Arnav yang selalu curiga dengan Gita, membuat pernikahan itu hancur. Hingga akhirnya perceraian itu terjadi.
Tapi setelah bercerai, Gita baru mengetahui jika dia hamil anak keduanya. Gita menyembunyikan kehamilan itu dan pergi jauh ke luar kota. Hingga 17 tahun lamanya mereka dipertemukan lagi melalui anak-anak mereka. Apakah akhirnya mereka akan bersatu lagi atau mereka justru semakin saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
"Kalau begitu kita pastikan mereka bertemu malam ini," kata Arvin dengan yakin.
"Pasti Mama sudah tahu kalau akan bertemu dengan Papa, makanya Mama gak mau datang," kata Vita. Mereka berdua kini berjalan pelan menuju kantin.
"Kayaknya iya."
"Aku akan terus bujuk Mama agar mau datang. Aku akan ikut Mama ke makan malam itu," kata Vita.
"Kalau begitu aku juga akan ikut. Kita akan buat mereka bertemu tanpa sengaja."
Vita menganggukkan kepalanya kemudian mereka memesan bakso lalu mereka makan bersama di kantin dan duduk berhadapan.
"Baru kali ini aku makan bareng cewek," kata Arvin sambil tersenyum kecil.
Kemudian Vita mengambil sambal dan kecap, hal serupa juga dilakukan Arvin. "Kesukaan kita sama."
Arvin tertawa melihat kebiasaan yang tak terduga itu. "Iya. Aku gak nyangka kita punya selera yang sama."
"Lo tertawa?" Beberapa teman Arvin menatap heran saat Arvin yang sedang tertawa lebar. Ya, seluruh teman-temannya memang hampir tidak pernah melihat tawa Arvin.
Arvin terkenal dingin dan kaku, tapi sekarang wajahnya sudah ceria dan bisa tertawa lebar bersama seorang teman perempuan. Hal itu akan segera menjadi topik utama di sekolah mereka.
"Memang kenapa? Gue juga manusia. Gak boleh tertawa?" kata Arvin. Meskipun dia sadari, dulu dia memang cowok kulkas yang selalu serius tanpa bercanda.
"Heran aja. Lo kan manusia tanpa tawa dan anti cewek."
Arvin tak menyahuti mereka lagi, dia lanjut memakan baksonya.
"Kak, kalau bisa status kita yang sebenarnya jangan tersebar dulu ya," kata Vita setengah berbisik.
"Kenapa?"
"Kalau rencana kita gak berhasil, aku punya rencana akhir." Vita membisikkan sesuatu di telinga Arvin yang membuat senyum Arvin semakin melebar.
"Kamu pintar banget. Rencana final kamu pasti akan berhasil." Arvin kembali tersenyum sambil mengusap puncak kepala Vita sesaat. Ternyata seperti ini mempunyai seorang adik perempuan. Meskipun baru bertemu setelah mereka besar, tapi rasa sayang mereka tercipta dengan sendirinya.
"Vita!" Shaka duduk di sebelah Vika setelah mengambil sebotol air mineral.
Vita menggeser duduknya agar tidak terlalu dekat dengan Shaka. Dia masih waspada dengan Shaka yang katanya playboy itu.
"Kenapa menjauh? Karena sekarang lo udah sama Arvin jadi gak butuh gue lagi?"
"Bukan gitu. Ya, aku makasih sama Kak Shaka udah bantu aku tapi banyak yang bilang Kak Shaka itu playboy, aku harus waspada kan?" kata Vita sambil menatap Shaka. Dia akui lelaki yang sekarang tersenyum padanya itu sangat tampan dan sudah berhasil menggodanya.
Shaka semakin tersenyum dan mendekatkan wajahnya. "Iya. Tentu saja lo harus waspada. Jangan sampai lo dimakan buaya." Shaka semakin tertawa dan mencubit pipi Vita.
"Jangan disentuh!" Arvin menepis tangan Shaka. "Tangan lo itu udah banyak nyentuh cewek!"
"Aih, kalian berdua ini benar-benar cocok. Gak perlu tes DNA lagi." Shaka menggeser mangkok Vita yang masih ada dua bakso di dalamnya dan memakannya.
"Ih, kok dimakan sih?" Vita mengernyitkan dahinya saat melihat Shaka melahap baksonya. Apalagi sendok itu adalah bekas dari bibirnya.
"Lapar."
"Lapar tuh beli sendiri."
Arvin menepuk lengan Shaka agar Shaka melihatnya. "Lo gak ada uang saku? Gue ada uang kalau mau lo pakai."
Seketika ekspresi Shaka berubah. Dia meletakkan sendoknya lalu mengambil sebotol air mineralnya dan pergi dari tempat itu.
"Kak Arvin, kenapa bilang seperti itu? Kak Shaka kan jadi tersinggung. Aku tadi cuma bercanda. Kemarin dia beliin aku kacamata kok."
"Kacamata? Berapa? Aku udah biasa pinjami dia uang."
"300 ribu. Sebenarnya mau aku ganti lensa saja tapi ternyata gagangnya juga patah. Kak Shaka ngotot mau beliin."
"Pantas saja. Biar aku ganti uang itu. Aku mau cari Shaka. Kamu ke kelas sendiri ya." Setelah menghabiskan minumannya Arvin pergi meninggalkan Vita.
"Aku jadi merasa bersalah kalau kayak gini. Harusnya aku tolak aja pemberian Kak Shaka." Vita berdiri dan kembali ke kelas tapi langkahnya berhenti saat melihat Shaka di dekat toilet.
Itu kan Kak Shaka. Dia mau ngapain?
"Vita, gue cariin dari tadi." Zeva menarik tangan Vita agar mengikuti langkahnya. Dia urung menghampiri Shaka.
"Gue dari kantin."
"Gue juga dari kantin. Lo asyik berduaan sama Kak Arvin sampai gak lihat gue. Lo udah jadian sama Kak Arvin?" tanya Zeva.
Vita hanya tertawa. "Ada deh!" Dia tidak akan cerita pada siapapun sebelum semua rencananya berhasil.
"Kiat khusus dong. Bagaimana cara cepat dapatin cowok kayak Kak Arvin?"
Vita menggandeng tangan Zeva dan berjalan ke kelas. "Gak ada. Kita akrab gitu aja."
"Ih, main rahasia sama gue."
...***...
"Maaf Bu Ulfa, saya benar-benar tidak bisa datang. Saya sedang tidak enak badan. Ya sudah, nanti saya usahakan." Gita mematikan panggilan dari Ulfa. Dia menyandarkan punggungnya sambil menatap layar laptopnya yang masih menyala.
Hari sudah mulai sore, tapi Ulfa terus meminta Gita untuk datang ke acara makan malam bersama. "Sudah aku putuskan, aku tidak akan datang ke makan malam itu. Aku tidak mau bertemu dengan Arnav."
Beberapa saat kemudian, Vita masuk ke dalam rumah setelah mengucap salam.
"Mama." Vita duduk di sebelah mamanya.
"Kamu pulang sama siapa?"
"Sama Kak Vale. Sebenarnya dia mau mampir tapi masih ada keperluan jadi besok dia mau mampir ke sini."
"Dia sudah enakan?'
"Sudah. Sudah jauh lebih baik dari sebelumnya." Vita tersenyum kecil lalu dia mengambil ponselnya dan menunjukkan pesan dari Ulfa pada mamanya. "Kenapa Mama tidak mau datang ke acara itu?"
"Mama lagi tidak enak badan."
Vita semakin menatap mamanya. "Tidak enak badan?" Dia menyentuh kening mamanya yang tidak panas sama sekali. "Mama bohong ya? Mama kenapa tidak mau datang. Ini kan impian Mama selama ini. Tante Ulfa mengadakan makan malam ini dengan seluruh orang yang berkecimpung di film mama agar film mama itu sukses ke depannya. Mama orang penting dalam film ini. Tanpa Mama film ini tidak akan ada loh. Ayo, aku temani. Aku juga ingin menyaksikan kesuksesan Mama."
Gita tersenyum dan menangkup kedua pipi Vita. "Tapi Mama benar-benar tidak bisa datang."
"Kenapa Mama? Ini awal kesuksesan Mama. Mama harus datang. Ya?"
Jika Vita yang meminta, Gita sulit sekali untuk menolak. Apalagi saat menatap kedua mata memohon Vita, dia pasti akan menganggukkan kepalanya. "Ya sudah, kanu siap-siap ya. Pakai gaun yang baru Mama belikan itu. Warnanya sama kayak punya Mama."
"Oke." Vita mencium pipi mamanya. Dia segera masuk ke dalam kamarnya dan mengirim pesan pada Arvin.
Mama akhirnya setuju untuk datang. Tinggal Kak Arvin yang harus pastikan kalau Papa juga datang.