Percintaan antara gadis konglomerat dari ibu kota dengan pria miskin pinggir desa. Hidup di daerah yang memandang kasta dan mengelompokkan orang sesuai kekayaan yang mereka punya, bagaimana kah mereka berdua akan bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09.Orang Asing Yang Tidak Aku Ketahui Namanya
"Besok kamu jadi ke pasar kan, Nak?" tanya Tuan Restofer sembari menikmati hidangan makan malam yang sudah tersaji di depannya. Laki-laki paruh baya itu terlihat sedikit melirik ke arah kursi yang ada di sebelahnya.
Saat ini keluarga besar Ferdanham minus Aldric sedang melakukan makan malam. Tadinya mereka makan dengan sangat lahap, tapi saat sang Tuan besar membuka obrolan, atensi semua orang langsung tertuju kepada laki-laki paruh baya yang duduk di meja paling ujung itu.
"Jadi. Bukankah waktu itu aku sudah memutuskan untuk mengurusi semua yang dibutuhkan di pesta perayaan ulang tahun perusahaan kita, Pa. Untuk acara sebesar ini, harus aku semua yang menanganinya. Bahkan untuk buah-buahan yang akan kita suguhkan. Aku yang akan turun langsung mencarinya." Terang dia, Sean Aaron Ferdanham, kakak tertua sekaligus kembaran dari Aldric Sancesh Ferdanham.
Jika kedua adiknya memiliki profesi mereka masing-masing, untuk Sean sendiri berbeda. Karena di keluarga ini dia terlahir sebagai anak tertua, jadi dialah yang akan meneruskan bisnis keluarga. Padahal, laki-laki itu juga punya cita-citanya sendiri seperti Aldric yang menjadi polisi dan Erland yang sudah mendapatkan gelar dokternya, Sena juga punya keinginan.
Namun, semua itu dia kubur dalam-dalam lantaran takdirnya memang harus menjadi seorang penerus. Dia tidak bisa menolak hal itu.
"Bagus, Sean. Keputusan yang kamu ambil sudah bagus," puji Tuan Restofer dengan nada bangga. Laki-laki itu terlihat melihat ke kursi yang ada di sebelah kanan Sean, "kalau begitu, kenapa kamu tidak ajak Lily sekalian? Bukankah kalian sudah tidak pernah lagi keluar rumah bersama?" imbuhnya memberikan saran dengan sebuah senyum.
Raut wajah Tuan Restofer terlihat semakin antusias. Jelas sekali, dia begitu senang saat memberikan saran seperti itu. Soalnya tadi pagi, tepatnya saat istrinya kembali dari pasar, dia mendapatkan sebuah cerita kalau anak perempuannya yang selalu saja berekspresi murung itu, terlihat sangat bahagia berada di pasar.
Sementara di sisi Lily. Dia yang saat ini duduk di tengah-tengah antara kakak pertama dan ketiganya itu, terlihat langsung menoleh ke arah Tuan Restofer. sorot mata gadis itu terlihat kaget bahkan, dia langsung menggelengkan kepala untuk menjawab saran yang ayahnya tadi berikan.
Sontak semua keluarga yang mendapati penolakan dari Lily, langsung terlihat melebarkan pupil matanya. Mereka tidak percaya kalau wanita itu akan berubah secepat ini. Padahal tadi pagi dia jelas-jelas terlihat sangat antusias, tapi malamnya gadis itu tiba-tiba berubah 180°.
"Kenapa? Apa kamu malu menemani Kakakmu ini?" tanya Sean yang sudah memandangi Lily dengan tatapan penuh selidik.
Lily kembali menggelengkan kepala. Gadis itu bahkan langsung membuat sebuah isyarat tangan, "Tidak, bukan begitu."
"Lalu alasannya apa?" tanya Sean kembali dengan raut yang dia buat sedikit marah. Sebenarnya, anak tertua itu sengaja memperlihatkan raut seperti itu dan dia tidak benar-benar sedang marah.
Lily yang mendengar pertanyaan itu kembali menggelengkan kepala untuk menjawab. Sepertinya dia tidak ingin memberitahukan alasannya kepada siapapun dan demi menyembunyikannya, Lily terlihat bergerak bangkit dari duduknya.
"Sepertinya makan malamku sudah cukup. Aku kembali ke kamar duluan," pamit Lily mengatakan itu dengan isyarat tangan. Wanita itu kembali tersenyum untuk mengatakan pamit sekali lagi dan setelahnya, dia benar-benar langsung berjalan pergi meninggalkan ruang makan tersebut.
Semua orang yang masih ada di meja makan saling memberikan tatapan penuh tanya, "Apa terjadi sesuatu dengannya saat di pasar?" tanya Tuan Restofer dengan menoleh ke arah Nyonya Rose yang duduk di sebelah kirinya.
"Tidak, seperti yang aku katakan tadi pagi. Semua baik-baik saja. Bahkan Lily terlihat tersipu malu saat kita dalam perjalan pulang," jelas Nyonya Rose yang juga terlihat kebingungan.
"Kalau begitu, apakah ada seseorang yang bisa mencari tahu semua ini?" tanya Tuan Restofer dengan raut wajah yang terlihat menyelidiki.
"Ada, tapi Kak Aldric saat ini sedang tidak ada di tempat. Sepertinya Kakak masih disibukkan dengan kasus pembobolan salah satu perusahaan tiga hari yang lalu." jawab Erland dengan balas menatap ke arah Tuan Restofer. Laki-laki itu terlihat mengelap mulutnya, lalu kemudian ikut bangkit dari duduknya, "aku juga harus pergi kembali ke rumah sakit sekarang. Terima kasih atas makan malamnya," imbuh laki-laki yang berprofesi sebagai dokter itu meninggalkan tiga keluarganya yang masih terlihat kebingungan.
***
Setelah berada di dalam kamar, Lily terlihat tengah duduk di sebuah sofa yang menghadap ke sebuah jendela besar yang malam ini terlihat masih terbuka dengan lebarnya.
'apa keputusan yang aku buat sudah benar?' batin laki-laki itu bertanya dengan kepala yang mendongak melihat ke langit yang malam ini nampak berkilau.
Wanita itu terlihat bergerak memindahkan rambut yang menutupi sisi kiri dan kanan wajahnya ke bagian belakang telinga, membuat alat dengar yang terpasang di area telinga menjadi terekspos.
Jujur, sebenarnya dia merasa sangat risih jika harus selalu membuat rambut panjangnya menutupi area telinganya, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Hal itu dia lakukan juga demi menyamarkan alat dengarnya.
Jika orang-orang melihat alat itu terpasang di telinganya, mereka tanpa mencari tahu pun bakalan tahu kalau Lily tidak sempurna. Itulah kenapa biarpun merasa risih, Lily tetap memposisikan rambutnya seperti itu.
Dia akan merasa bebas jika sudah ada di dalam kamar. Makanya, Lily jauh lebih suka berada di sini daripada berkeliaran ke luar seperti yang dilakukan oleh orang-orang normal.
'Aku sebenarnya ingin melihat bagaimana reaksinya saat mengetahui kekuranganku. Apakah dia akan bersikap sama seperti orang-orang yang jika sudah tahu, mereka akan langsung membully diriku? Atau dia justru adalah orang yang benar-benar berbeda?' batin Lily lagi dengan raut wajah yang sedih.
Alasan Lily menolak ajakan keluarganya tadi adalah ini. Dia tidak ingin bertemu lagi dengan Fahmi. Dia takut mendapati sikap berbeda dari laki-laki itu setelah membaca surat yang tadi pagi dia berikan.
Sebenarnya alasan Lily tidak memberitahukan langsung kepada laki-laki itu iyalah, dia takut kalau setelah mengatakan itu Fahmi langsung menjauh darinya. Wanita itu berpikiran begitu, karena dia pernah mencoba langsung jujur dan kalian tahu apa yang dia dapatkan?
Benar, setelah mengatakan itu dengan jujur, Lily langsung mendapatkan perundungan. Mulai dari sanalah dia menutup dirinya dan hidup bersembunyi dari orang-orang.
'padahal aku belum mengetahui namanya, tapi kesan terkahir yang aku dapatkan darinya tadi pagi sudah lebih cukup. Terima kasih karena sudah membantuku mendapatkan satu mimpi lagi di kehidupanku yang buruk ini,' batin Lily dengan sebuah senyum yang terlihat senang.
Wanita itu terlihat bergerak menurunkan pandangannya ke arah pangkuan. Di sana, dia mendapati sebuah buku berukuran cukup besar dengan sampul bertuliskan "My Dreams".
Lily terlihat mulai membaik sampul tersebut. Mengecek lembaran demi lembaran yang di mana di setiap lembar buku itu, berisikan mimpi-mimpi Lily yang ingin dia capai di kehidupannya ini.
Dari banyaknya lembaran buku itu, hanya empat lembar yang mempunyai isi. Akan tetapi, di malam ini isi dari buku itu akan bertambah menjadi lima. Tepat di lembaran yang tadinya kosong itu, Lily terlihat menuliskan satu hal lagi, yaitu "Friend".
Benar, setelah bertemu dengan Fahmi, pemikiran gadis itu berubah. Dia mulai kepikiran ingin menjalin sebuah pertemanan dengan seseorang di luar sana dan tidak lagi menganggap orang-orang yang ada di luar sama seperti yang pernah dia temui selama ini.
'terima kasih karena sudah memberikan aku satu mimpi lagi, wahai orang asing yang namanya tidak aku ketahui,' batin wanita itu dengan mendongak melihat ke arah langit yang malam ini terlihat bercahaya.