Pernikahan kekasihnya dengan seorang Panglima membuat Letnan Abrileo Renzo merasakan sakit hati. Sakit hatinya membuatnya gelap mata hingga tanpa sengaja menjalin hubungan dengan putri Panglima yang santun dan sudah mendapat pinangan dari Letnan R. Trihara. R. Al-Ghazzi.
Disisi lain, Letnan Trihara yang begitu mencintai putri Panglima pun menjadi patah hati. Siapa sangka takdir malah mempertemukan dirinya dengan putri wakil panglima yang muncul di tengah rasa sakit hatinya yang tak terkira. Seorang gadis yang jauh dari kata santun dan kekanakan.
KONFLIK TINGGI, HINDARI jika tidak tahan dengan cerita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Pak Danki stress mendadak.
"Nggak mau.. nggak mauuuuu..!!!"
"Saya sudah rebus air. Nggak akan kedinginan, Neng..!!" Bujuk Bang Hara yang memang sudah menyiapkan air untuk Rintis mandi pagi ini. Ia sudah tau pasti nona besar merasa kedinginan karena terbiasa mendapatkan fasilitas mewah di rumah Papanya.
"Kamar mandinya sempit, gelap. Titis nggak berani." Tolak Rintis sembari menghindar.
Bang Hara menyambar lengan Rintis, tidak ada rasa kesal dalam hatinya. Ia mencoba memahami Rintis yang sedang berjuang dan belajar menjadi orang baru.
"Saya temani..!!" Ajak Bang Hara kemudian mengajak Rintis untuk masuk ke dalam kamar mandi.
:
Bang Hara dan Rintis mandi bersama. Mereka berdua saling memunggungi. Rasa canggung begitu terasa pada diri mereka berdua, hanya saja Bang Hara lebih pintar mengendalikan perasaan. Semalaman dirinya begitu gelisah berada satu kamar bersama istri kecilnya.
Teringat sekilas 'perkenalan' yang sempat ia lakukan bersama Rintis. Bayang tersebut beralih silih berganti. Rindu ingin mengulang namun sepertinya hal tersebut begitu sulit untuk di lakukan.
Tiba-tiba saja suasana terasa semakin hening. Keduanya pun telah selesai mandi.
"Ayo cepat pakai handuk, kita sholat dulu..!!"
Rintiss mengangguk mendengar ajakan Bang Hara. Dengan cepat Bang Hara menutup pinggangnya dengan handuk lalu melepas celana pendeknya kemudian meletakkannya di dalam ember dan segera keluar dari kamar mandi.
:
Rintis mencium punggung tangan Bang Hara usai sholat subuh. Kali ini dirinya melakukan hal tersebut tanpa paksaan.
Telinga Rintis masih mendengar suaminya melantunkan banyak do'a hingga kemudian Bang Hara selesai membacanya.
Rintis sedikit menjauh tapi kemudian Bang Hara menariknya ke dalam dekapannya.
"Sini lah duduk sama saya sebentar..!!"
Entah kenapa terlihat sekali rasa canggung seorang Rintis saat dekat dengan Bang Hara.
"Dengarkan saya bicara..!!" Kata Bang Hara memulai ucapannya. "Sayup kicau ria menyambut sang surya, hembus dingin bertiup menerpa raga, sunyi sepi menantang asa. Dapatkah aku dan kamu menjadi kita? Wahai zat di atas sana. Aku terpana pada bidadari yang Kau punya."
Rintis melirik Bang Hara kemudian segera memalingkan wajahnya. Pipinya bersemu merah mendengarnya.
"Apa maksudnya?? Titis nggak bisa di rayu..!!"
Terang saja Bang Hara tersenyum geli sekaligus gemas melihatnya. Istrinya nampak menolaknya tapi terus menempel padanya.
"Saya merayu istri sendiri, tidak merayu istri orang." Jawab Bang Hara. Mata itu terus memperhatikan paras wajah istri kecilnya. "Neng..!!"
"Apa?"
"Kamu mau tidak, saya ajari seperti waktu itu?" Tanya Bang Hara hati-hati.
"Emangnya boleh?? Kalau Abang sampai tau, Rintis bisa di marahi."
"Saya yang tanggung jawab..!!" Ucap tegas Bang Hara sembari mendekati Rintis yang masih berbalut rapi mengenakan mukenanya.
Setiap mendengar kata seperti itu, entah kenapa hari Rintis merasa begitu tenang seolah mendapat perlindungan dari Bang Hara meskipun di dalam hatinya masih menyimpan rasa gelisah.
"Jangan sekarang..!!" Tolak Rintis yang ternyata masih belum berani mengulangnya lagi.
Perlahan Bang Hara melepaskan mukena dan mengangkat Rintis ke atas tempat tidur. "Kenapa? Apa ada masalah?"
"Nggak ada apa-apa. Tapi..........."
"Kenapa??" Bang Hara yang tidak sabar kemudian mengecup sekilas bibir Rintis dengan lembut. Ia pun mengarahkan tangan Rintis agar melingkarkan kedua tangannya ke belakang tengkuk lehernya. "Katakan..!! Saya akan dengarkan."
"Tidak tau, tapi yang Titis rasa semuanya rumit. Nafas jadi sesak, ada rasa geli naik turun tapi......"
"Banyak sekali tapi nya. Tapi suka nggak, Neng?"
Rintis mengangguk kecil. Bang Hara tidak membuang waktu lagi dan secepatnya mengangkat dress milik Rintis, bibirnya yang nakal mengecup sisi leher Rintis kemudian menggigit kerah sabrina dan menurunkannya hingga memperlihatkan tubuh sang istri yang membuatnya semakin tergoda. Suara rengek manja istri kecilnya sungguh menggoyahkan iman.
Tangan itu mengarahkan Rintis persis seperti saat yang lalu. Entah kali ini istri kecil Letnan Hara menyadarinya atau tidak. Rintis mulai menanggapinya dengan nakal pula dan Bang Hara memilih membiarkan Rintis mengambil alih situasi.
...
Bang Hara 'membasahi' tubuh sang istri. Pagi ini selesai namun tidak sepenuhnya sempurna. Rintis terus menolaknya dan begitu kesakitan. Ini kali kedua mereka melakukan hal yang tidak tuntas, hanya saja kali ini jauh lebih baik dari yang kemarin.
Dengan lembut Bang Hara mengusap air mata di pipi Rintis. "Apa sebegitu sakitnya?? Saya sudah sangat pelan."
"Tadi apa??? Kenapa tidak seperti yang kemarin??" Protes Rintis.
Bang Hara hanya bisa membuang nafas kasar. Sepanjang apapun penjelasan jika harus di utarakan pada istrinya yang sedang marah pasti tidak akan mendapatkan respon yang baik pula.
'Baru dua kali dan reaksimu seperti ini. Bagaimana kalau tadi saya bobol semua. Apa kamu tidak kelojotan??? Kemarin kita hanya perkenalan, hari ini bersalaman. Semoga selanjutnya kita sudah bisa melakukannya dengan sempurna, terus terang saya masih belum merasakan kelegaan yang seharusnya.'
"Nanti pasti terbiasa. Sabar, Neng..!!" Bujuk Bang Hara masih tetap berusaha untuk menahan diri.
"Buktinya Titis tidak hamil juga. Hasilnya masih tetap negatif." Kata Rintis.
Mendengar ocehan sang istri, mata Bang Hara membulat besar.
"Sebenarnya berapa banyak testpack yang kamu punya??" Tanya Bang Hara penasaran.
"Satu box. Isinya lima puluh." Jawab Rintis.
Bang Hara menepuk keningnya. "Niat sekali kau, Neng..!!"
Kini hati Bang Hara yang terasa tak karuan. Ulah sang istri tanpa sadar membuatnya berlomba dengan waktu.
'Kenapa mendadak aku jadi stress begini?? Rasanya malu setengah mati kalau istriku tidak juga hamil. Tapi aku harus bagaimana??? Aku pun tidak mungkin memaksa istriku, dia bisa takut dan trauma kalau terang-terangan mengajaknya. Jangankan mengajaknya untuk melakukannya, cara yang benar saja dia tidak paham.'
"Jadi kapan donk Om, Titis bisa hamil??"
Nyatanya pertanyaan Rintis membuat Bang Hara menjadi dua kali lipat lebih stress.
.
.
.
.
semoga lancar persalinan ya.. sehat ini dn baby ya.. 🤲🏼😍