NovelToon NovelToon
Berondong Itu Adik Tiriku

Berondong Itu Adik Tiriku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: NinLugas

Veltika Chiara Andung tak pernah membayangkan hidupnya akan jungkir balik dalam sekejap. Di usia senja, ayahnya memutuskan menikah lagi dengan seorang perempuan misterius yang memiliki anak lelaki bernama Denis Irwin Jatmiko. Namun, tak ada yang lebih mengejutkan dibanding fakta bahwa Denis adalah pria yang pernah mengisi malam-malam rahasia Veltika.

Kini, Veltika harus menghadapi kenyataan menjadi saudara tiri Denis, sambil menyembunyikan kebenaran di balik hubungan mereka. Di tengah konflik keluarga yang rumit, masa lalu mereka perlahan kembali menyeruak, mengguncang hati Veltika.

Akankah hubungan terlarang ini menjadi bumerang, atau malah membawa mereka pada takdir yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tekanan dan Hubungan

Veltika duduk di ruang kerja pribadinya, mencoba mengalihkan perhatian dengan menumpahkan pikirannya pada desain yang tengah ia kerjakan. Namun, suara langkah kaki yang familiar membuatnya menegang. Ia tahu siapa yang datang, dan saat Denis membuka pintu tanpa mengetuk, ia mendongak dengan tatapan penuh peringatan. "Apa lagi sekarang?" tanyanya dingin.

Denis berjalan mendekat tanpa menghiraukan nada tajam Veltika. Ia menyandarkan tubuhnya pada meja kerja, mengambil salah satu sketsa Veltika dan memandanginya dengan senyum samar. "Kamu hebat," katanya pelan, tapi intonasinya membuat Veltika merasa tersudut. "Sayang sekali, tidak ada satu pun dari desain ini yang bisa menjauhkanmu dariku."

Veltika meraih sketsanya dengan gerakan cepat, berusaha menjaga jarak. "Aku sudah bilang, jangan bawa masa lalu itu ke sini. Kita keluarga sekarang, Denis." Nada suaranya tegas, tapi getaran kecil di ujung kalimatnya mengkhianati hatinya yang tidak tenang.

Denis menatapnya, mata cokelatnya menyiratkan sesuatu yang dalam, nyaris menantang. Ia mendekat, membuat Veltika terpojok di kursinya. "Keluarga?" ulangnya dengan nada rendah yang penuh ironi. "Kamu benar-benar percaya hubungan ini bisa dihapus hanya karena status keluarga? Jangan mencoba menolak takdir kita, Veltika."

Kata-katanya bagaikan gemuruh di kepala Veltika. Ia tidak tahu harus merasa marah, takut, atau tergoda. "Denis, hentikan omong kosong ini," ucapnya dengan suara yang hampir berbisik. Tapi Denis tidak bergeming, pandangannya tetap terfokus pada wajah Veltika, seolah mencoba membaca pikirannya.

"Kamu tahu aku tidak akan menyerah," katanya akhirnya, suaranya rendah tapi penuh tekad. "Aku hanya ingin kamu menerima kenyataan ini, sama seperti aku." Setelah itu, ia berbalik dan meninggalkan ruangan, meninggalkan Veltika dengan pikiran yang bercampur aduk dan hati yang semakin tidak karuan.

***

Veltika berdiri di dekat jendela kamarnya, menikmati angin malam yang lembut. Langit gelap dihiasi bintang-bintang, namun pikirannya terlalu gaduh untuk menikmati pemandangan itu. Ketukan lembut di pintu membuatnya tersentak. Tanpa menunggu persetujuan, Denis masuk, menutup pintu dengan perlahan, dan menyandarkan tubuhnya di pintu itu.

"Denis, kamu tidak seharusnya ada di sini," bisik Veltika dengan nada penuh peringatan, meskipun matanya tak bisa menghindari tatapan intens dari pria itu.

Denis melangkah mendekat, langkahnya tenang namun tegas. "Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja, Kak Vel," ujarnya, namun intonasi suaranya lebih dalam dari sekadar perhatian biasa. Ia berhenti di hadapannya, jarak mereka kini hanya beberapa inci.

Veltika menelan ludah, merasakan kehadiran Denis yang begitu dekat. "Aku baik-baik saja," jawabnya, mencoba terdengar tegas. Tapi ketika Denis mengangkat tangannya, menyentuh rambut panjangnya yang tergerai, pertahanan Veltika mulai runtuh.

"Kenapa kamu selalu mencoba melawan perasaan ini?" bisik Denis, jemarinya kini menyentuh pipi Veltika dengan lembut. Ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat hati Veltika berdebar lebih cepat.

Namun, sebelum situasi itu berubah menjadi lebih dalam, suara ketukan keras di pintu membuat mereka berdua tersentak mundur.

"Veltika, sayang, kamu masih bangun?" Suara Caroline terdengar dari balik pintu, lembut namun jelas.

Veltika melangkah mundur dengan cepat, wajahnya memerah karena gugup. "I-iya, Bu. Sebentar!" jawabnya dengan nada tinggi yang tidak biasa. Denis menatapnya dengan senyum tipis yang penuh arti sebelum mundur menuju pintu balkon, lalu menghilang ke luar tanpa sepatah kata.

Veltika membuka pintu dengan hati berdebar, mendapati Caroline berdiri di sana dengan senyum hangat. "Kamu lupa membawa tehmu. Aku ingin memastikan kamu tetap nyaman sebelum tidur," ucap Caroline dengan perhatian tulus, tanpa menyadari ketegangan yang baru saja terjadi di dalam kamar itu.

Veltika hanya bisa tersenyum canggung, berusaha menyembunyikan rasa bersalahnya. "Terima kasih, Bu." Ketika Caroline pergi, Veltika menutup pintu dengan napas yang tertahan, merasakan kekacauan yang tak berkesudahan dalam hatinya.

Setelah Caroline pergi, Veltika mengunci pintu kamarnya dan bersandar di sana, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berdegup kencang. Pikirannya berputar, mengingat kembali sentuhan Denis, tatapannya, dan keberanian pria itu yang seolah tak mengenal batas.

Ia melangkah menuju balkon, berharap Denis sudah benar-benar pergi. Namun, begitu membuka pintu, ia melihatnya masih berdiri di sana, bersandar di pagar balkon sambil menatap langit.

"Kamu belum pergi?" bisik Veltika, suaranya mengandung nada marah, namun di dalam hatinya ada perasaan lain yang ia sendiri tak bisa jelaskan.

Denis menoleh pelan, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku tak bisa meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini." Ia melangkah mendekat, membuat Veltika otomatis mundur. "Kenapa kau terus menyangkal, Kak Vel? Kau tahu ini takdir kita."

"Takdir apa?" balas Veltika dengan nada bergetar, separuh karena amarah, separuh karena ketakutan pada perasaannya sendiri. "Kita keluarga sekarang, Denis. Apa yang kau pikirkan ini salah."

Denis tertawa pelan, suara itu lembut tapi menyiratkan kepercayaan diri yang mengguncang hati Veltika. "Keluarga? Hanya karena pernikahan mereka, kau pikir itu menghapus apa yang pernah kita alami? Apa yang kita rasakan?"

Veltika tak menjawab. Tubuhnya mematung saat Denis kembali mendekat, jarak mereka hanya beberapa inci. Ia bisa merasakan kehangatan Denis, dan matanya yang tajam seakan menembus pertahanan terakhirnya.

"Kamu bisa lari sejauh mungkin, Kak Vel, tapi aku akan selalu ada di sana. Kamu tahu itu," bisik Denis, sebelum ia melangkah mundur ke pagar balkon. "Selamat malam. Mimpikan aku." Dengan itu, ia melompat turun dari balkon, meninggalkan Veltika yang terpaku di tempatnya.

Veltika menghela napas panjang, menggenggam erat pagar balkon sambil menatap ke bawah, di mana Denis berjalan santai menuju pintu belakang rumah. Ia tahu perasaan ini tidak boleh dibiarkan tumbuh, tapi menghapusnya terasa sama mustahilnya dengan menghapus masa lalu mereka.

Malam itu, Veltika kembali ke tempat tidurnya, mencoba memejamkan mata. Namun, bayangan Denis terus hadir, mengganggu tidurnya, mengingatkan bahwa mereka terjebak dalam ikatan yang tidak seharusnya ada namun terlalu kuat untuk diabaikan.

Andung Bramanta mengangkat wajahnya dari layar laptop, memandang istrinya melalui pantulan cermin meja rias. Ekspresi Caroline terlihat serius, namun ada nada hati-hati dalam ucapannya.

"Apa maksudmu, Caroline?" tanya Andung, mencoba tetap tenang meskipun kata-kata itu langsung menciptakan riak keresahan dalam pikirannya.

Caroline memutar kursinya, menghadap langsung ke Andung. "Aku tidak tahu pasti, tapi aku merasa ada sesuatu yang aneh. Tadi malam, aku mengetuk pintu kamar Veltika. Saat Denis keluar dari kamarnya, dia terlihat... terlalu santai untuk seseorang yang seharusnya hanya menanyakan arah ke kamarnya sendiri."

Andung mengerutkan kening, menutup laptopnya perlahan. "Kau yakin? Mungkin kau hanya terlalu memikirkan hal-hal kecil."

"Tidak, sayang," Caroline menegaskan. "Aku tahu ada yang tidak biasa. Cara mereka saling menatap saat makan malam tadi, bahkan cara mereka saling diam, bukan seperti hubungan kakak dan adik tiri pada umumnya. Itu lebih seperti... ada sesuatu di antara mereka."

Andung terdiam sejenak, mencerna kata-kata istrinya. Ia memang melihat ada kecanggungan antara Veltika dan Denis, tapi ia menganggap itu wajar karena mereka baru saja menjadi keluarga. Namun, kata-kata Caroline sekarang membuatnya ragu.

"Kita tak boleh terlalu cepat berasumsi, Caroline," ucap Andung akhirnya, mencoba menenangkan istrinya sekaligus dirinya sendiri. "Veltika selalu menjadi anak yang bijaksana. Aku yakin dia tahu batasannya. Begitu pula dengan Denis."

Caroline mengangguk pelan, meskipun raut wajahnya masih menyiratkan keraguan. "Aku harap kau benar, Andung. Tapi kalau ada sesuatu di antara mereka, kita harus memastikan itu tidak akan menghancurkan keluarga ini."

Andung hanya menghela napas, kembali menatap laptopnya, namun pikirannya melayang. Kekhawatiran Caroline mulai mengusik hatinya. Ia tahu Veltika adalah sosok yang tegar dan mandiri, tapi kehadiran Denis telah membawa dinamika baru dalam keluarga mereka. Dan sekarang, ia tak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di balik layar hubungan mereka.

1
Nikodemus Yudho Sulistyo
Menarik. pasti lebih banyak intrik nantinya. lanjut...🙏🏻🙏🏻
NinLugas: iya ni mau lanjut nulis lg, semngt juga kamu ka
Nikodemus Yudho Sulistyo: tapi menarik kok. semangatt...
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!