Daisy Moreland diusir dari rumah, dikhianati kekasih dan berakhir di ranjang bersama pria asing.
Berniat melupakan masalah yang terjadi, kedatangannya ke kelab malam justru menambah daftar panjang masalahnya.
Daisy terjebak menikah dengan Daren karena memiliki wajah yang sama persis dengan calon istrinya yang kabur.
Bagaimana bisa?
Bagaimana nasib Daisy selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembar identik
Kedatangan Daren membuat Daisy bernapas lega karena intimidasi dari Donovan.
“Kau sudah lama?” tanya Daren.
“Tidak. Aku baru sampai dan langsung ke mari,” jawab Donovan, tetapi tatapannya masih menilai ke arah Daisy.
“Daren, aku akan kembali ke kamar.”
Begitu Daisy menghilang, kedua pria itu berbicara serius.
“Ini rahasia.” Daren menekankan.
“Kau bisa percaya padaku.”
Mereka seumuran. Saling mengenal sejak masih bayi hingga sekarang menjadi ipar.
“Kau mengingat kecelakaan yang terjadi dua belas tahun lalu?” tanyanya.
“Hanya samar. Kenapa?” Donovan heran. Terlihat jelas dari keningnya yang berkerut dalam.
Daren menatap serius. “Papa bilang Della kembar. Benarkah?”
“Kau tak mengingatnya?”
Daren kesal dengan pertanyaan Donovan. Jika dia bisa mengingatnya sendiri, untuk apa bertanya.
“Jelaskan saja.”
“Della memang kembar. Namanya Deasy, mereka kembar identik sehingga memiliki wajah yang serupa. Tapi mereka memiliki warna mata yang berbeda jika diperhatikan lebih dalam.”
Donovan terus menjelaskan tentang sosok kembaran yang dimaksud. Namun, tiba-tiba dia terhenti sambil menatap tajam penuh selidik.
“Jangan-jangan ....”
Donovan menatap tak percaya. Tidak mungkin seseorang yang telah mati hidup kembali di waktu yang berbeda.
*
Daren kembali ke kamar dan melihat istri kecilnya tengah berguling-guling di atas ranjang sambil tertawa renyah. Sebuah suara yang hampir tak pernah dia dengar saat bersama dengan Della.
Bruk
Daisy jatuh dari atas ranjang dengan keras hingga dia menggerutu kesal.
“Kekanakan,” cibir Daren.
“Kau pria tua.”
“Umurku baru 32 tahun.”
“32 tahun kau bilang baru? Aku bahkan baru 20 tahun. Aku ini masih anak kecil.”
“Anak kecil yang sudah bisa membuat anak.”
Daisy terkekeh. “Kau benar juga. Tapi aku tidak mau hamil, aku masih kecil, masih ingin melanjutkan kuliah dan mengejar impian.”
“Memangnya apa mimpimu?”
“Aku ingin menjadi desainer.”
Daisy mengatakan bahwa dia berkuliah di salah satu universitas, jurusan fashion design dan sudah memasuki semester empat.
“Kau bisa melanjutkan kuliahmu.” Perkataan Daren membuat Daisy yang tadinya menunduk segera mengangkat wajah.
“Benarkah? Kau yakin?” tanyanya tak percaya.
“Mau atau tidak. Jika tidak, aku tidak akan rugi. Uangku tidak akan berkurang untuk membiayaimu.”
“Kau perhitungan sekali. Aku mau, tapi bagaimana dengan identitasku?”
“James akan mengurusnya nanti.”
“Terima kasih.”
Mata Daisy berkaca-kaca. Walaupun Daren terlihat dingin dan galak, tetapi dia lebih baik dari mantan kekasihnya. Patrick Giovani.
Ah mengingat pria itu membuat Daisy menjadi sedih dan marah.
Seandainya saja pria itu tak mengkhianati, dia tak akan pergi ke kelab dan berakhir di tempat ini. Dipaksa menikah dan harus bersandiwara menjadi orang lain.
*
Lama-lama Daisy sudah biasa menjalani kehidupan barunya. Dikelilingi oleh para pelayan yang setiap hari selalu memperhatikannya, dilimpahi kasih sayang dari kedua orang tua yang utuh, memiliki seorang kakak yang menyayangi. Hidupnya benar-benar terasa sempurna, tetapi dia sadar bahwa kehidupan ini bukanlah miliknya. Apa yang dia jalani adalah kehidupan palsu, dia hanya pengganti.
“Kenapa Anda melamun?” tanya Raina mengejutkan.
“Bukan apa-apa,” jawab Daisy.
Raina masih melatih Daisy atas perintah Daren. Setidaknya sampai wanita itu benar-benar siap untuk bisa menjaga dirinya sendiri.
“Nyonya, boleh saya bertanya?”
Daisy menoleh dan menaikkan alis, seolah menunggu pelayan pribadinya itu melanjutkan.
“Mengapa Anda takut dengan suara tembakan?”
Bingung harus menjawab apa, karena sejujurnya dia sendiri tidak mengerti alasannya. Dia hanya takut saja, tetapi jelas ketakutan itu memiliki pemicu.
“Entahlah ....” Mengangkat bahu tanda menyerah.
“Anda pernah mendengarnya atau mengalami hal menegangkan sebelumnya?”
“Tidak juga. Aku lupa, bahkan memori masa kecilku saja aku tidak mengingatnya,” jawab jujur Daisy.
“Bagaimana bisa? Apa Anda mengalami benturan dan amnesia?”
“Aku tidak tahu, Raina. Berhenti bertanya!” Daisy enggan membahasnya lagi. Selain karena dia benar-benar tidak tahu, jika mencoba mengingat kepalanya akan terasa sangat nyeri.
Begitu latihan selesai, Daisy memutuskan mengistirahatkan tubuh sejenak sebelum akhirnya kembali ke kamar dan membersihkan diri.
*
Donovan sengaja menemui Daren di kantornya. Pria itu menyelidiki siapa saja pria yang pernah dekat dengan adiknya. Namun, tak satupun dari mereka pernah berhubungan dengan Della lagi. Bertanya pada teman-teman pun sama saja, mereka mengatakan Della terlalu tertutup dan jarang bercerita.
“Dia memiliki kalung yang sama dengan milik Della,” kata Daren.
“Kau bisa melihatnya, di dalam kalung tersebut tersemat nama pemiliknya. Aku bukan tidak percaya, tapi kalung semacam itu bisa saja di replika.”
Daren mengangguk menyanggupi. “Bagaimana dengan Papa dan Mama? Kau sudah memberitahunya?”
“Itu belum pasti. Aku tak ingin mereka terlalu berharap, tapi berakhir kecewa.”
James belum memberikan kabar apa pun, tandanya sampai detik ini pria itu belum menemukan tanda-tanda keberadaan Della. Bisa saja dia menurunkan Black Eagle untuk mencari, tetapi itu terlalu riskan untuk keselamatannya.
“Aku sedang mengusahakan mencari keberadaan kedua orang tua Daisy. Mereka kunci yang bisa menjelaskan siapa sebenarnya Daisy.”
Donovan mengangguk. Dia pamit pergi setelah urusannya bersama adik iparnya selesai.
Meski baru pertama bertemu dengan Daisy, Donovan merasakan perasaan yang begitu dekat.
Apa itu artinya Daisy memang Deasy sang adik yang telah dinyatakan tiada?
*
“Apa yang kau lakukan?”
Suara dingin itu membuat Daisy terkejut. Dia memekik dan menutup laptopnya dengan cepat. Tak ingin jika pria itu melihat apa yang tengah dia lakukan. “Tidak ada. Aku hanya menonton serial kartun. Lucu sekali,” bohongnya.
“Benarkah?” Daren mendekat dan duduk di samping Daisy yang terlihat gugup. “Kau tidak menyembunyikan apa pun, kan? Jika kau berani merencakan sesuatu atau berniat melarikan diri lagi dan membuat masalah, aku tak akan lunak lagi padamu.” Suara Daren penuh peringatan, membuat siapa pun yang mendengarnya bergidik ngeri.
“Bagaimana dengan identitasku? Cuti kuliahku sudah akan habis.”
“Setelah identitasmu selesai, James akan langsung mencarikan universitas lain untukmu.”
“Tidak mau. Aku akan tetap berkuliah di tempat sebelumnya.”
“Alasannya?”
“Aku sudah nyaman di sana. Lagi pula ke mana aku harus pindah? Ke tempat yang sama dengan calon istrimu? Atau kau juga ingin meminta menggantikan calon istrimu untuk belajar di sana?”
Daren menggeleng. Jelas jawabannya adalah tidak, karena Della tidak mau melanjutkan pendidikan dengan alasan lelah jika otaknya harus dipaksa berpikir.
Saat akan beranjak, Daren ingat pesan Donovan. Dia langsung mengatakannya pada Daisy untuk menunjukkan kalung itu. Kalung yang pernah dia lihat tergantung di lehernya.
Ternyata Daisy sudah melepaskannya. Dia tidak memakainya setiap hari karena tergoda oleh perhiasan yang dibelinya sendiri.
“Kalung ini sudah kupakai sejak lama, mungkin sejak aku kecil. Aku lupa tepatnya. Memangnya kenapa?” Daisy mengulurkan kalung dengan liontin berbentuk merpati.
Begitu Daren menerimanya, pria itu langsung berusaha membuka liontinnya.
“Itu tidak bisa dibuka, Daren.”
Tak mengindahkan, pria itu tetap berusaha membukanya. Pikirnya karena sudah lama dan tak pernah dibuka, makanya manjadi sulit.
Beberapa menit berusaha akhirnya liontin itu terbuka. Daren segera membawa liontin itu untuk lebih dekat dan mencari apa yang diinginkan.
Deg
Tatapannya jatuh pada sebuah ukiran cantik yang ada di dalamnya. Sangat kecil hingga tak terlalu terlihat jelas jika hanya dipandang sekali.
Deasy HR ....
To Be Continue ....
mati terhormat ditangan orang jahat
bukan mati kelaparan sebagai gelandangan... ahay
kalo mau nafsu makan... pesen aja nasi liwet.. ikan asin.. lalapan.. jangan lupakan pete sama jengkol ya