Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Kesulitan seorang pria
Kejadian itu sukses membuat gaduh di lingkungan para pekerja. Mereka sudah memastikan untuk tak melakukan pekerjaan di atas selama Jovan dan Agnia berkunjung. Tapi insiden ternyata masih saja terjadi. Apa penyebabnya, beberapa pihak terkait masih melakukan penyelidikan.
Jovan terus marah-marah sementara Agnia yang shock meminta pulang. Jovan yang terlihat khawatir terus mengikuti Agnia.
"Akan ku antar kamu pulang!" ucap Jovan.
"Jangan. Kamu lanjut saja, aku akan pulang bersama dia!" agnia menunjuk Airlangga.
"Tapi..."
"Proyek ini sudah mangkir lama. Aku berharap padamu Jovan!" sahut Agni memotong perkataan Jovan.
Jovan terdiam sembari berpikir. Ia tak bohong soal kekhawatirannya pada Agnia pasca kejadian barusan, tapi urusannya di sana belum selesai.
Akhirnya Jovan mengangguk dan mendekati Airlangga sembari membisikkan kata, "Pastikan kau menjaganya dengan baik!"
Airlangga hanya melirik lalu sejurus kemudian berjalan melalui Jovan. Pria banyak omong itu sungguh ia patahkan lehernya.
***
"Apa kau bilang, di sengaja?" Agnia terkejut bukan main demi mendengar penjelasan Airlangga yang sekarang sedang berada di dalam mobil.
Pria gagah itu mengangguk, "Ada orang yang sengaja ingin membuatmu celaka!"
Agnia terlolong tak percaya dengan penuturan pengawalnya. Benarkah yang pria itu katakan? Siapa pelakunya?
"Biasanya, ketika mendengar akan ada kunjungan petinggi ke lokasi, pekerja di sisi atas pasti akan membereskan dan memastikan keamanan di areal sana selama kunjungan berlangsung. Tapi sejak aku datang tadi, semua prosedur itu tidak mereka jalankan. Itu artinya, kau sengaja ingin di celakai!"
Agnia melempar punggungnya ke sandaran kursi sembari menghela napas lelah. Kenapa semakin hari hidupnya makin tidak tenang saja?
"Tapi, Jovan di sana juga terlihat sangat khawatir tadi. Dia bahkan langsung memarahi kepala mandor!"
Tapi Airlangga tak menjawab. Pria itu malah fokus melajukan mobilnya ke tempat yang di kehendaki Agnia lantaran mendadak teringat akan sesuatu.
"Kita ke butik dulu!"
***
Airlangga membelokkan mobilnya ke sebuah toko baju langganan bosnya. Jangan di tanya harganya, sudah pasti sesuai dengan kalangan Agnia berasal. Ia sengaja membeli baju baru karena akan menghadiri pesta pernikahan anak client nya besok malam.
"Bukankah ini bagus?" tanya Agnia meminta pendapat kepada Airlangga.
Airlangga mengangguk ketika di mintai pendapat soal baju berwarna putih yang bagian belakangnya terbuka. " Bagus!"
"Kalau yang ini?"
"Bagus!"
"Yang ini?"
"Bagus!"
"Hih, kau ini serius nggak sih?" alis Agnia bertaut karena kesal dengan Airlangga yang selalu bilang bagus di tiap dia minta pendapat.
"Lalu aku harus menjawab apa? Kenyataannya semua bagus!" jawab Airlangga yang malah ngeloyor pergi sebab mengincar kursi empuk si sudut.
Agnia yang merengut terus melanjutkan kegiatannya dalam memilih. Benar-benar pasif dan kaku. Sungguh tidak bisa di harapkan menjadi teman bicara. Sementara Airlangga tampak sibuk dengan ponselnya. Masa bodo dengan kerempongan perempuan di depannya.
Ia akhirnya mengambil dua potong baju, dan ketika berjalan melewati deretan baju pria, mata Agnia tak sengaja melihat kemeja dan jas yang bagus. Ia menatap Airlangga sekilas yang masih tertunduk dan sibuk di ponselnya.
"Dia pasti keren kalau pakai ini."
"Hey, coba lah ini!" seru Agnia.
Airlangga mengalihkan pandangannya. Ia menatap Agni yang tersenyum sambil menunjukkan sebuah jas yang terlihat mahal.
"Untuk apa?" tanya Airlangga.
"Untuk kamu!"
"Tidak perlu!" sambungannya dengan muka tak senang.
"Kenapa?" kening Agni mengerut.
"Kau saja. Aku tidak membutuhkannya!"
"Hey, besok kita akan ke pesta, aku tidak mau pengawal ku tidak kelihatan keren. Ayolah, kau pantas memakai ini, kau pasti terlihat tampan!" bujuk Agnia kekeuh dan membuat Airlangga sedikit shock karena pujian yang terlontar.
Mendengar itu, Airlangga tiba-tiba teringat dengan sepotong perkataan yang mendadak terlintas di pikirannya.
"Maaf, tapi dimana-mana perempuan pasti milih yang mapan. Gak ada satupun perempuan di bumi ini yang mau sama orang yang gak punya kerjaan. Gak mungkin kan ada perempuan yang mau membelanjakan laki-laki. Yang ada laki-laki yang membelanjakan!"
"Tidak usah, kau saja!" tutupnya dengan raut yang tiba-tiba mendung.
Agnia berengut kala Airlangga malah pergi ke luar usai mengatakan hal itu. Pria itu kenapa sih? Moodnya jarang bagus deh. Tak mau ambil pusing, ia meminta pegawai di sana untuk membungkus baju pilihannya.
"Mbak bungkus yang ini ya!"
Pegawai wanita cantik itu mengangguk dengan sopan. Sementara Agni menghela napas karena merasa heran dengan Airlangga. Pria itu sungguh berbeda dari semua pria yang pernah ia kenal sebelumnya.
Sekembalinya mereka di dalam mobil.
"Kau ini kenapa sih? Bisa nggak sih gak usah kaku begitu?" oceh Agnia protes sesaat setelah menutup pintu.
Mobil mulai berjalan. Dan Agnia terus-terusan sebal karena pria di depannya masih betah membisu. Tapi ketika sudah melintasi jalan yang lebih lebar, barulah pria itu berbicara.
"Aku malam absen dulu. Zidan akan menggantikan ku sebentar!" balas Airlangga yang malah membicarakannya topik.
"Kemana?"
"Aku ada urusan!"
"Iya tapi kemana?"
Airlangga langsung menghentikan mobilnya. Ia menatap ke belakang dan membuat Agni menelan ludah.
"Bukankah sudah aku bilang, dalam kerjasama urusan pribadi tidak perlu saling di ketahui!"
Agni mendengus tak suka. Tidak tahu kenapa Agnia ingin menangis demi mendengar nada tinggi Airlangga kala menjawab.
Dan benar saja, malam harinya Airlangga pergi menggunakan mobil yang tadi di bawa Zidan. Penasaran dengan semuanya, Agni memilih turun di jam larut itu dan menemui Zidan yang kini terkejut karena kehadirannya.
"Dia mau kemana sih?"
"Nona, kenapa anda belum tidur?" balas Zidan yang Langs meletakkan sebotol minumannya karena kedatangan Agnia yang tiba-tiba.
"Kenapa balik tanya. Dia mau kemana?"
"Maaf, saya juga tidak tahu. Saya hanya diminta untuk jaga sebentar!"
"CK!" Agni mendecak karena upayanya sia-sia saja. Jelas pria di hadapannya ini adalah sekutu Airlangga.
***
Di sebuah ruangan luas namun dengan bau udara lembab, seorang perempuan yang memiliki tatapan kosong duduk seorang diri.
"Dia datang!"
Sebuah suara membuatnya menoleh. Ia melihat seseorang yang selalu membuat matanya kembali berair berjalan mendekat.
"Lima menit!"
Airlangga diam mendengar penjelasan. Ia menghela napas sebelum membuka suara.
"Kenapa kau keras kepala?" ucapnya kepada wanita berpotongan rambut sangat pendek itu.
Airlangga menghela napas penuh kesabaran.
"Bugenvil!"
Tangan laki-laki mengepal menahan desakan dari hatinya.
"Mengaku lah! Aku tahu kau tidak gila!"
Tapi perempuan itu malah tertawa terbahak-bahak, lalu kembali menangis, lalu kemudian meracau lagi. Melihat itu, Airlangga menahan matanya yang terasa panas. Di titik itu, Airlangga tersadar jika perempuan itu sungguh mengalami tekanan. Ia keluar dan tampak menemui salah seorang pria yang berjaga.
"Uangku sudah kau terima, bebaskan dia!"
Tapi si pria yang kini membuang puntung rokoknya menatap lekat Airlangga.
"Permata ungu itu di sembunyikan ibumu. Kau lihat kan, aku merawat ibumu dengan baik. Temukan permata itu maka ibumu akan aku bebaskan, aku janji!"
"Kau!"
"Kau mau menghajarku? Aku bisa dengan mudah meledakkan tempat ibumu dan membuatnya tak lagi bertemu denganmu!" kata pria itu sembari menunjukkan sebuah remote control.
Airlangga yang hanya bisa menahan geram memilih kembali dan menemui ibunya. "Dimana kau menyembunyikan nya?"
Wanita itu menatap mata Airlangga. Sorot matanya mempertontonkan ketidakberdayaan, kesedihan juga kemarahan.
"Bugenvil, hahahahaha!"
Airlangga meninju jeruji itu dan membuat buku tangannya terluka. Ia sungguh nyaris terbakar amarah sebab selalu saja kesia-siaan yang dia temui. Pria itu langsung pergi dan bermanuver kasar. Ingin sekali rasanya dia abai, tapi setiap pria itu menghubunginya, secuil rasa sukar ia tepikan.
Zidan yang melihat mobil masuk terlihat bangkit. Ia menyongsong Airlangga yang datang dengan wajah keruh.
"Nona tadi menanyakan soal kepergok mu!"
Airlangga berenti lalu tertegun.
"Tapi tenang saja, aku tidak memberitahunya!"
"Pergilah, terimakasih!" balas Airlangga tanpa membalikkan badannya.
"Hem!"
Airlangga lantas masuk. Meninggalkan Zidan yang mematung dengan tatapan trenyuh. Saat hendak masuk ke kamarnya, ia tiba-tiba berdecak karena nuraninya malah menyuruhnya untuk membuka pintu kamar Agnia.
Ia yang kini sudah berada di depan pintu Agnia, terlihat mengulurkan tangan dan secara perlahan-lahan menarik handlenya. Matanya yang nanar melihat perempuan itu sudah terlelap. Airlangga menutup kembali pintu kamar Agnia.
Setibanya di kamar, Airlangga melepaskan pakaiannya lalu merendam tubuhnya di air hangat kamar mandinya. Ia memejamkan matanya menikmati sensasi air hangat yang membuatnya rileks.
"Bugenvil!"
"Bugenvil!"
Wajah wanita yang tertawa di sela tangis terus mengusik.
"Bugenvil?" ia mengulang perkataan itu sembari memikirkan sesuatu.