, meski penuh ketegangan dan amarah, belum menyelesaikan semuanya. Ada sesuatu yang tak terselesaikan antara mereka, dan Anna merasa bahwa untuk bisa benar-benar melangkah maju, ia harus menghadapi Alan satu kali lagi.
Pagi itu, seperti yang sudah Anna duga, ia mendapat pesan dari Alan. Pesan yang datang tak lama setelah ia terbangun.
"Anna, bisa kita bicara? Aku tahu aku banyak salah, tapi aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya. Aku masih mencintaimu."
Pesan itu membuat Anna terdiam sejenak. Perasaan yang sudah lama ia simpan, rasa kecewa dan sakit hati, kembali menyerbu pikirannya. Namun, di saat yang sama, ada keraguan dalam dirinya. Apakah ia harus memberi Alan kesempatan lagi? Mungkinkah ada perubahan setelah semua yang telah terjadi?
Setelah beberapa menit, Anna akhirnya membalas pesan itu.
"Alan, aku rasa kita sudah cukup berbicara. Aku tidak ingin kembali ke masa lalu."
Namun, Alan tidak menyerah begitu saja. Beberapa menit kemudian, ponselnya bergetar lagi. Kali ini, bukan pesan singkat, tetapi panggilan telepon dari Alan.
"Anna," suara Alan terdengar penuh emosi, membuat Anna ragu-ragu untuk mengangkatnya. "Aku tahu aku telah menghancurkan semuanya, aku tahu aku tak bisa memaafkan diriku sendiri, tapi aku benar-benar ingin membuat semuanya benar. Aku masih sangat mencintaimu, Anna."
Anna menunduk, menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang. Ia tak tahu harus berkata apa. Kenangan indah bersama Alan terus datang silih berganti dengan kenangan buruk yang selama ini ia coba lupakan.
"Alan," jawab Anna perlahan, mencoba tetap tenang. "Aku tidak bisa melupakan apa yang terjadi. Aku tidak bisa begitu saja menghapus semuanya."
"Aku tahu, aku tahu," suara Alan terdengar lebih lirih. "Tapi aku ingin meminta maaf, Anna. Aku tidak ingin kehilanganmu. Aku salah. Aku sadar itu. Aku bisa berubah. Aku bisa jadi suami yang lebih baik untukmu."
Anna terdiam sejenak. Kata-kata Alan seperti mengusik hatinya yang sudah lama beku. Di satu sisi, ia ingin percaya, tetapi di sisi lain, rasa sakit dan kekecewaan yang telah ia alami terlalu dalam. Tak bisa disangkal, meskipun Alan telah menyakiti dirinya, masih ada perasaan yang tersisa dalam hati Anna. Perasaan itu mungkin sudah pudar, tetapi tak sepenuhnya hilang.
"Kenapa baru sekarang, Alan?" Anna bertanya dengan suara bergetar. "Kenapa kamu baru sadar setelah semuanya hancur? Setelah aku terluka, setelah semuanya berakhir?"
Alan terdiam, sepertinya mencari kata-kata yang tepat. "Aku tahu aku tak bisa membalikkan waktu, Anna. Tapi aku ingin mencoba. Aku ingin berjuang untuk kita, untuk kamu. Aku tahu aku salah, dan aku akan melakukan apapun untuk memperbaikinya. Tolong beri aku kesempatan."
Pandangannya kosong saat ia menatap keluar jendela. Sesaat ia teringat pada hari-hari yang dulu, ketika mereka berdua masih penuh dengan cinta dan harapan. Mereka pernah bahagia, dan Alan masih merasa ada harapan untuk mereka. Anna tahu betul bahwa kata-kata Alan adalah permintaan tulus, namun ia juga tahu bahwa memberi Alan kesempatan lagi berarti membuka luka lama yang belum sembuh.
"Aku... aku butuh waktu, Alan," jawab Anna dengan suara yang semakin melemah. "Aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkanmu begitu saja. Aku sudah terluka terlalu dalam."
"Anna," suara Alan kini lebih lembut, hampir seperti sebuah permohonan. "Aku mengerti, dan aku tidak akan memaksamu. Aku hanya ingin kamu tahu, aku akan menunggumu. Aku akan berusaha untuk membuktikan bahwa aku bisa berubah. Aku tidak ingin kehilanganmu."
Anna merasa tersentuh oleh kata-kata Alan, tetapi perasaan itu bercampur aduk dengan rasa marah dan kecewa. "Kamu tidak pernah berubah, Alan. Kamu selalu seperti ini. Selalu datang saat semuanya sudah terlambat."
"Mungkin aku memang terlambat," kata Alan dengan suara serak. "Tapi aku ingin memperbaikinya, Anna. Aku ingin kita memulai lagi, dari awal. Aku tahu itu tidak akan mudah, dan aku siap melakukannya. Aku ingin menunjukkan bahwa aku masih bisa jadi orang yang kamu butuhkan."
Anna menghela napas dalam-dalam, perasaannya semakin kacau. Ia ingin mengakhiri percakapan ini, tetapi sesuatu dalam dirinya menahan. Alan memang salah, tapi entah mengapa, kata-katanya membuat hati Anna ragu. Apakah ia benar-benar bisa melepaskan Alan sepenuhnya, ataukah ada bagian dari dirinya yang masih ingin bertahan, ingin memperbaiki hubungan mereka?
"Alan..." kata Anna akhirnya, dengan suara pelan. "Aku tidak bisa memutuskan begitu saja. Aku butuh waktu untuk berpikir."
"Saya tahu, Anna," jawab Alan dengan penuh pengertian. "Aku tidak akan mengganggumu lagi. Aku hanya ingin kamu tahu, bahwa aku akan menunggumu, apapun yang terjadi."
Setelah itu, percakapan berakhir. Anna duduk termenung, merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Ia menyandarkan kepalanya di tangan, berusaha mencerna semuanya. Alan memang membuat kesalahan besar, tetapi apakah ia bisa benar-benar memaafkan Alan? Dan apakah memberi kesempatan lagi berarti membuka pintu yang bisa menyakitinya lagi?
Hari itu berlalu dengan lambat. Anna merasa kelelahan, baik secara fisik maupun emosional. Ia tahu, keputusan besar menantinya. Keputusan yang bisa mengubah segalanya, apakah ia akan melanjutkan hidup dengan Rian, ataukah ia akan memberi Alan kesempatan kedua yang sudah lama ia hindari.
Sementara itu, Alan menunggu dengan harapan. Ia tahu bahwa ia tak bisa memaksa Anna untuk kembali padanya. Namun, di dalam hatinya, ia berdoa agar Anna akhirnya bisa melihat perubahan yang ia coba lakukan.