Kanaya terdiam terpaku melihat pemandangan yang ada di seberang dia. Galan - lelaki yang sudah menjalin hubungan selama dua tahun dengan dirinya tengah menggandeng mesra seorang perempuan. Galan Farrabi Altezza, dia adalah lelaki yang sama sekali tidak memiliki cacat dalam mengkhianati kepercayaan apalagi dia selalu menghargai perasaan yang dimiliki oleh Kanaya.
"Kita nikah tahun depan ya setelah kamu lulus kuliah." ucapan Galan masih terngiang jelas dalam pikiran Kanaya.
Masa depan yang selalu dia ungkapkan hanya untuk membahagiakan dirinya dan impian memiliki anak-anak yang lucu. Tapi rasanya semua itu menjadi petaka mimpi buruk untuk seorang Kanaya Shanifah Galianna Lubov.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anyaaang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Marry Me
Galan melepaskan bibirnya dari bibir Kanaya. Ibu jari Galan mengusap lembut bibir bawah Kanaya yang sempat dia cumbu sekitar lima belas menit tadi. Ditatapnya lekat Kanaya yang berada di hadapannya. Perempuan yang sudah mengisi hidup dia selama dua tahun dan dia sama sekali tidak mau kehilangan dirinya. Selalu ada harapan besar yang dimana dia berharap kalau Kanaya tidak akan pernah meninggalkan dia apalagi mengkhianatinya. Mimpi-mimpi dia yang telah dia ungkapkan bersama Kanaya sudah sangat ingin dia capai dalam menjadikan Kanaya sebagai istri. Tinggal bersama dan membesarkan anak-anak yang ingin dia dapatkan dari seorang Kanaya.
Jujur saja kalau kehadiran Dafandra sudah sangat membuat dia risih sejak tahu kalau dia mulai menghubungi Kanaya lagi. Bagaimana pun dia tahu kalau Dafandra pernah meninggalkan kesan manis buat Kanaya meski pun dia menyakitinya. Apalagi dia sendiri yang menyembuhkan hati Kanaya untuk meraih kebahagiaannya lagi. Kanaya yang begitu terpuruk saat mendapatkan Dafandra yang meninggalkan dia begitu saja. Iya, Kanaya seterpuruk itu. Raut muka dia yang terlihat frustasi karena sudah jelas dia sangat menyayangi seorang Dafandra sampai membuat dirinya merasakan sesakit itu karena ditinggalkan dan juga dikhianati.
"Aku bener-bener pengen nikah sama kamu, Nay." ungkap Galan memandangi Kanaya yang berada di hadapannya.
Kanaya tersenyum kecil. Entah kenapa dia selalu senang setiap Galan mengungkapkan kalau dia ingin sekali menikahi dirinya sejak satu tahun lalu. Hanya saja Galan disuruh menunggu oleh orang tua Kanaya agar Kanaya lulus dulu dan baru menikah. Galan memang sudah lama ingin menikahi Kanaya sejak dia menjalani satu tahun hubungan bersama dirinya. Tidak pernah ada niat main-main dalam menjalankan sebuah komitmen. Apalagi dia sudah cukup umur.
Galan pernah cerita kalau dia dulu pernah pacaran selama lima tahun tapi sayangnya orangtua pacarnya nggak setuju karena melihat Galan yang belum bisa menafkahi pacarnya. Padahal Galan sudah meyakinkan dengan susah payah tapi tetap aja orangtua pacarnya nggak percaya. Yang ada orangtua pacarnya malah menjodohkan pacarnya Galan sama laki-laki pilihan mereka. Galan merasa hilang arah dan tidak tahu lagi bagaimana mempertahankan hubungannya. Tapi karena Galan kasihan sama perempuan yang masih menjadi pacar dia saat itu, akhirnya Galan memutuskan untuk meninggalkan dia. Dari pada melihat perempuan yang disayanginya terus menerus menangis dan bingung harus memilih siapa. Dan dengan lapang dada dan juga berat hati, Galan akhirnya pergi meninggalkan dia.
Dia pergi membawa luka yang sulit disembuhi sampai akhirnya dia bertemu dengan Kanaya yang ternyata juga memiliki luka yang sama. Kehadiran Kanaya pun begitu mengisi hari-hari Galan yang sempat memutuskan untuk tidak memiliki hubungan dengan siapa pun. Tapi karena kenyamanan yang dia dapatkan juga dari Kanaya, akhirnya Galan memutuskan hatinya yang mulai sudah terbuka lagi dalam memasukkan Kanaya dalam hidupnya. Tidak akan ada siapa pun selain Kanaya seorang dalam kehidupan Galan.
"Aku nggak mau ada siapa pun diantara kita, Nay. Sama sekali nggak mau." tatap Galan dengan lekat. Dia sama sekali tidak akan mau merasakan kedua kalinya ditinggalkan oleh orang yang disayanginya.
Galan termasuk tipikal cowok yang tidak memiliki pacar yang banyak. Mengingat dirinya yang setiap pacaran selalu memakan waktu yang lama. Tapi akhir hubungannya selalu ada saja yang membuat dirinya sakit. Diselingkuhi atau tidak di restui oleh orangtua pacarnya. Padahal Kanaya tahu kalau yang ingin memiliki dia begitu banyak. Mengingat secara fisik, Galan adalah sosok laki-laki yang sangat tampan. Kanaya juga sempat tahu kalau ada beberapa chat yang suka basa-basi menanyai kabar dia. Hanya saja Galan tidak akan merespon selain kerjaan atau memang ada hal yang penting.
"Nggak akan ada orang lain yang datang dari hidup aku, Galan." Kanaya balas mengungkapkan isi hati dia dengan segala keyakinannya.
Bahkan Kanaya tidak pernah memikirkan siapa pun selain Galan. Tapi anehnya, Kanaya menjadi sedikit ragu kalau orang lain itu akan hadir dari sisi Galan. Apalagi dia menyadari kalau Galan yang sudah membohongi dirinya. Galan yang sama sekali tidak pernah berbohong sedikit pun pada dia dan sekarang dia mulai menjadi seorang pembual. Hanya saja saat ini Kanaya belum bisa membuktikan secara rinci tentang apa yang ada di dalam pikirannya kalau Galan mungkin memiliki... perempuan simpanan...
"Dan nggak akan ada juga orang lain yang datang dari hidup aku, Kanaya." Galan juga meyakinkan dengan kesungguhannya. Keyakinan yang Kanaya selalu percayai bahwa dia tidak pernah main-main setiap mengutarakan isi hatinya.
"Kamu... yakin?" tanya Kanaya ragu. Dia benar-benar ingin memastikan apakah hanya ada dia dalam hidup Galan.
"Yakin sayang." Galan tersenyum sambil mengusap-usap pipi Kanaya.
Raut Galan yang selalu seperti itu jika dia mengungkapkan keyakinannya selama ini. Mungkin Kanaya akan mudah percaya jika dia tidak mendengarkan ucapan Lasya tadi atau pernah melihat Galan bersama perempuan lain. Bahkan Kanaya tidak melihat keraguan Galan dalam menjawab pertanyaan yang Kanaya berikan. Sama halnya seperti tadi waktu Kanaya membahas tentang tempat pancake durian. Dimana Lasya melihat Galan yang berada disana dan Galan yang seolah-olah tidak tahu kalau ada tempat pancake durian yang baru buka.
Kanaya tersenyum mendengar ucapan Galan. Dia duduk bersandar dan mengambil remote karena ingin menyalakan tv. Pengen cari streaming film buat nonton bersama Galan. Tapi melihat Kanaya yang ingin menyalakan tv, Galan langsung mengambil remote tvnya dari tangan Kanaya.
"Kenapa?" tanya Kanaya sedikit kaget melihat Galan yang terkesan merebut remote tv dari tangan dia.
Galan hanya diam menatap Kanaya. Dia seperti mengamati Kanaya yang menoleh kaget ke arah dirinya. Kanaya jadi bingung melihat Galan yang menatap dirinya dengan dalam-dalam.
"Kamu yang kenapa?" tanya Galan kemudian.
"Aku? Aku kenapa?" Kanaya semakin heran dengan pertanyaan Galan.
"Kamu nggak percaya sama aku, Kanaya. Kamu ragu dengan apa yang aku jawab tadi. Akuin kalo kamu emang ragu!" tatap Galan dengan sorot matanya yang berubah menjadi tajam.
Kanya langsung terdiam mendengar ucapan Galan yang benar-benar bisa membaca ekspresi Kanaya dengan baik sekali. Padahal Kanaya sudah berusaha mengatur sebaik mungkin ekspresi dia. Karena jujur saja kalau dia memang ragu atas apa yang Galan jawab dari pertanyaan yang Kanaya lontarkan tadi.
"Dua tahun enam bulan udah bikin aku cukup kenal kamu secara luar dan dalam. Bahkan sekecil apapun yang bukan kebiasaan kamu udah bikin aku sadar!" nada Galan menjadi tegas. Dia tahu kalau Kanaya yang berbohong lagi untuk pura-pura mempercayai dia.
Kanaya setengah menunduk menahan air matanya. Dia jadi merasa bersalah karena betapa sulitnya mengatur perasaan dia untuk tetap terlihat percaya sama Galan.
"Aku nggak percaya kamu bisa ngelakuin ini lagi, Kanaya..." Galan tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sama sekali tidak menyangka kalau Kanaya masih saja ragu tehadap keyakinan hati dia selama ini.
Kanaya masih tertunduk dengan perasaannya yang benar-benar kacau. Dia terkesan jadi membohongi Galan kembali tentang perasaannya. Padahal dia juga tidak mau kalau bisa merasakan ragu seperti ini apalagi pada Galan.
Galan hanya menghela nafas melihat Kanaya yang sudah bisa ditebak kalau dia memang tidak yakin lagi dengan dirinya. Dia bergegas beranjak dari duduknya. Tapi Kanaya langsung meraih tangan Galan dan menahannya.
"Maafin aku, Galan..." Kanaya meneteskan air matanya yang langsung dia hapus. "Aku juga nggak tahu kenapa aku kayak gini. Aku nggak bisa ngontrol apa yang aku rasain tolong jangan marah... Aku juga nggak mau kayak gini, Galan..." Kanaya semakin meneteskan air matanya. Keraguan atas diri Galan begitu menyakitikan bagi Kanaya. Karena dia pun sudah berusaha berapa kali untuk menepis keraguannya tapi tetap saja keraguan itu kembali muncul begitu saja.
"Semua karena Dafandra kan yang udah kembali ke Jakarta." tebak Galan dengan sangat yakin. Dia tersenyum meratapi dirinya. Ketakutan yang dia rasakan hadir kembali dalam merasakan kehilangan yang mungkin bisa akan terjadi.
"Nggak! Ini nggak ada apapun hubungan sama dia. Tolong dong kamu jangan bawa-bawa dia terus!"
"Tapi karena dia pernah chat kamu itu bikin kamu jadi kayak gini, Kanaya! Aku bener-bener kecewa sama kamu, Kanaya... Kamu bohongin aku lagi dengan pura-pura percaya tuh maksudnya apa?! Kalo kamu udah nggak bisa percaya lagi sama aku bilang! Jangan cuma nyakitin aku aja kayak masa lalu aku semuanya!" Galan melepaskan tangan Kanaya yang masih menahan dirinya daritadi.
Tatapan Galan yang benar-benar kembali marah dan terlebih kecewa bikin Kanaya semakin tidak bisa menghentikan air matanya. Apalagi ucapan Galan yang mengatakan kalau Kanaya sama seperti masa lalu dia yang datang untuk menyakiti hati Galan. Masa lalu yang Kanaya sudah tahu betapa menyakitkannya perasaan Galan saat itu.
"Galannnn! Galan kamu mau kemana?" Kanaya beranjak dari duduknya dan buru-buru menghampiri Galan yang berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dilihatnya Galan yang mengambil pakaian dia tadi dan juga kunci mobil.
"Aku mau pulang, Nay. Aku capek."
"Nggak, nggak! Kamu nggak boleh pergi kayak gini please... Galan maafin..." Kanaya mendekati Galan yang sedang bersiap-siap untuk pulang. Dia meraih tangan Galan yang ingin memakai sepatunya.
"BUAT APA AKU DISINI HAH?!" teriak Galan keras. Bahkan dia menghempaskan tangan Kanaya dengan kasar yang membuat Kanaya kaget setengah mati.
Kanaya berdiri mematung mendengar teriakan Galan apalagi dia sempat terhuyung karena Galan yang menghempaskan tangan dia waktu ingin menahan kepergiannya. Galan mendekati Kanaya yang berdiri dengan badan dia sedikit gemetar.
"Jawab, Kanaya! Buat apa aku ada disini kalo kamu aja udah nggak bisa percaya sama aku?! Apalagi otak kamu cuma ada Dafandra sekarang! Aku bener-bener nggak nyangka kalo kamu bisa ngelakuin ini lagi! Kamu bohongin aku dengan pura-pura percaya! Kamu nggak ada bedanya kayak perempuan yang pernah nyakitin aku!" tatap Galan tajam. Nada dia yang geram bikin Kanaya semakin terisak dalam berdirinya.
Kanaya benar-benar takut melihat Galan yang marahnya melebihi marah dia kemarin. Semakin menyadari kalau semua memang karena dirinya yang mengecewakan Galan. Dia yang terlihat mau percaya tapi malah menjadi ragu.
"Aku... nggak pernah... ada niat nyakitin kamu... Nggak pernah, Galan..." Kanaya mulai sesenggukan dengan badan dia yang masih gemetar di hadapan Galan.
"Tapi otak kamu udah diisi dengan Dafandra sekarang! Makanya kamu jadi kayak gini!"
Kanaya langsung menggelengkan kepalanya. Isakan dia yang membuat dirinya sesenggukan jadi bikin dia susah berbicara. Tapi Kanaya berusaha meyakinkan kalau di otak dia sama sekali sudah tidak ada yang namanya Dafandra lagi.
"Kamu urusin aja hubungan kamu dulu sama dia biar selesai!" perintah Galan tersenyum kecil. Dia bergegas pergi tapi Kanaya langsung meraih tangan dia.
Galan merasakan tangan Kanaya yang gemetar dalam menggenggam dirinya. Kasihan sekali dia melihat Kanaya yang sampai seperti ini. Tapi hati dia pun juga sakit karena melihat Kanaya yang kembali mengecewakan dirinya. Kanaya yang hanya pura-pura percaya sama dia aja.
"Ng... ng-gak..." Kanaya terbata-bata dalam isakan tangisannya.
Perasaan yang dia rasakan semakin kacau apalagi melihat Galan yang ingin pergi. Meski Galan tidak memutuskan hubungan dia dan hanya ingin pulang tapi hati Kanaya menjadi sakit apalagi penyebab utamanya adalah dia.
Sorot mata Kanaya memohon agar Galan tidak pergi dalam membawa rasa kesal dan juga kecewanya karena dia. Sama sekali tidak ada niat dalam menyakiti hati seorang Galan dalam hidupnya. Bayangan Kanaya mulai kabur, tangan dia yang menggenggam Galan melemah, badan dia juga semakin tidak bertenaga dan...
Brukkk! Kanaya terjatuh pingsan.
"Kanayaaaaa!!"
***