Gadis badas seorang Mahasiswi berprestasi dan pintar berbagai bahasa, harus berakhir koma karena orang yang iri dengki kepadanya.
Jiwanya masuk ke tubuh seorang istri bodoh, seseorang yang selalu mudah ditindas oleh suami dan mertua serta orang lain.
“Ck! Aku nggak suka wanita lemah dan bodoh! Haruskah aku balaskan dendam mu dan juga dendam ku?“ Tanya si mahasiswi pada wajah si pemilik tubuh yang dia masuki melalui cermin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Semakin Mengenal, Semakin Menarik.
Beberapa hari kemudian, di sebuah restoran dua keluarga sedang mengadakan makan malam bersama.
“Kita harus menentukan tanggal pernikahan, Jeng.“ Ujar Mama Sabrina pada Mama Alaric.
Mama Alaric tersenyum, “Tentu saja, Sabrina adalah menantu idamanku. Selain cantik, dia pintar juga sabar menghadapi sikap buruk putraku.“
Mama Alaric menggenggam tangan Sabrina, dia benar-benar menyukai Sabrina sebagai calon menantunya.
“Jadi kapan?“ tanya Papa Sabrina tak sabar ingin segera menyatukan dua keluarga, yang otomatis Sabrina bisa menjadi menantu satu-satunya keluarga Prabumulih karena Alaric adalah anak tunggal dan Sabrina tidak akan mempunyai saingan menantu lainnya.
“Aku nggak ingin cepat-cepat! Bukankah pengumuman di pesta, tanpa persetujuan dariku?!“ Alaric berkata tajam, bahkan dia menatap Sabrina dengan dingin.
Sabrina mulai gelisah, dia adalah tipe wanita yang percaya diri selama ini namun jika berhadapan dengan pria dingin seperti Alaric wanita itu merasa dirinya tak berharga.
“Kak Alaric akan menyesal menikah dengan kak Sabrina,“ celetuk Amira tiba-tiba.
Sontak saja semua atensi dari semua orang di meja makan mengarah padanya.
“Apa maksud mu, Amira?“ tanya Mama Alaric dengan wajah menyelidik.
“Jangan dengarkan dia, calon besan. Amira ini masih kecil, meksipun dia pintar dalam hal akademik tapi dia masih belum bisa berpikiran luas dalam hubungan.“ Cepat-cepat Tuan Candra angkat bicara, dia bahkan mendelik tajam pada putri bungsunya.
“Suamiku benar, Jeng. Amira ini masih labil, jangan di dengerin.“ Mama Sabrina tersenyum menenangkan.
Sabrina malah semakin salah tingkah, duduk dengan gelisah.
Amira tersenyum kecut, dia tau kakaknya mencintai pria lain. Seharusnya dia yang disandingkan dengan Alaric karena sejak lama dia sudah memendam rasa pada Alaric. Dia berjanji sebelum pernikahan terjadi, dia akan menghancurkan hubungan kakaknya dengan pria idaman nya itu.
Makan malam pun kembali di lanjutkan, namun suasana malah terasa canggung.
“Sabrina, aku minta bicara empat mata!“ ujar Alaric saat semua orang selesai makan.
“Kalau begitu, kami akan pulang lebih dulu. Nanti tolong antar putri kami pulang ya, Nak.“ Papa Sabrina sumringah, dia pikir Alaric ingin membicarakan masalah pernikahan hanya berdua saja bersama putrinya.
Semua orang pun pergi dari restoran kecuali Sabrina dan Alaric.
Tepat saat itu lah Alaric melihat di meja makan lain ada Aruna bersama Yoga serta si kembar beserta keluarga besarnya.
Di meja sana, Yura juga sedang menatap ke arah meja Alaric. Wanita itu hanya tersenyum sekilas, dam kembali makan.
Sabrina menatap Emran sang kekasih di meja yang sama dengan Yura. Pria itu pun menatap balik ke arah Sabrina. Kedua orang yang saling cinta itu hanya dapat saling menatap dengan sendu.
Alaric pun memutuskan pandangan nya dari Yura, namun anehnya dia ingin kembali menatap wajah Aruna yang semakin berisi dan terlihat semakin menarik di matanya.
Yura berhasil menambah berat badan tubuh Aruna dalam beberapa hari ini, hingga tubuh Aruna kini masuk dalam tipe bentuk ideal.
“Em...“ gumam Sabrina dan Alaric bersamaan, keduanya pun menghela nafas berbarengan.
“Eh, kenapa Al? Kamu sedang gelisah, kok sama kayak aku menghela nafas seperti memikirkan sesuatu yang berat?“ tanya Sabrina, wanita itu mengambil air minum dan meneguknya.
Alaric memperlihatkan wajah dinginnya kembali, dia hanya menggeleng. “Aku ingin bicara serius dengan mu. Begini... karena selama ini aku membiarkan hubungan kita sampai di tahap ini, aku ikut bersalah. Aku hanya mengikuti keinginan orang tuaku, tapi aku rasa... aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita.“
“Uhukkkkk!“ Sabrina yang sedang minum tersedak mendengar perkataan Alaric.
Alaric mengambilkan tissue dan menyodorkan pada Sabrina. “Ini mungkin salahku yang terus membiarkan hubungan kita sampai disini tanpa ketegasan dariku , aku akan memberikan mu kompensasi atas pembatalan pertunangan kita dan juga rencana pernikahan kita. Katakan, apa yang kau inginkan?“
Tangan Alaric yang menyodorkan tissue bahkan masih mengambang di udara sebab Sabrina masih termangu mendengar penuturan Alaric padanya.
“Sabrina...“ Alaric akhirnya menarik sebelah tangan Sabrina dan menaruh tissue di telapak tangan wanita itu.
Jika ada orang yang melihat keduanya, mungkin mereka berdua akan terlihat mesra dan Alaric begitu romantis padahal hanya gerakan biasa saja. Itulah kenapa jangan hanya menyimpulkan dari yang dilihat, karena kenyataan nya terkadang tidak sesuai apa yang terjadi.
“Makasih, Al.“ Ujar Sabrina.
Alaric mengangguk pelan, “Aku menunggu jawaban mu.“
“A-aku sangat setuju dengan keinginan mu dan aku tidak minta kompensasi apapun selain meminta bantuan mu saja.“ Jawab Sabrina.
Kini wajah Alaric yang terlihat terkejut, pria itu mengira Sabrina akan menolak mentah-mentah pemutusan pertunangan mereka dan akan 'berdrama' seolah menjadi wanita tersakiti.
Sabrina menghela nafas lega, “Huff! Aku juga muak harus terus bersandiwara sebagai tunangan mu, selama ini aku merasa memakai kedok! Akhirnya... aku bisa bernafas lega karena kau yang lebih dulu memutuskan pertunangan kita.“ Sabrina akhirnya bisa tersenyum tulus, biasanya dia akan berpura-pura tersenyum di depan Alaric untuk menyenangkan pria itu meski tak ada respon sama sekali dari Alaric.
Tiba-tiba sudut mulut Alaric berkedut, dia dan Sabrina sebenarnya pernah berteman dulu sekali karena sejak kecil keluarga mereka saling mengenal dekat. Saat Sabrina menjadi tunangan nya, saat itu lah Alaric membatasi diri dan bersikap dingin apalagi dia tau Sabrina juga tidak tulus padanya.
“Oke! Jadi, tentang permintaan mu... bantuan apa yang inginkan?“ tanya Alaric.
“Tentu saja menolongku dari orang tuaku, tentang putusnya pertunangan kita... apalagi dari pihak mu yang memutuskan, tetaplah aku lah yang akan disalahkan dan dihukum oleh orang tuaku. Kau tau apa hukuman untukku, aku akan diusir dari rumah dan nggak akan dianggap anak lagi. Makanya selama ini aku bertahan dengan mu, meskipun kau sangat menyebalkan!“ Sabrina makin berani bicara pada Alaric, dia menjadi dirinya sendiri.
“Ck! Kau bukan anak remaja lagi, Sabrina. Kau lulus kuliah S-1 bisnis, kau bisa menjadi wanita mandiri. Jika Ayah mu tidak mau menerima mu di perusahaan, datanglah ke perusahaan ku.“ Ujar Alaric sedikit hangat, dia merasakan Sabrina tidak bersandiwara seperti biasanya.
“Thanks, emm... sebenarnya aku sudah mempunyai kekasih. Dia, kekasihku.“ Tunjuk Sabrina dengan dagunya ke arah meja keluarga Yoga.
“Tuan Yoga?“ kedua alis Alaric menyatu, “Jadi kau adalah selingkuhan Tuan Yoga yang dikatakan oleh Nyonya Aruna.“
Plak!
Sabrina menggeplak tangan Alaric yang di taruh diatas meja, “Kau gila! Mana mungkin aku menyukai pria beristri... jika begitu lebih baik aku memilih mu meksipun kau sangat dingin!“
Alaric terbengong karena Sabrina berani memukulnya. “Kau memukul ku?“
“Sorry... abisnya kau terlalu bo doh! Kekasih ku adalah Mas Emran, kau juga kenal dia... karena kata Mas Emran kalian sedang menjalin kerjasama.“
Ah! Benar juga! Nyonya Aruna bilang, Tuan Yoga berselingkuh dengan mantan istrinya!
“Ah, Pak Emran. Dia lumayan..." ujar Alaric.
“Enak saja! Bagiku, dia lebih tampan dan lebih segalanya darimu! Ck! Sudahlah! Kau mengenal istri kak Yoga?“ tanya Sabrina pada Alaric.
“Tidak juga.“ Kilah Alaric.
“Enggak kenal, tapi kok tau dia diselingkuhi suaminya,“ cibir Sabrina.
Baru saja Alaric ingin menjawab kembali perkataan Sabrina, suara keras tamparan yang berasal dari meja makan keluarga Yoga terdengar.
Plak!
“Aww! Mas Yoga! Kenapa kamu tampar aku? Kamu keterlaluan ya, Mas!“ Vania menangis seraya memegangi pipinya.
“Kau yang keterlaluan! Ini adalah makan malam keluarga! Kau nggak tau tempat dan nggak tau waktu! Pergi!“ Yoga mendorong tubuh Vania hingga mantan istrinya itu hampir hilang keseimbangan namun Yura menahan punggung Vania agar tidak terjatuh.
“Mbak gapapa? Kandungan Mbak baik-baik aja?“ Yura terlihat panik, dia bahkan mengelus perut Vania terlihat benar-benar tulus bagi orang-orang bodoh.
Namun tidak dalam penglihatan Alaric, pria itu tau Yura sedang berakting.
Semakin mengenal nya, kenapa dia semakin menarik? Batin si kulkas 70 pintu itu.
PLAK! Sekali lagi terdengar tamparan keras.
Kali ini bahkan Alaric dan Sabrina mulai bangun dari duduknya dan berjalan ke arah meja keluarga Yoga, situasi semakin memanas di meja itu saat Vania malah menampar Yura yang begitu perhatian padanya.