"Ayahmu masuk rumah sakit. Keadaannya genting kamu diminta untuk segera ke Jakarta"Eva membaca pesan masuk di ponselnya dengan kening berkerut.
Ting
Sebuah notifikasi tiket pesawat muncul di pesan selanjutnya, dalam waktu empat jam dari sekarang dia sudah harus di bandara.
Eva berusaha menghubungi nomor asing tersebut namun tidak diangkat. Dia juga berusaha menghubungi nomor ayahnya tapi nihil.
Setelah melakukan perjalanan hampir delapan jam, Eva mendapati ayahnya terbaring kaku diatas brankar rumah sakit ruang ICU dengan berbagai peralatan medis di sekujur tubuhnya.
"Ayah... Bangunlah, aku sudah datang menjenguk ayah..."Lirih Eva dengan bening kristal jatuh di pipinya, namun hanya keheningan yang menemani.
Seorang pria tinggi tegap dengan alis tebal dan wajah dingin yang ikut mengantar jenazah ayahnya berkata dengan suara dingin didepan pusara tepat disamping Eva.
"Kemasi barangmu kita pulang.."
"Kamu siapa?"Tanya Eva bingung
"Suamimu.."Jawabnya singkat lalu berbalik pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mitha Rhaycha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan Eva 3
Eva menatap kontrak Pernikahan di tangannya, dia mencoba berdamai dengan keadaan ini, mencoba menerima dan menghormati keputusan terakhir ayahnya, walau hidup dengan pria yang tidak kau sukai dan tidak menyukaimu sangat sulit namun dia berusaha untuk bisa menerima.
Bismillah saja, toh penghuni rumah ini tidak semuanya buruk, para pelayan pria itu memperlakukannya dengan baik. Bagi Eva dengan dekat bersama orang -orang yang selama ini hidup bersama ayahnya dia sedikitnya bisa bernostalgia.
Siapa tau dari mereka Eva bisa mendengarkan kisah hidup ayahnya yang selama ini tak pernah tinggal serumah dengannya.
Tok tok tok
Masih juga Eva mengetuk pintu sebelum masuk sebagai kesopanan. Pria yang beberapa waktu menghinanya di meja makan, kini tampak sibuk memeriksa dokumen bersama Riko si asisten yang dengan setia berdiri di sampingnya.
"Saya menambahkan dua poin..."Eva meletakkan kontrak di depan Aksa tanpa basa basi. Pria itu mendongak menatap wajah datar Eva, dia kembali merasa kesal.
"Kamu tidak ingin aku melarang mu beraktivitas di luar rumah?"Aksa memastikan "Dan kedua ini?"Aksa makin mengerutkan keningnya. Pada poin kedua, Eva meminta kepada Aksa untuk tidak memberikannya apapun.
"Apa menurutmu aku tidak sanggup menafkahi mu?" Aksa merasa tersinggung.
"Sama sekali bukan"Bantah Eva "Kita akan bercerai satu tahun lagi, kita hanya menikah secara kontrak, Tuan tidak perlu menafkahi saya " Terhadap makanan saja dia begitu perhitungan, bagaimana dengan yang lain? Batin Eva.
Dia tidak mau menambah hutang ayahnya terhadap pria ini.
Riko yang berdiri di samping Aksa terperangah, kalau di pikir-pikir poin kedua yang disebutkan sangat merugikan putri Irawan, mengapa dia menolak pemberian Aksa? Jika itu perempuan lain pasti akan menuntut materi yang banyak.
Putri Irawan memang tidak biasa. Puji Riko dalam hati.
"Tidak ada pengekangan, lagi pula aku tidak peduli dengan semua yang berkaitan denganmu"Aksa berucap sinis, salah sendiri menolak kebaikannya."Yang perlu kamu jaga hanyalah tidak membuat skandal yang akan merusak reputasi ku"
"Jangan khawatir" Eva mengangguk pasti dan pamit undur diri.
Sedikit mencibir dalam hati saat Aksa berkata tidak ada pengekangan. Lalu yang kemarin sore bersandiwara di hadapan Daniel siapa? Sarkas Eva.
"Dua hari lagi acara makan keluarga, persiapkan dirimu" Pesan Aksa tanpa melihat kearah Eva seolah tujuan kalimatnya bukan pada gadis itu.
"Saya mengerti" Eva mengangguk lalu berbalik pergi.
Eva kembali ke kamarnya untuk berganti baju, dia berniat untuk keluar rumah hari ini. Barang-barang yang di beli Aksa sudah dia total berdasarkan label harga di tiap satuannya, karena itu dia perlu mengambil uang tunai untuk mengembalikannya kepada Aksa.
Pria itu tidak mau memberi nomor rekeningnya, maka hanya bisa di kembalikan secara tunai.
"Tuan..."Riko ingin mengatakan sesuatu tapi tak berani melanjutkannya.
Aksa paham kearah mana tujuan kalimat Riko, di atas meja terdapat dua buah buku nikah yang baru saja di bawa oleh Riko, Aksa berniat memberikan satu kepada Eva, tapi urung di lakukan nya.
Dengan agak kesal, Aksa mengambil dua buah buku nikah itu dan melemparkannya kedalam laci.
Setelah itu, Aksa bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari ruang kerja. Riko mengikuti dari belakang, tanpa perlu bertanya kemana arah tujuan bosnya. Bekerja selama hampir sepuluh tahun, Riko sangat pandai membaca gestur tubuh bosnya meskipun pria itu tidak bicara.
Aksa dan Riko pergi menuju perusahaan, tak berselang lama Eva juga keluar dari rumah.
"Nyonya, mau kemana? Biar Pak Danar yang ngantar"Yanti yang kebetulan berada di teras depan menyapa Eva.
"Tidak perlu Bik, Saya sudah pesan taksi online"Jawab Eva ramah sambil menatap ponselnya.
"Tapi lebih aman jika di antar Pak Danar, Nya.."Yanti masih khawatir.
"Nggak pp Bik, Saya sudah bukan anak kecil lagi yang perlu di temani kalau keluar rumah"Sela Eva datar, "Nah... Tuh taksinya sudah datang.."Tunjuk Eva pada mobil yang terparkir di luar gerbang.
"Saya pamit ya Bik, Assalamu'alaikum"Pamit Eva
"Nyonya... Jam berapa pulang?"Eva berjalan menuju gerbang sambil menjawab Yanti.
"Tidak sampai sore Bik... Pergi dulu yaa..."Lalu Eva berbicara dengan satpam agar membuka gerbang.
Yanti masih menatap mobil yang melaju pergi membawa Eva, dia takut perempuan itu lari dan kembali ke Manado. Bukankah Tuan Muda selalu menindasnya? Siapa yang bisa tahan jika berhadapan dengan sikap dingin Tuan Aksa setiap hari?
Mereka saja sering kewalahan, jika tidak karena menyayangi Aksa seperti putra sendiri dia pasti sudah berhenti lama, tapi bagaimanapun juga sifat dingin dan ketus Aksa sudah bawaan dari anak-anak, mereka bisa memakluminya.
Tapi bagaimana dengan Eva?