Istri yang tak dihargai adalah sebuah kisah dari seorang wanita yang menikah dengan seorang duda beranak tiga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sulastri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hemm Dodi mulai seriusan nih
Pagi itu, Hesti sedang sibuk beres-beres kamar kosnya. Setelah bekerja shift malam di restoran, pagi adalah waktu untuk membereskan kamar sebelum tidur. Sambil bersenandung kecil, dia membersihkan sudut-sudut ruangan. Suara motor tiba-tiba berhenti di depan kosannya, membuat Hesti menoleh ke arah jendela.
Hesti: (menengok keluar jendela) "Siapa nih pagi-pagi udah datang?"
Dari jendela, dia melihat Dody, seorang guru SMP yang beberapa kali ditemuinya, memarkir motornya di halaman kos-kosan.
Hesti terkejut "Dody? Apa yang dia lakukan di sini?"
Hesti menghentikan aktivitasnya dan segera keluar untuk menyambut Dody di depan kos.
Dody tersenyum sambil melepas helm "Hai, Hesti. Maaf kalau ganggu pagi-pagi gini."
Hesti tersenyum "Nggak ganggu kok, cuma kaget aja. Ada apa? Tiba-tiba datang ke sini."
Dody menatap serius "Aku tahu kamu kerja shift malam, jadi aku pikir pagi mungkin waktu yang tepat buat ngobrol sebentar. Aku nggak mau ganggu kamu istirahat, tapi ada yang ingin aku bicarakan."
Hesti sedikit bingung, karena selama ini Dody hanya berbicara ringan. Kedatangannya pagi ini terasa lebih serius dari biasanya.
Hesti mengajak duduk "Ya udah, ayo duduk dulu di sini. Apa yang mau kamu omongin?"
Dody dan Hesti duduk di bangku depan kos, di bawah pohon rindang. Dody tampak lebih tenang, tapi jelas ada yang ingin dia sampaikan.
Dody menarik napas dalam "Hesti, aku sebenarnya sudah lama ingin ngomong ini. Sejak kita sering ketemu dan ngobrol, aku merasa makin dekat sama kamu. Aku tertarik sama kamu, bukan cuma sebagai teman ngobrol. Aku ingin kita bisa lebih mengenal satu sama lain."
Hesti terdiam sejenak, mendengar kata-kata Dody. Sebagai seorang guru SMP yang punya kehidupan stabil, Dody selalu tampil tenang dan dewasa. Tapi mendengar pengakuan itu, Hesti merasa jantungnya berdetak lebih cepat.
Hesti!ragu-ragu"Dody... aku nggak nyangka kamu akan bilang hal ini. Aku senang kamu jujur, tapi... aku butuh waktu buat mikir. Kamu tahu kan, hidupku nggak gampang."
Dody tersenyum sabar "Aku ngerti, Hesti. Aku nggak minta jawaban sekarang. Aku cuma ingin kamu tahu perasaanku. Kita bisa pelan-pelan aja, nggak perlu buru-buru."
Hesti merasa sedikit lega mendengar kata-kata Dody. Dia menghargai ketulusan dan kesabaran Dody, tapi perasaannya masih campur aduk. Hidupnya yang sudah penuh tantangan membuatnya sulit memikirkan hubungan baru.
Hesti tersenyum kecil "Makasih ya, Dody. Aku senang kamu jujur, tapi aku memang perlu waktu buat memikirkan ini."
Dody mengangguk "Aku ngerti. Aku cuma mau kamu tahu, aku akan selalu ada kalau kamu butuh."
Setelah beberapa menit berbincang, Dody merasa cukup dengan pernyataan perasaannya dan pamit pergi, membiarkan Hesti merenung. Sebelum meninggalkan kos-kosan, dia tersenyum hangat.
"Oke, aku nggak mau ganggu lebih lama. Kamu istirahat yang cukup ya, dan hati-hati nanti malam pas kerja."ujar Dody sambil menatap Hesty penuh arti
"Makasih, Dody. Hati-hati di jalan ya."
Setelah Dody pergi, Hesti berdiri sejenak di depan kosannya, merenungkan apa yang baru saja terjadi. Pengakuan Dody membuatnya terkejut, tapi juga tersentuh. Dia kembali ke kamar, mencoba menenangkan pikirannya sebelum beristirahat untuk shift malamnya.
Hesti berbisik pada dirinya sendiri"Apa aku siap untuk ini?"