Permainan anak kecil yang berujung menjadi malapetaka bagi semua murid kelas 12 Ips 4 SMA Negeri Bhina Bhakti.
Seiring laporan dari beberapa orang tua murid mengenai anaknya yang sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Polisi dan tim forensik langsung bergegas untuk mencari tahu, tidak ada jejak sama sekali mengenai menghilangnya para murid kelas 12 yang berjumlah 32 siswa itu.
Hingga dua minggu setelah laporan menghilangnya mereka tersebar, tim investigasi mendapat clue mengenai menghilangnya para siswa itu.
"Sstt... jangan katakan tidak jika kamu ingin hidup, dan ikuti saja perintah Simon."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakefavo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Legenda Sekolah
"Hannah bantuin kita," ucap Kanin yang kesusahan mengangkat jempana, kadang mereka menurunkan jempana itu hanya untuk beristirahat sejenak.
"Gue lagi males."
"Tch, egois." gumam Hanni yang bersiap-siap untuk mengangkat kembali jempana yang di tiduri oleh Michael.
Langkah Hannah terhenti, dia pun segera berbalik untuk menatap Hanni, terlihat senyuman licik di sudut bibirnya.
"Lu masih aja perduli sama sahabat lu padahal lu udah nusuk dia dari belakang?"
Hanni menatap balik Hannah dengan kerutan tipis di keningnya, bingung dengan arah pembicaraan gadis itu. Hannah kini melipat kedua tangannya di depan dada, tatapannya tidak pernah lepas dari Hanni.
"Lu pikir gue gak tau tentang hubungan gelap nyokap lu sama bokap dia?"
Mata Hanni sedikit melebar, nafasnya tersendat dan jantungnya mulai berdetak kencang, ia melirik kearah Michael yang masih tidak sadarkan diri.
"Padahal dia udah percaya banget sama lu, tapi lu sebagai sahabatnya malah ngebiarin dan ngerahasiain hubungan gelap nyokap lu sama bokapnya dia, harus di sebut apa orang yang kayak lu itu, mungkin pengkhianat?"
Hanni mengepalkan telapak tangannya, kedua matanya menatap tajam Hannah yang saat ini tengah menyeringai tipis.
"Guys... udah, biar gue yang bantuin," ucap Alin yang kemudian membantu yang lainnya mengangkat jempana, di ikuti oleh Alifa.
Hannah memutar kedua matanya lalu berbalik dan melangkah meninggalkan mereka duluan untuk pergi ke kelas.
Saat Rean dan juga Michael berjalan menyusuri lorong untuk kembali ke kelas, tiba-tiba saja Rean berdehem untuk mencairkan suasana canggung di antara mereka berdua, laki-laki itu terus menyoroti jalan di depannya menggunakan senter di ponselnya.
"Lu mau denger cerita legenda di sekolah ini gak?" tanya Rean.
Michael terdiam beberapa detik, hingga akhirnya ia melirik kearah laki-laki itu dengan rasa penasarannya.
"Apa?"
"Cerita kakak kelas waktu angkatan dulu, sebelum kita masuk ke sekolah ini, gue denger dari mereka kalau disini ada yang pernah bunuh diri, cewek."
Michael mengangkat salah satu alisnya, bagaimana bisa Rean mengetahui gosip-gosip seperti itu, karena suasananya canggung, dia pun memutuskan untuk mendengarkannya saja.
"Biasa, hamil pas belum waktunya. Katanya sih si cewek di hamilin sama salah satu guru yang ngajar bahasa jerman, ceweknya anak MIPA. Semenjak tau kalau si cewek hamil, si cewek panik terus ngomong langsung ke gurunya, tapi gurunya malah marah-marah dan ngusulin si cewek buat ab*rsi. Si cewek gak mau karena ngerasa sama aja kayak ngebunuh walaupun janinnya masih segumpalan darah, si cewek berusaha mati-matian buat nyembunyiin fakta kalau dia lagi hamil, tapi temennya ada yang nyadar dan langsung bikin pengumuman secara anonim di mading sekolah. Semua orang jadi ngucilin si cewek tapi dia terus ngelak kalau dia gak hamil, beberapa bulan setelah di rundung bahkan di ancam bakal di keluarin dari sekolah, si cewek ini bunuh diri di kelasnya sendiri, pas sebelum pelajaran di mulai, dia minum obat-obatan dengan dosis yang tinggi, terus-" Rean menghentikan ceritanya saat dia mendengar suara benda terjatuh, dia dan Michael kini saling bertatap-tatapan.
"Lu takut?" tanya Michael.
Rean segera menggelengkan kepalanya, ia berusaha untuk tetap biasa saja di depan gadis itu, tetapi jantungnya mengkhianati ucapannya sendiri, dia terus berjalan melewati lorong sekolah.
Setelah mereka berjalan beberapa langkah, terdengar suara langkah seseorang di belakang mereka. Tidak banyak bicara, Rean semakin mempercepat langkahnya, bahkan laki-laki itu meninggalkan Michael di belakangnya.
"Hey!" teriak Michael lalu berlari menyusul Rean.
Mereka berdua pun saling berteriak dan berlari dengan begitu cepat menuju kelas, bahkan tidak memberanikan diri untuk menoleh kebelakang.
Disisi lain Alin dan juga Naira yang baru saja keluar dari toilet langsung terkejut dengan teriakan Michael dan juga Rean, mereka berdua saling bertatap-tatapan dengan kerutan dalam di kening.
"Ada apa sama mereka berdua?" tanya Alin sambil melihat sekeliling, seketika bulu kuduknya merinding.
"Hitungan ke tiga kita juga lari," seru Naira yang bersiap-siap untuk lari.
"Oke, satu-"
"MAMA!" teriak Naira yang langsung berlari begitu saja meninggalkan Alin.
Alin mengumpati gadis itu dan ikut berlari, lorong itu begitu gelap karena tidak ada pencahayaan sama sekali.
Saat jam menunjukan pukul 03.00, Denzzel dan lainnya sudah kembali ke kelas dengan pakaian yang berbeda, mereka berdua pun duduk di lantai dekat dengan meja guru, Yaksa menghembuskan nafasnya dan mulai berbaring.
"Gue mau cepet-cepet pulang..." gumam Hanni memecah keheningan.
"Ternyata sesepi ini ya sekolah, sayang banget gue keseringan bolos, terus gue gak pernah ngedengerin penjelasan guru, gue kangen sekolah kayak kemarin-kemarin." sahut Reygan setelah beberapa detik terdiam, Kanin yang mendengarnya lantas terkekeh pelan, dia pun mengubah posisi duduknya sedikit.
"Nyesel kan lu, makanya jadi anak kesayangan guru kayak gue," ejek Kanin.
"Oww, jelas masa SMA cuman terjadi sekali seumur hidup, harus di puas-puasin, cobain deh lu bolos sekali aja, gue jamin bakal ketagihan," kata Yaksa.
"Iya tau sekali seumur hidup, tapi tiba-tiba aja bencana dateng ke kita dan maut udah nungguin kita di depan mata," sahut Alin.
"Eh gue gak ngeliat Haikal, tumben banget itu anak gak bersuara?" tanya Hanni.
Seketika mereka pun melihat sekeliling untuk mencari keberadaan laki-laki itu, tetapi Haikal tidak ada di antara mereka.
"Dia... dia di bunuh Simon," jawab Axel.
Semua mata tertuju kepada ketua kelas yang saat ini sedang menundukan kepalanya, Kanin menghela nafas dan kembali bersandar di kursinya.
"Gue capek banget," gumamnya.
"Temen-temen kita yang gak berdosa sama sekali mati dengan cara yang mengerikan kayak gitu," lanjut Naira.
"Gimana kondisinya?" tanya Michael sambil melirik kearah Axel.
"Organ tubuhnya keluar, kayak usus, paru-paru, lambung, terus gue ngeliat botol saus sama garpu di sampingnya."
"Jasadnya udah kita pindahin ke ruang biologi, kita juga udah ngambil foto buat ngasih bukti ke polisi kalau permainan ini udah selesai dan kita bisa keluar dari sekolah," lanjut Denzzel.
Reygan memejamkan matanya dan menautkan jari-jarinya dan segera berdoa di dalam hati, San yang melihatnya lantas menepuk punggungnya.
"Gue sama Denzzel mau balik patroli lagi, kalian istirahat aja." lanjut Axel sambil bangkit, ia melirik kearah Denzzel yang saat ini tengah mengangguk pelan.
"Gue ikut," sahut Yaksa.
Michael memperhatikan sahabatnya itu yang pergi ke luar kelas, ia pun menghela nafas dan segera bangkit untuk pergi ke bangkunya sendiri.