Arya, seorang pria yang memiliki istri yang sangat cantik dan juga memiliki seorang putera yang masih balita harus menelan pil pahit saat mengetahui sang istri dijodohkan oleh keluarganya dengan pria kaya raya.
Hal yang menyakitkannya, sang istri menerima perjodohan itu dan berniat melangsungkan pernikahan meskipun mereka belum sah bercerai.
Semua itu karena Arya dianggap pria miskin dan tak layak mendampingi Tafasya yang cantik dan memiliki body sempurna.
Akan tetapi, dibalik semua itu, ternyata Arya sedang menyembunyikan jati diri yang sebenarmya. Siapakah Arya,?
Bagaimana kisah selanjutnya, maka ikuti novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode-33
Pria berkepala plontos tentu saja tak ingin melepaskan Arya begitu saja. Bagaimana mungkin ia dapat seenaknya pergi setelah membuat huru-hara yang begitu besar.
Ia mengambil botol yang dilemparkan sembarang arah dilantai oleh Arya, lalu meraihnya dengan cara merangkak.
Setelah berhasil mendapatkannya, ia berdiri dan berjalan terhuyung untuk memberikan balasan pada pria yang sudah membuatnya babak belur.
Saat ia sudah hampir begitu dekat, pria plontos itu mengayunkan botol tersebut, dan bersiap menancapkannya pada pundak Arya, akan tetapi hal itu tentu saja diketahui oleh sang lawan.
Arya memiringkan tubuhnya ke kiri, lalu dengan gerakan cepat ia memberikan tinjunya tepat dipelipis mata kanan sang pria.
Buuugh....
Sebuah tinju yang berhasil membuat pria itu merasakan dunia begitu gelap, dan ia ambruk dilantai.
Setelah membuat semuanya begitu sangat kacau. Arya bergegas keluar dari ruangan tersebut tanpa merasa bersalah, dan menyelinap bersama para pengunjung yang keluar dengan berhamburan.
Arya mempercepat langkahnya, lalu memasuki mobil dan mengemudi untuk menghilang dari tempat tersebut.
Sementara itu, Darma yang mengetahui jika cucunya menghilang, mencoba mencari informasi tentang keberadaan sang bocah.
Ia mulai melacak keberadaan awal kejadian perkara tentang keberadaan sang cucu.
Tafasya menghampiri papanya yang tampak mondar-mandir diruangan dengan kondisi gelisah. "Pa, kamu kenapa begitu sangat gelisah?" tanyanya dengan penuh penasaran.
Darma menoleh kearahnya, lalu mendengus dengan nafas yang begitu kesal. "Apa kamu tahu jika Rayan menghilang setelah mobilnya mengalami insiden kecelakaan?" tanya sang papa dengan tatapan dingin.
Tafasya mengangkat kedua bahunya. Lalu menggelengkan kepalanya. "Gak ada dapat kabar," jawabnya datar.
Darma mengerutkan keningnya. "Bahkan kamu tidak memperlihatkan ekspresi sedih saat mendengar kabar tentang puteramu, kamu sungguh sangat diluar batas kesabaran papa!" Darma sangat jengkel melihat puterinya yang tak ada rasa empati sedikitpun, bahkan pada darah dagingnya.
"Mengapa papa selalu menyalahkanku? Semua ini bukan salahku! Tetapi salahnya mas Arya yang mengasuh Rayan dengan tidak becus!" Tafasya membela dirinya.
Seketika pria paruh baya itu menatap tajam puterinya. "Bahkan kau tak layak disebut ibu!" Darma semakin kesal dan tentu saja ia sangat menyayangkan sikap puterinya yang terlihat sangat arogan dan juga egois.
Darma meninggalkan puterinya dan berjalan menuju kamarnya, ia semakin tak mampu berfikir untuk menyelesaikan masalah yang ada bila terus berdebat dengan Tafasya.
*****
Arya tiba kediamannya dengan wajah kusut. Ia sangat gelisah memikirkan nasib puteranya. Ia memasuki kamar dan menuju kamar mandi.
Lalu memutar keran shower dan berguyur dibawahnya. Ia membiarkan air hangat membasahi kepalanya, dan berharap dapat membuat aliran darahnya lancar dsn ia menemukan cara untuk dapat mencari informasi keberadaan puteranya.
Ia sudah memeriksa sepanjang jalan cctv yang mengarah pada mobil puteranya, akan tetapi semua hasilnya nihil.
"Rayan, maafin ayah, belum dapat menemukanmu, dan ayah berjanji akan mencari siapa penculikmu!" gumannya dengan lirih.
*****
Pagi menjelang. Arya menuju kantor untuk melakukan meeting perusahaan. Meskipun saat ini hatinya sangat hancur, tetapi ia tak ingin egois, karena ada banyak kepala keluarga yang berkerja padanya, dan ia harus bersikap profesional.
Saat ini ia tak ingin membeberkan rahasia hilangnya Rayan pada aparat kepolisian dan juga media, sebab ia ingin mencarinya sendiri dan tentunya tak ingin membuat para pembencinya memanfaatkan situasi seperti ini.
Setelah menyelesaikan meetingnya dengan beberapa perusahaan distibutor lainnya, ia kembali keruangannya. Ia mengendurkan dasi yang dikenakannya, lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa.
"Ya, Rabb, permudahkan lah, jangan dipersulit. "Allahhumma yasir, wa tu'asir, rabbi tamim bilkhair....," dzikirnya dalam hati.
Sesaat ia mengingat wajah Jasmine. Entah apa yang ada didalam fikirannya saat ini, sehingga membuatnya menghadirkan wajah sang wanita berhijab tersebut.
Ia melepaskan dasinya, lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan ruangan kerjanya.
Ia melangkah menuju parkiran, lalu mengemudikan mobilnya menuju rumah sang wanita yang membuatnya beberapa hari sedikit memikirkannya.
Laju mobilnya semakin bertambah, hingga membuatnya begitu cepat sampai dan ia memasuki perkarangan rumah yang dikelilingi oleh tembok pagar.
Tanpa mengabari yang empunya rumah, ia duduk diteras dan masih memikirkan puteranya yang menghilang dalam kurun dua hari.
Jasmine yang baru saja keluar dari kamar Rayan dikejutkan oleh kehadiran tamu yang tak diundangnya.
Ia menghampiri pria tersebut dan menatap dengan penuh makna. "Apakah bapak datang ke rumah saya dengan membawa luka?" sindir wanita itu. Sebab biasanya Arya datang padanya hanya untuk menambal luka yang ada ditubuhnya dan ia tak pernah bertanya itu disebabkan oleh apa.
Arya meliriknya dengan dingin. Lalu menghela nafasnya dengan berat. "Ya," jawabnya datar, lalu mengalihkan pandangannya.
Jasmine mencebikkan bibirnya. "Sudah ku duga. Bapak akan datang padaku jika dalam kondisi luka, dan aku sudah memperingatkan jika datang kemari jangan lagi membawa luka apapun," omelnya, lalu menghampiri sang pria.
Arya tak menggubris omelan sang wanita, sebab saat ini hatinya sangat hampa.
"Mana yang terluka, coba aku periksa," Jasmine menawarkan bantuan.
Arya membuka kancing kemejanya, dan membiarkan da-danya terekspose begitu saja.
Jasmine mengerutkan keningnya, sebab ia.sudah melihatnya, tetapi tak.ada luka robek atau peluru yang bersarang didada pria itu, sebab bercak cairan pekat berbau amis tak terlihat disana.
"Dimana, aku tak melihatnya, tak ada luka yang terlihat," Jasmine terlihat celingukan memperhatikan area tersebut.
"Disini!" Arya menarik pergelangan tangan sang wanita, lalu menempelkan telapaknya tepat didada kirinya, dan ia menatap sang wanita yang tersentak kaget atas ulahnya.
Seketika Jasmine membolakan keduanya matanya. Ia merasa gugup saat kedua mata mereka beradu pandang, dan ini sangat mendebarkannya.
Ia bergegas menarik tangannya menjauh dari dada bidang sang pria. Ia tak dapat memungkiri jika Arya sangat tampan ketika dipandang dalam jarak yang sangat dekat.
"Bapak jangan bersikap berlebihan! Saya tidak suka dengan cara bapak!" ucapnya kesal. Semua itu demi menutupi kegugupannya.
Arya terdiam. Tetapi ia tak dapat membantah, mungkin saja benar, ia bersikap sangat berlebihan.
Akan tetapi ia tak.tahu harus membagi kesedihannya pada siapa saat ini.
"Maafkan aku. Jika aku membuat hari-harimu begitu sulit!" Arya merasa jika Jasmine tak.nyaman atas tindakannya barusan. Namun jujur itu hanya spontan saja.
"Baiklah, aku akan pergi, dan maaf sudah menggangu waktumu!" Arya beranjak dari duduknya. Ia bersiap untuk pergi.
Jasmine merasa tak enak hati. Tetapi kejadian barusan begitu cepat, ia belum siap untuk begitu intens dengan pria itu.
Apalagi saat ini, hubungan mereka hanya sebatas hubungan kerja saja.
Pria itu terlihat merasa bersalah, Jasmine menjadi dilema dan saat Arya beranjak dari tempatnya, seorang bocah nyelonong keluar dari ruangan.
"Bunda," panggil bocah itu dengan begitu manja.
ini pas banget, ini menunjukkan jika tafasya yg sekr bukanlah tafasya yg dulu
terima kasih thor