Alinah seorang guru SD di kampungnya. Tidak hanya itu, Bahkan Alinah mengajak turut serta murid muridnya untuk menulis buku Antologi Alinah DKK. Alinah tidak memungut biaya sepeserpun atas bimbingan ini. Selain itu sosok Alinah juga sebagai seorang istri dari suami yang bernama Pak Burhan. Bagaimana aktivitas Alinah dalam keseharian itu akan terutang dalam buku ini. Alinah sebagai pendamping suami begitu sayang pada Pak Burhan. Bagaimana Alinah menjalani hari - hari selanjutnya tanpa ada Pak Burhan disisinya? Bagaimana pula Alinah meniti karir sebagai penulis novel? Simaklah buku ini untuk menatap dunia di luar sana .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mugiarni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Alinah Kehilangan Sosok Ibu
Sumber gambar dokumen pribadi Mugiarni
Kenangan Masa Lalu
kehilangan seseorang yang kita cintai untuk selama-lamanya tentu akan menggores luka yang mendalam di ruang batin bagi yang ditinggalkannya. Bahkan rasa sakit yang tertanam setelah kehilangan orang yang kita cintai tak akan sirna hingga hayat masih dikandung badan.
Tak peduli pada siapapun itu, bocah kecil, remaja, orang tua bahkan pada seorang yang telah berlanjut usia sekalipun.
***
Ketika Ibu telah menghembuskan nafas terakhirnya, dunia ini seakan - akan runtuh. Bagai bencana alam yang datang tiba – tiba, meluluh lantahkan tempat kita berpijak. Yang tersisa adalah puing – puing kehancuran dan menyisakan kesedihan yang tak bertepi. Duka lara. Isak tangis menjadi goresan warna yang beraneka ragam penuh makna. Kehidupan Alinah berbalik seratus delapan puluh derajat. Diam terpaku. Menatap langit biru berawan bagai kapas. Disanalah seolah ada cerita tentang keberadaan Ibunya saat itu. Suatu cerita yang melukiskan seorang Ibu yang ia cintai, tak pernah luntur dari goresan warna - warni dari sejuta kasih sayang yang kami punya. Terkenang dengan seluruh pesona Ibu yang telah menemani hari – hari dengan rasa bahagia. Berbagi kisah penuh canda dalam keseharian.
Dalam kondisi sedih kehilangan seorang Ibu, Pak Burhan membesarkan hati Alinah.
“Sabar, Sayangku” Pak Burhan membesarkan hati Alinah.
Alinah terus menangis.
Pak Burhan memeluk Alinah erat- erat seraya berkata,”Kalau menangis itu bisa mengurangi rasa sedihmu, tak apalah” Pak Burhan membelai rambut Alinah dalam peluknya.
Seiring berjalannya waktu. Tangis pun reda.
“Duduk dulu ya, Aku mau buat teh manis hangat,” Pak Burhan melepaskan pelukannya.
Kemudian Pak Burhan mengayunkan langkah kaki menuju dapur untuk membuat dua gelas teh manis.
Tidak menunggu lama Pak Burhan membawa dua gelas teh manis. Lalu diletakkan di meja.
Alinah dan Pak Burhan menikmati segarnya teh manis.
**”
Masa berkabung Alinah telah berlalu.
Alinah kembali ke aktivitas hariannya.
Dia kembali ingat dengan sosok Bu Riri tetangganya itu.
Apakah Bu Riri memang sifat nya seperti itu?
Rasa kecewa atas sikap acuh tak acuh dari Bu Riri terpendam cukup lama di dalam hati Alinah. Meski untuk saat ini Alinah sebenarnya sudah memiliki kemajuan di dalam bersikap dan bertindak.
Dahulu bila Alinah merasa kecewa dengan sikap seseorang maka dia seratus persen akan berusaha menghindarinya. Meski dirinya berpapasan dengan orang yang telah membuatnya kecewa sudah dapat dipastikan kalau Alinah tidak akan ada "tegur sapa" Alinah akan mengunci mulutnya rapat-rapat.
Tapi sekarang perubahan itu telah ada pengalaman yang membuat dia justru merasa kecewa akibat "curhatnya" sedikit banyak membuat efek "jera" bagi Alinah.
Betapa inginnya Alinah untuk bisa menjadi sosok yang tegar dalam menjalani kehidupannya. Agar dirinya tak mudah curhat kepada orang lain.
Akan tetapi untuk bermetamorfosis butuh sebuah proses dan perjalanan hidup yang cukup panjang dan keinginannya untuk menjadi pribadi yang dewasa sangat kuat pada diri Alinah.
***
Matahari condong ke arah barat, namun suasana di warung goreng- gorengan dekat tempat tinggal Alinah tidaklah terlalu ramai.
Sekadar untuk mengusir rasa penat, Alinah mengayunkan kan langkah menuju ke warung dekat tempat tinggalnya. Warung itu lebih dikenal dengan sebutan "warung Mbak Warti" lalu Alinah memesan teh hangat.
Mbak Warti itu orangnya supel, usia Mbak Warti sepuluh tahun lebih muda dari Alinah. Setelah menyeruput teh hangatnya, tubuh Sakinah berkeringat "segar" Alinah berkata lirih.
"Nggak ngajar Bu...?" tanya Mbak Warti.
"Nggak. saya lagi ada gangguan lambung", Alinah mengambil bakwan jagung yang ada di nampan. Masih terasa hangat, Mbak Warti baru saja mengangkat bakwan itu dari penggorengan.
"Bu ini cabainya..."
"Waduh, Mbak Warti memang pengertian, tahu saja kalau aku lagi orangnya nyari-nyari tapi meskipun makan cabe rawit, aku menggigit hanya pucuknya saja jadi rasa cabenya tidak terlalu pedas". sangat cabe rawit
Alinah merasakan badan nya hangat setelah menikmati teh manis hangat dan bakwan hangat plus cabal rawit. Sementara itu Mbak Warti masih melanjutkan menggoreng bakwannya,
Sesaat kemudian Mbak Warti membuka topiknya.
"Lesu amat Bu...?"
"Siapa yang lesu Mbak?"
"Bu Alinah, saya perhatikan dari tadi wajahnya sepertinya kusut banget, apalagi yang dipikirin bu?". Mbak Warti mengamati Alinah. Dia menikmati betapa gurihnya rasa bakwan itu.
"Mbak Warti orangnya masih muda tapi di dalam menjalankan roda kehidupan, jauh lebih tegar. Apa sih resepnya?". Alinah meraih gelas minumnya, lalu menyeruput air minumnya.
"Kalau saya sih Bu ... yang penting di dalam menjalani hidup ini harus ikhlas, apapun kondisinya baik suka maupun duka". Mbak Warti bolak-balikan bakwan gorengannya. Warti mengusap-usap kepala bocah kecil yang sedang menunggu bakwan gorengannya.
"Iya sih... Mbak Warti aku juga ingin bisa begitu tapi belum bisa" sahut Alinah pelan. Suasana hening sesaat sesekali terdengar suara motor menderu.
"Mbak Warti, Bu Riri itu orangnya gimana sih. .. ya? Menurut aku kan sering ngobrol sama Bu Ririi, ihh nggak tahunya pas aku curhat Bu Riri menanggapinya ketus banget... sama sekali tidak menyangka kalau Bu Riri akan bersikap seperti itu". Alinah mendesah. Menghela napas panjang, Mbak Alinah belum sempat menjawabnya tiba-tiba dari belakang warung muncul Mbak Nur, Mbak Nur itu kakak perempuan Mbak Warti.
Rupanya dari tadi mbak Nur mendengarkan percakapan Mbak Warti dan Alinah.
"Oh... Ibu belum tahu ya?, Bu Riri itu kalau ngomong, sana - sini. Kalau ngomong sama Bu Riri hati- hati Bu!" mbak Nur memberi saran kepada Alinah. Seketika itu Alinah terperangah. Mbak Warti menoleh ke arah Alinah. Mbak Warti orangnya sangat netral dan banyak disukai orang.
"Makanya pemuda-pemuda disini pada nggak suka sama Bu Ririi", lanjut mbak Nuri. Dari keterangan mbak Nur tentang sifat Bu Riri rupanya Alinah ngin tahu lebih banyak tentang sifat Bu Riri.
"Pemuda-pemuda di sini kurang suka sama Bu Riri memangnya kenapa?".
"Itu loh Bu katanya sorot mata Bu Riri menyimpan sejuta kedengkian"
"Oh ya ya ... saya baru saja ingat kalau diperhatikan memang sorot mata Bu Riri makna kebencian". Alinah manggut-manggut.
"Iya Bu, makanya sekarang Ibu harus hati-hati", Mbak Nur mengulang pesannya kembali.
"Doakan ya. supaya aku bisa menjadi orang yang sabar ya", pinta Alinah.
Alinah mengorek keterangan tentang Bu Riri itu semata-mata hanya untuk kepentingan dirinya.
Betapapun Alinah tidak akan membicarakan kejelekan Bu Riri kepada siapapun. Alinah mengorek keterangan itu hanya untuk menentukan sikap nantinya jika menghadapi Bu Riri.
Lebih dari itu Alinah menyikapi bahwa Bu Riri adalah manusia biasa di samping punya kekurangan pasti Bu Riri jauh lebih banyak memiliki sifat baik lainnya. Taat beribadah gemar bersedekah.
Mampir juga ya kak ke cerita aku, mari saling mendukung sesama penulis baru. Jangan lupa like & komen nya🤗🤗💋