Aluna gadis lugu yang penuh dengan cobaan hidup. Sebenarnya dia gadis yang baik. Namun sejak dia dikhianati kekasih dan sahabatnya dia berubah menjadi gadis pendiam yang penuh dengan misteri. Banyak hal aneh dia alami. Dia sering berhalusinasi. Namun siapa sangka orang-orang yang datang dalam halusinasinya adalah orang-orang dari dunia lain. Apakah Aluna akan bahagia dengan kejadian tersebut. Atau malah semakin terpuruk. Ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌹Ossy😘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10
Tak semua yang terlihat adalah yang tersurat. Bisa jadi apa yang kamu lihat adalah fatamorgana yang indah.
🔥🔥🔥
"Aku pulang dulu sayang.." Bram menyentuh tangan Aluna. Kemudian menundukkan kepala. Ingin mencium kening Aluna. Namun Aluna menoleh. Dia menghindar. Dia memang tidak mau kontak fisik selain hanya menyentuh tangan.
" Pulanglah... " Ucap Aluna tanpa memandang wajah Bram dan Alisha.
" Aku pulang dulu Lun, cepet sembuh ya.." Alisha mendekat mencium pipi Aluna. Aluna tidak bisa mengelak. Bagaimana pun Alisha seorang perempuan dan sahabatnya. Dia tidak bisa langsung menjauh begitu saja. Walaupun terasa sakit, bagaimana pun juga Alisha adalah orang yang berjasa dalam hidup Aluna. Aluna tak ingin terlihat kalau dia sudah mulai menjaga jarak dengan mereka.
" Besok aku kesini lagi sepulang kerja.." ucap Bram. Dia masih memandang ke arah Aluna. Tidak tega meninggalkannya sendirian. Dia melangkah ragu mau menyusul Alisha. Dia kembali menoleh ke arah Aluna.
" Bram cepat,.." Alisha melongok memanggil Bram. Dia tidak mau Bram berlama-lama berduaan dengan Aluna.
" Iya sebentar.... Aku pulang dulu . Besok aku datang lagi.. istirahat dan jangan lupa makan dan minum obat.." Bram melangkah tergesa setelah mengucapkan kata-kata tersebut.
" Hati-hati.." Aluna berucap lirih. Namun Bram mendengar. Dia menoleh dan tersenyum. Bram menyadari kalau sikap Aluna berubah. Dia tidak lagi hangat seperti sebelum kecelakaan. Dia dingin dan acuh Aluna barusan. Bram memegang dadanya yang berdebar kencang.
" Ternyata aku masih sangat mencintainya... " Bram kembali menoleh ke arah Aluna. Dia sunggingkan senyum buat Aluna. Pandangan mata mereka beradu sejenak.
Setelah kepergian Bram ada Alisha pergi, Aluna masih dengan setia memandang ke arah pintu. Setetes air mata jatuh.
" Ternyata aku masih menyayanginya..." Aluna mendesah pelan. Dia pegang dadanya yang terasa sesak saat melihat Bram berjalan menjauh menyusul Alisha." Apa salahku Mas. Selama ini apa kurang ku. Hiks.. Hiks..hiks.."
Aluna sesenggukan. Airmata telah lolos keluar membasahi pipinya. Dia menghapusnya dengan kasar. Dia tidak ingin cengeng. Namun rasa sakit yang dia rasakan benar-benar menyiksanya.
" Tidak.. aku tidak boleh lemah. Akan ku berikan apa yang kau minta Lis. Akan ku lepaskan mas Bram. Tapi kau harus merasakan rasa sakit yang aku rasakan terlebih dahulu..." Aluna mengepalkan tangannya kuat-kuat. Bahkan kukunya sampai terlihat memutih.
Aluna bangkit dari tidurnya. Kemudian duduk memeluk lututnya. Kepalanya dia sembunyikan dia antara kedua lututnya. Dia tidak memperdulikan luka di tubuhnya. Sakit ditubuhnya tidak sebanding dengan luka dihatinya. Aluna selalu akan diposisi begini jika sedang bersedih. Dia juga tidak perduli pada rasa sakit di kepalanya yang tiba-tiba kembali menyerang. Aluna merintih.
" Sakit... Sakit..sakit.."
Dadanya semakin sesak. Dadanya dia pukul dengan kencang berkali-kali berharap rasa sesak itu hilang. Kepalanya berdenyut semakin sering. Airmata semakin banyak menetes.
" Loveee..." Sebuah tangan menyentuh Aluna. Kemudian menariknya dalam pelukan.
Aluna terkejut. Tapi tidak menolak. Tubuhnya terasa lemah. Dia menikmati pelukan yang terasa hangat dan menenangkan itu. Rasa hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya membuat tangis Aluna pecah. Bahunya sampai terguncang, terlihat naik turun menahan isak.
" Love..."
Pelukan itu semakin erat dia rasakan. Dan tangisannya pun semakin keras terdengar. Aluna sesenggukan. Dia tumpahkan semua kesedihan yang dia rasakan.
Sebenarnya Aluna tidak pernah secengeng ini. Entah mengapa bertemu sosok di depannya, dia merasa nyaman
" Love... Menangislah. Tumpahkan semua rasa sedihmu. Saya siap menampungnya..." Jerry mengusap kepala Aluna penuh perasaan . Dia tidak tega melihat keadaan Aluna.
"Love kamu harus kuat. Mereka hanyalah cecunguk. Kamu tidak boleh begini. Boleh sedih tapi jangan sampai meratapi orang seperti mereka.." Jerry menepuk-nepuk punggung Aluna.
" Aku harus bagaimana? Salahku apa.. Apa yang aku lakukan selama ini untuk Bram dan untuk Alisha apa tidak ada harganya...."
" Tidak love. Kamu sudah melakukan yang terbaik. Mereka saja yang tidak tahu diri..."
" Mengapa mereka sejahat ini. Hiks.. hiks.. hiks..." Aluna sesenggukan.
"Lihat saya love.. Lihat.." pelukan itu mengendur. Aluna merasakan sebuah tangan menyentuh dagunya. Mengangkat mukanya supaya tegak. Sepasang mata hazle menatapnya teduh. Mereka berdua saling pandang.
Aluna memandang wajah Jerry. Senyum manis tersungging di bibir Jerry. "Aluna... masih banyak orang yang sayang padamu. Jauhi mereka yang hanya membuat kamu terluka. hm..." Jerry menyatukan keningnya dengan kening Aluna. Namun hanya sebentar.
Kepala Aluna terangkat perlahan. Dia pandangi sosok di depannya. "Kamu siapa..." Ucap Aluna lemah. Dia tidak mengenalnya. Tapi tidak menolak semua perlakuan orang itu, serasa dihipnotis. Menurut saja mau diperlakukan apapun. Untung saja mereka selalu memperlakukan Aluna dengan sangat baik.
" Saya siapa? Kamu tidak mengenali saya lagi love. Apa kecelakaan itu membuat kamu lupa.." Jerry memandang Aluna sendu. "Love.. Saya Jerry. Ingat saya Jerry. Kita berteman sudah lama. CK.. Kenapa harus lupa sih. Adegannya jadi tidak romantis lagi..." Jerry berdecak kesal. Tapi hanya sebentar. Dia tetap memandang wajah Aluna dengan sendu.
" Tapi jangan takut ya. Saya tidak jahat. Saya akan selalu ada saat kamu butuh saya. Ingat itu.."
"Maaf saya lupa. Apa mungkin kecelakaan itu membuat memory saya hilang..." Ucap Aluna terbata. Aluna masih sesenggukan.
" Ok tidak apa-apa .. Pokoknya tenang saja, saya akan selalu hadir di sisimu. Sebut nama saya jika kamu membutuhkan saya... Sebut tiga kali ya. Hehehe.." Jerry menenggelamkan kepala Aluna di dalam pelukannya.
" Apa yang tiga kali. Jangan curang kamu Bang..." terdengar suara seseorang yang tiba-tiba telah berdiri di samping ranjang dengan pakaian dokter.
" Memang enak dilupakan. Hahaha.. Mine.. jangan mau dipeluk dia. Dia belum mandi. Sama saya saja..."
Aluna mengangkat wajahnya. Suara dokter yang datang memeriksanya terdengar memenuhi ruangan. Aluna menatap wajah sang dokter.
" Apa kabar Aluna.. Bagaimana perasaan kamu sekarang. semoga kamu telah menyadari apa yang menimpamu... ." Aluna kembali memandang pada dokter itu lagi. Aluna tersenyum. Bertemu dengan nya beberapa kali, membuat Aluna menyadari kalau dokter tersebut selalu memberi perhatian lebih padanya.
" Love Kenapa kamu tidak lupa sama dia. Kamu jahat sama saya..." Jerry menegang tangan Aluna. Kemudian menoleh ke arah Davian. "Kenapa kemari. mengganggu saja. CK..."Jerry berdecak sebal. Kesenangannya diganggu.
" Apa tidak boleh? Saya juga ingin bertemu dengan kekasih saya...." Jawab Davian . Dia mengerlingkan mata kepada Aluna.
" CK.. jangan modus kamu.." Jerry mendengus. Namun Davian hanya terbahak.
"Hahaha.. Bukankah seharusnya saya yang bertanya. Kenapa bang Jerry mendahului saya..." Davian terkekeh.
" Apa tidak boleh . Saya juga ingin bertemu cinta saya..."
Aluna hanya menyimak perdebatan mereka berdua. Tangisnya sudah reda. Namun rasa sakit di kepalanya masih terasa. Dia memegang kepalanya yang berdenyut.
"Aduhhh..." Aluna merintih.
" Lovee.. Kenapa..?" Bang Jerry langsung menoleh.
"Mine apa yang sakit..." Davian pun langsung mendekati Aluna.
Aluna menggelengkan kepalanya. mukanya terlihat pucat.
" Mine.. kepala kamu sakit lagi? Seharusnya sudah tidak sakit. Apa berdenyut? Kamu sudah minum obat apa belum. Coba kamu rebahan biar saya periksa dimana yang sakit.." Davian mendekati Aluna. Merebahkan tubuh Aluna yang terlihat lemas.
Davian tidak tega melihat wajah Aluna. Seandainya bisa, dia ingin menggantikan rasa sakit ditubuhnya. Bukan hanya tubuhnya. Namun juga hatinya.
" Jangan modus kamu Davian..." Jerry menarik lengan Davian. Jerry kesal Davian hanya memandangi Aluna saja tanpa melakukan tindakan pemeriksaan.
" Bentar napa Bang.. Aluna bukan milik Abang saja. Saya juga mau memandangnya dulu sebelum memeriksanya.." Davian tersenyum jahil. Dia mengerlingkan matanya pada Jerry.
" Kalian malah berisik disini. Minggir saja sana... Beb mana yang sakit. Sini gue beri pelukan pasti langsung sembuh...."
" Datang lagi sang pengacau..." Davian mendelik ke arah seseorang yang baru saja datang.
Aluna bangkit. Dia merasa tidak nyaman dalam keadaan berbaring seperti itu. Dia lebih baik berbincang sambil duduk. Walaupun sebenarnya dia terpaksa.
" Berbaring saja. Tidak usah sungkan. Saya periksa dulu.." Davian mengambil peralatan kedokteran yang dia bawa. Kemudian memeriksa Aluna dengan sangat teliti.
" Itu memeriksa betulan atau hanya modus.." Jerry mendekati Davian.
" Astaghfirullah Bang, beneran saya periksa. Tolong ambilkan minum biar Luna minum obat.."
Juan beranjak, Dia bergegas mengambil minuman kemasan yang ada di meja. Mendekati Aluna dan mengambil obat yang ada pada Davian.
" Minum obatnya dulu beb, jangan ngeyel. Mau sembuh apa tidak." Juan mengangkat sedikit kepala Aluna dan menyuapkan obat tersebut ke dalam mulut Aluna dan kemudian membantunya minum air putih dalam kemasan yang dia ambil tadi.
" Nah sudah. Kamu memang harus sedikit dipaksa.. Jangan manja kalau mau sembuh.." Juan meletakkan kembali kepala Aluna . Namun tidak ditempat semula. Dia taruh kepala Aluna di atas pangkuannya. Dia mengelus kepala Aluna perlahan penuh dengan kasih sayang.
Davian dan Jerry hanya memandang mereka berdua. Juan memang cekatan. Dia akan selalu siaga berbuat hal yang diperlukan tanpa banyak bertanya.
" Tidurlah, istirahatlah. Biar cepet sembuh. Gue tahu kamu adalah cewek yang kuat. Begitu luka kamu sembuh kita balas perbuatan mereka. Kita akan selalu mendukung kamu dari belakang.."
Aluna hanya diam. Dia pejamkan matanya. Menikmati setiap usapan yang Juan berikan. Dia resapi dan akhir nya secara perlahan terdengar suara nafas yang teratur.
Aluna tertidur. Pulas dalam pangkuan Juan. Lelakinya yang selalu siaga dalam keadaan apapun.
" Bahkan aku tak bisa mengelak dan menolak kedatangan mereka yang entah tak tahu siapa. Semoga ini semua bukan mimpi..." Gumam Aluna sebelum terpejam. Seandainya saja semua bukan khayalan. Apakah Aluna bisa berharap selalu mendapatkan begitu banyak perhatian dan kasih sayang yang nyata...
Bersambung..
Terima kasih untuk yang sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak. Lopeeeee ❤️❤️❤️