NovelToon NovelToon
Find 10 Fragments

Find 10 Fragments

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Spiritual / Sistem / Penyeberangan Dunia Lain / Peradaban Antar Bintang / Kultivasi Modern
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: GM Tyrann

Season 2 dari I Don't Have Magic In Another World

Ikki adalah seorang pria yang memiliki kekuatan luar biasa, namun terpecah menjadi 10 bagian yang tersebar di berbagai dunia atau bahkan alam yang sangat jauh. Dia harus menemukan kembali pecahan-pecahan kekuatannya, sebelum entitas atau makhluk yang tidak menginginkan keberadaanya muncul dan melenyapkan dirinya sepenuhnya.

Akankah dia berhasil menyatukan kembali pecahan kekuatannya, dan mengungkap rahasia di balik kekuatan dan juga ingatan yang sebenarnya? Nantikan ceritanya di sini.

up? kalo ada mood dan cerita aje, kalo g ada ya hiatus

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GM Tyrann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 10 - Kembali ke sekolah setelah libur panjang

Aku yang keluar dari dalam portal bersama pria kurus dengan tubuhku yang penuh dengan darah. Aku meminta pria kurus untuk tetap diam tentangku dan menyuruhnya untuk pulang ke rumahnya.

Pria kurus itu mengangguk. "Terima kasih!" Dia pergi berlari keluar dari gang kecil itu.

Aku juga pergi setelah melihat portal menghilang, lalu menghabiskan waktuku dengan berlatih fisik sampai hari sekolah tiba.

\[Total Strength yang meningkat sebanyak 21\]

\[Total Agility yang meningkat sebanyak 9\]

\[Total Endurance yang meningkat sebanyak 13\]

\[Total Magic yang meningkat sebanyak 65\]

\[Total Stamina yang meningkat sebanyak 42\]

Tanggal 2 September...

Setelah liburan musim panas yang panjang, aku merasa campuran antara kegembiraan dan nostalgia saat aku berjalan menuju sekolah. Hari ini adalah hari pertama aku kembali ke SMP kelas tiga, tahun terakhir sebelum lulus.

"Aku sudah pernah sekolah SMP sebelumnya dan aku kembali lagi kesini."

Ketika aku masuk ke dalam kelas, aku merasakan sedikit kebingungan. Wajah-wajah yang dulu aku kenal dari dalam ingatan kini tampak sedikit berbeda; beberapa telah tumbuh lebih tinggi, ada yang memotong rambut mereka, dan ada juga yang tampak lebih dewasa.

Ketua kelas, seorang pria berambut merah yang penuh semangat, langsung menyapaku dengan senyum lebar. "Ikki! Selamat datang kembali! Bagaimana liburan musim panasmu?" tanyanya dengan antusias.

Aku tersenyum dan mengangguk. "Lumayan, banyak hal yang terjadi," jawabku singkat.

Beberapa teman kelas lainnya segera mengerumuni ku, menanyakan kabar dan apa yang aku lakukan selama liburan. Para gadis di kelas itu tidak bisa menahan diri untuk tidak memuji model rambut baru ku yang membuatku terlihat lebih tampan dari biasanya.

"Ikki, rambutmu keren banget sekarang!" kata salah satu dari mereka dengan kagum.

"Kamu jadi terlihat lebih dewasa," tambah yang lain.

Aku hanya tersenyum malu-malu, merasa sedikit canggung dengan perhatian yang mendadak ini. Aku merasa cukup populer saat kembali menjadi muda.

Tak lama kemudian, Riki dan Shun masuk ke kelas. Riki, dengan tubuhnya yang besar dan suaranya yang lantang, segera menarik perhatian. Shun, yang pendek dan kurus dengan rambut putih pendeknya, berjalan di sampingnya. Ketua kelas menyapa mereka dengan semangat yang sama.

"Riki, Shun! Bagaimana liburan kalian?" serunya.

Namun, tanggapan dari teman-teman kelas lainnya tidak sehangat itu. Meskipun tidak ada yang membenci mereka secara berlebihan, banyak yang merasa tidak nyaman dengan kebiasaan Riki yang berisik dan Shun yang terlalu banyak menghayal. Meskipun begitu, aku tahu bahwa mereka sebenarnya adalah teman yang menyenangkan jika kita bisa menerima keunikan mereka.

Riki langsung berbicara dengan suara keras, menceritakan betapa menyenangkannya liburan musim panasnya dengan antusias. "Aku pergi ke pantai, banyak berenang dan makan es krim! Itu luar biasa!" katanya dengan senyum lebar, meskipun beberapa teman kelas tampak agak terganggu dengan suaranya yang keras.

Shun, di sisi lain, mulai bercerita tentang petualangan imajinasinya. "Kalian tidak akan percaya, aku menemukan tempat rahasia di hutan! Rasanya seperti masuk ke dunia lain," katanya dengan mata yang bersinar.

Meski tidak semua teman kelas tertarik dengan cerita mereka, aku merasa bahwa kedua temanku itu membawa warna tersendiri di kelas. Mereka mungkin berisik dan suka berkhayal, tetapi mereka juga jujur dan penuh semangat.

Saat obrolan di kelas berlanjut, topik beralih ke sekolah yang ingin mereka masuki setelah lulus nanti. Teman-teman kelas ku mulai berbicara tentang sekolah menengah yang mereka incar, ada yang ingin masuk ke sekolah umum dan ada juga yang tertarik dengan sekolah khusus.

"Ikki, kamu mau masuk sekolah mana setelah lulus nanti?" tanya salah satu teman sekelasnya.

Aku merenung sejenak. "Aku masih memikirkannya. Banyak pilihan yang menarik, tapi aku belum yakin mana yang terbaik untukku," jawabnya dengan jujur.

Aku sudah pernah memikirkan tentang ini selama musim panas, aku akan masuk ke sekolah khusus, dimana para murid akan belajar sihir, teknik berpedang, seni beladiri, dan masih banyak lagi.

Obrolan terus berlanjut dengan antusiasme yang tinggi. Meskipun ada perbedaan dalam preferensi dan kepribadian, mereka semua saling berbagi mimpi dan harapan untuk masa depan. Kelas itu mungkin penuh dengan keunikan masing-masing individu, tetapi pada akhirnya, mereka adalah satu kesatuan yang saling mendukung.

Bel masuk berbunyi dan para murid kembali ketempat duduknya masing-masing.

Setelah pelajaran dimulai, aku dengan tekun mencatat dan mendengarkan setiap instruksi dari guru. Pagi itu, guru mereka mengumumkan sesuatu yang sangat dinantikan oleh banyak siswa, yaitu festival olahraga yang akan diadakan bulan depan.

"Anak-anak, perhatikan baik-baik," kata guru mereka dengan suara yang serius namun bersemangat. "Festival olahraga akan dimulai bulan depan. Persiapkan diri kalian dengan baik, karena ini adalah kesempatan untuk menunjukkan semangat olahraga dan kerja sama tim!"

Aku merasakan gelombang kegembiraan melanda kelasnya. Festival olahraga selalu menjadi acara yang dinantikan oleh semua siswa. Ketika bel istirahat berbunyi, aku beranjak dari kursi dan berjalan menuju kantin bersama Riki dan Shun. Di tengah perjalanan, mereka bertemu Chris yang berada di kelas lain.

"Hei, Chris!" sapa ku.

Chris, dengan senyum khasnya, menjawab, "Hei, Ikki! Apa kabar? Sudah dengar soal festival olahraga bulan depan?"

"Tentu saja," jawab ku sambil tersenyum. "Kita baru saja diberitahu."

Mereka berempat tiba di kantin dan mulai memesan makanan. Aku memesan sepiring nasi goreng, Riki dengan semangat memesan porsi besar ramen, Shun memilih sandwich dan jus, sementara Chris memesan kari Jepang.

Saat mereka duduk di meja kantin, Chris tiba-tiba mengusulkan sesuatu. "Bagaimana kalau kita bertaruh sedikit untuk festival olahraga nanti?" katanya dengan nada penuh tantangan. "Kelas kita bertanding, siapa yang menang?"

Riki langsung merespons dengan suara keras, "Tentu saja kelas kita yang akan menang! Kita pasti bisa mengalahkan kalian semua. Ya kan, sobat?" Riki melihat kearah ku.

Shun, yang biasanya lebih tenang, ikut-ikutan menambahkan, "Kelas kita pasti menang! Aku sudah punya strategi untuk itu."

Aku hanya tersenyum samar. Aku tahu bahwa meskipun Riki atletis, dia sering terlalu gegabah. Shun, di sisi lain, memang cerdas tetapi tidak begitu pandai dalam olahraga. Kenangan tentang festival olahraga tahun lalu tiba-tiba melintas dalam pikiranku. Saat itu, Riki yang penuh semangat malah berlari ke arah yang salah di lomba lari estafet, membuat kelas mereka kalah telak.

Dengan nada bijak, aku berkata, "Kita lihat saja nanti. Yang penting kita harus latihan dan bekerja sama dengan baik."

Chris tertawa mendengar komentar ku. "Tentu, tentu. Kita semua harus berlatih keras. Tapi aku yakin ini akan menjadi festival yang seru."

Obrolan mereka berlanjut dengan tawa dan canda. Mereka berbicara tentang strategi, latihan, dan acara yang paling mereka tunggu-tunggu di festival olahraga. Meskipun ada persaingan di antara mereka, aku tahu bahwa persahabatan adalah sesuatu yang paling penting.

Aku merasa sangat senang saat itu, aku tidak tahu kenapa. Apa mungkin karena aku terlalu lama berada di neraka hanya untuk mengambil pecahan kedua lalu mendapatkan misi utama.

Setelah makan, mereka kembali ke kelas masing-masing. Aku kembali ketempat duduk melihat jam yang sebentar lagi menandakan masuk kelas.

Setelah istirahat selesai, suasana kelas kembali serius ketika guru matematika mereka masuk. Hari itu, guru mereka, membawa sebuah pengumuman yang mengejutkan.

"Baik, anak-anak," kata guru matematika dengan nada tegas, "kita akan mengadakan ujian dadakan."

Sontak, seluruh kelas menjadi riuh. Para siswa mulai berbisik dan protes terdengar di seluruh ruangan. "Ujian dadakan? Sekarang?" keluh salah satu siswa.

Namun, sebelum protes mereka berlarut-larut, guru matematika menekan membagikan solanya lewat tombol pada tablet di mejanya, dan seketika soal ujian muncul di tablet di meja masing-masing siswa.

Siswa-siswa mulai membaca soal-soal ujian dengan ekspresi campuran antara kebingungan dan frustasi. Aku, duduk di tempat dengan tenang, mulai membaca soal sambil menggaruk-garuk kepala. Di sampingku, Riki tampak santai dan dengan cepat mulai mengerjakan soal-soal tersebut.

Riki langsung mengerjakan soal yang ada dan mengirimnya ke guru matematika, namun saat guru memeriksanya dia mendapat nilai nol besar. Namun, ekspresi santai itu berubah drastis ketika guru matematika memanggilnya ke depan kelas setelah dia menyelesaikan ujiannya.

"Riki," kata guru matematika dengan nada tegas, "jawabanmu salah semua. Sebagai hukuman, kamu harus membersihkan jendela sebelum kelas berakhir."

Riki mengangguk dengan wajah bodohnya. Seperti dia tidak tahu apa kesalahan yang dia lakukan, sementara beberapa siswa lain tertawa kecil di belakangnya. Shun, di sisi lain, tampak sangat stres. Wajahnya pucat dan tangannya gemetar saat mencoba memahami soal-soal yang muncul. Dia tidak menyangka akan ada ujian dadakan dan jelas tidak siap.

Di sudut lain kelas, ketua kelas tampak tenang dan fokus. Dengan teliti, dia mengisi jawaban sambil menghitung. Ketua kelas ini dikenal cerdas, berada di peringkat ke-5 di angkatannya, dan terlihat sangat percaya diri menghadapi soal-soal matematika.

Sebagian besar murid lain terlihat sama stresnya dengan Shun. Mereka bergulat dengan soal-soal yang sulit, mencoba yang terbaik untuk mengingat pelajaran yang telah mereka pelajari.

Namun, aku berbeda. Aku sudah pernah kuliah, menghadapi banyak soal matematika yang sulit dan kembali ke SMP? Jangan bercanda denganku, pelajaran ini sangat mudah.

Aku membaca soal-soal dengan cermat, mengerjakannya dengan penuh konsentrasi. Dalam waktu hanya 20 menit, aku telah menyelesaikan semua soal ujian dan mengirim jawabannya pada guru matematika.

Guru matematika mengerutkan kening, sedikit terkejut. "Ikki, kamu sudah selesai?"

"Ya, Pak," jawab aku dengan tenang.

Guru matematika memeriksa jawaban milikku, dan matanya melebar saat melihat hasilnya. "Nilai sempurna," gumamnya, hampir tidak percaya. "Ikki, kamu menyelesaikan ujian ini hanya dalam 20 menit dan mendapatkan nilai sempurna. Luar biasa!"

Seluruh kelas terdiam, semua mata tertuju pada ku. Ketua kelas, yang biasanya tenang dan terkendali, tidak bisa menahan diri untuk tidak memuji.

"Hebat, Ikki! Kamu benar-benar jenius," katanya dengan kagum.

Teman-teman kelas lainnya juga tampak terkejut dan mulai memberikan tepuk tangan. Riki, yang sedang membersihkan jendela, berhenti sejenak dan tersenyum lebar. "Itu baru sobatku!" serunya dengan bangga.

Shun, meski masih stres, tidak bisa menahan senyumnya. "Keren, Ikki," katanya pelan.

Kalian itu terlalu berlebihan, jika bukan karena aku berasal dari dunia lain dan masuk ke perguruan tinggi, aku juga tidak akan bisa mengerjakan soal ini dengan cepat dan sempurna.

Sekolah berakhir dan matahari mulai tenggelam di ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat jingga dan merah. Suasana sore itu terasa nyaman dan hangat. Saat para siswa mulai bergegas pulang, Riki mendekati aku, Shun, dan Chris dengan senyum lebar di wajahnya.

"Hei, bagaimana kalau kita makan dulu sebelum pulang?" ajaknya dengan semangat. "Aku tahu tempat ramen yang enak banget, kalian harus coba!"

Aku, Shun, dan Chris saling bertukar pandang sejenak sebelum mengangguk setuju. Mereka mengikuti Riki berjalan melewati jalan-jalan yang mulai lengang. Riki terus berbicara sepanjang jalan, menggambarkan betapa lezatnya ramen di tempat langganannya.

'Ya, ya, kamu sudah berbicara itu puluhan kali dan terus mengulanginya!' Aku dalam hatiku, kesal karena mendengar kata-kata yang diulang berkali-kali.

Shun tampak terganggu dan berteriak pada Riki. "Berisik woi, kamu sudah mengulang enak, lezat dan lain-lain. Tujukan saja jalannya!"

Riki membalas perkataan Shun. "Hah? Aku kan hanya memberi tahu bahwa tempat ramen itu sangat enak sampai tidak bisa disebutkan oleh kata-kata!"

"Berhenti, kalian menggangu orang lain," kataku dengan tenang.

Setelah beberapa menit berjalan, mereka tiba di depan sebuah kedai ramen yang sangat besar. Bangunan itu tampak megah untuk ukuran sebuah kedai ramen, dengan pintu kayu besar yang dihiasi lampion merah di kedua sisinya. Aroma harum ramen langsung menyerbu indera penciuman mereka begitu mereka mendekati pintu.

Aku, Shun, dan Chris tampak terkesima melihat ukuran kedai ramen tersebut. Shun, yang penasaran, tidak bisa menahan diri untuk bertanya. "Memangnya ada ramen yang seenak itu sampai kedainya sebesar ini?"

Riki hanya tertawa dan menepuk bahu Shun. "Tunggu saja sampai kalian mencobanya. Kalian pasti akan ketagihan."

Mereka memasuki kedai ramen dan disambut oleh suasana yang hangat dan ramai. Meja-meja penuh dengan orang-orang yang menikmati mangkuk ramen mereka dengan lahap. Mereka duduk di salah satu meja yang kosong dan segera memesan berbagai jenis ramen.

Tidak lama kemudian, mangkuk-mangkuk besar berisi ramen panas disajikan di depan mereka. Uap yang naik dari kuahnya, aroma kaldu yang kaya, dan tampilan yang menggugah selera membuat perut mereka semakin lapar.

Aku mengambil sumpit dan mulai mencicipi ramennya. "Wow, ini benar-benar enak," gumamku, terkesan dengan rasa yang lezat.

Chris mengangguk setuju sambil menyuapkan mie ke mulutnya. "Riki, kamu benar. Ini tempat ramen terbaik yang pernah aku coba."

Shun, meskipun awalnya ragu, kini terlihat menikmati makanannya. "Aku harus mengakui, ramennya memang enak."

Riki tersenyum bangga melihat teman-temannya menikmati makanan. "Aku sudah bilang, kan? Ini tempat favoritku."

Mereka berempat melanjutkan makan dengan obrolan ringan dan tawa. Keakraban mereka juga terasa sekali. Aku senang ada disini, pikirku dengan tatapan agak sedih.

Aku tidak akan lama berada di dunia ini, mungkin setelah aku mendapatkan ingatanku dari pecahan ketiga. aku akan mulai mencari pecahan yang lainnya sampai semuanya terkumpul lalu ingatan dan kekuatan sejati akan menjadi milikku.

Setelah selesai makan, mereka membayar dan keluar dari kedai dengan perut kenyang dan hati puas. "Terima kasih sudah mengajak kami ke sini, Riki," kataku sambil memegang perut yang sedikit membesar.

"Tidak masalah, sobat. Senang kalian suka," jawab Riki sambil tersenyum.

Mereka berjalan pulang ke rumah masing-masing, menikmati sisa-sisa kehangatan sore.

1
Vemas Ardian
njirr ngelunjak 😭😭
Ibrahim Rusli
sejauh ini keren sih Thor ...lanjut 🤘🏻🤪
Dhewa Shaied
cukup menarik hanya saja ad bbrpa bab yg paragraf nya berulang
Protocetus
izin promote ya thor bola kok dalam saku
GM Tyrann
Kalo kalian udah mulai baca terus ada nama MC dibagain sudut pandangnya padahal seharusnya Aku. Itu kesalahan penulisan, karena udah banyak jadi malas ganti, ada banyak sih pas sudut pandang MC seharusnya pake Aku dan Kami, tapi malah pake, nama MC, Dia dan Mereka.

Kalo dari sudut pandang karakter lain nama MC, y pake nama MC. Apa lagi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!