Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Om. kenapa om cariin Didna kontrakan segede ini om, Dinda takut ngak bisa bayar untuk selanjutnya, Dinda yakin kontrakan di sini sangat mahal, karena tadi lihat, ini khawasan kantoran dan kampus." ujar Adinda, yang memang dari tadi juga kepikiran dengan rumah kontrakannya itu.
Pak Andi dan Pak Rio tersenyum mendengar keluhan Adinda itu, mereka sudah menduga Adinda akan bertanya seperti itu, memang tidak mungkin bagi ke empat remaja itu tinggal di rumah dua lantai, apa lagi mereka hanya ngontrak, dan ekonomi dari mereka hanya Adinda terbilang mampu, yang lain hanya akan menumpang saja, karena memang Adinda tidak ingin berpisah dengan para sahabatnya itu.
"Iya om, padahal dari kita masuk tadi, aku juga melihat banyak kos kosan, atau kontrakan, kenapa tidak di sana aja om, pasti harganya lebih murah." sahut Sita yang mana memang matanya dari tadi jelalatan melihat sekitarnya.
"Begini nak, sebenarnya ini bukan kontrakan, tapi. Ini adalah rumah Adinda sendiri, dulu sebelum Ayah kamu meninggal, dia pernah menelpon om, entah kebetulan atau tidak, ayah kamu ingin membeli rumah di khawasan ini, karena sebentar lagi kamu akan lulus sekolah, dan dia ingin kamu kuliah di kampus ini, ternyata ucapannya terkabulkan, tanpa meminta kamu untuk kuliah di sini, namun kamu lansung dapat beasiswa masuk kampus ini.
"Om mengiyakan permintaan ayah kamu, dan om juga bilang sama om Andi, perihal itu, dan kami semua orang yang pernah di tolong oleh ayah kamu, ingin memberikan yang terbaik untuk kamu nak, karena ayah kamu itu adalah orang yang sangat berjasa bagi kami, bukan hanya kami aja, masih banyak yang lainnya, dia yang telah menolong kami dari dulu, saat kami jatuh dia lah orang yang tidak pernah meninggalkan kami, dia membantu kami untuk kembali maju, namun laki laki itu, tidak pernah mau untuk kami balas budinya, tapi kami tidak bisa menerima itu secara cuma cuma, jadi. Diam diam kami sudah mempersiapkan rumah ini untuk kamu, dan dua kos kosan lantai tiga di depan yang kamu lihat tadi, itu kos kosan pria dan wanita, yang di pisah, itu juga milik kamu nak, ini surat suratnya, tolong kamu terima hadiah kecil dari kami, jangan kamu tolak, ini bukan hanya dari kami berdua, ada beberapa teman ayah kamu yang belum bisa datang melihat kamu, karena masih di luar negeri, jadi. Tolong Dinda terima amanat teman teman ayah Dinda ya, jangan Dinda tolak.
Haaa.....
Adinda di buat shok berkali kali dengan kenyataan yang ada, perbuat baik ayahnya di masa hidup, dia lah menerima karma baiknya, sepeninggal ayahnya, Adinda banyak orang yang datang memberikan banyak kejutan untuknya.
"Om. A-apa ini tidak berlebihan ya om." ujar Adinda tenggorokannya serasa tercekat mendapat kenyataan yang ada, klau boleh memilih, Adinda lebih memilih ayahnya hidup kembali, dari pada di suguhi harta berlimpah seperti ini, namun dia tidak bisa memilih.
"Tidak ada yang berlebihan nak, semua sudah sewajarnya kok, kebaikan ayah mu lah yang membuat kamu di posisi ini." Rio menepuk bahu Adinda dengan sayang, dia sudah menganggap mendiang dewa penolongnya itu sebagai anak sendiri.
"Sebentar lagi Dinda jangan kaget ya, klau tiap bulan rekening Dinda menggendut, karena nomor rekening Dinda sudah om sebar sama yang lain, karena mereka memintanya, dia akan mentrasfer uang jajan Adinda tiap bulan, jadi Dinda fokus kuliah saja, tidak usah memikirkan apa apa, fokus gapai cita cita Adinda." ujar Andi.
Adinda masih terdiam dan melongo tidak percaya dengan hidupnya ini, bahkan teman teman Adinda pun menelan ludah kasar, melihat sahabatnya dengan sekejap mata jadi miliarder.
"Din, hai.... Kenapa jadi bengong nak?" pak Andi menepuk pundak Adinda yang masih bengong itu.
"Haa.... Dinda masih ngak percaya aja hidup Adinda berubah drsatis om, kalau boleh milih mah, Dinda milih ada ayah aja sama Dinda di sini, ngak pa apa hidup seperti ada ayah, itu sudah cukup bagi Dinda." keluh Adinda.
"Nak, rezeki jodoh dan maut, kita tidak tau kapan akan datangnya sayang, kita hanya bisa ikhlas setiap yang sudah Allah tetapkan, jadi Dinda sabar ya nak, jalani hidup ini dengan ikhlas, tidak ada ayah, Dinda masih punya kami tempat Dinda mengadu, Om akan usahakan sebulan sekali akan datang melihat Adinda ke sini." ujar pak Andi sejujurnya dia tidak tega melihat gadis cantik yang sebatang kara itu, dia akan mengusahakan waktu luang untuk Adinda yang sudah di anggap anak, bahkan istrinya ingin Adinda tinggal bersama mereka, namun Adinda menolak dengan halus.
"Dinda juga bisa cerita sama om, om ada di sini kok, Dinda tinggal telpon om klau ada apa apa, jangan merasa tidak punya orang tua ya nak, anggap kami sebagai ganti Ayah Adinda, lain kali om akan ajak anak dan istri om kesini untuk kenalan sama Adinda." ujar Rio.
"Terimakasih om, sudah baik sama Adinda, sekali Adinda ucapin terimakasih." ujar Adinda berkaca kaca.
"Iya nak, klau gitu om pamit dulu ya, nanti ada bibi yang akan bantu bantu di sini, sama ada satpam juga klau malam hari." ujar Rio.
"Baik om." sahut Adinda yang tidak bisa membantah.
"klau gitu om juga pulang dulu ya Dinda." ujar Andi juga.
"Emang om lansung pulang ke kampung? apa ngak capek!" kaget Adinda.
"Om ngak ke kampung, tapi om mau ke warung seafood yang baru buka cabang di sini, itu punya kamu kok, klau Adinda ngak keberatan boleh lah pantau warung seafood kita di sini." kekeh Andi.
"Haaaa... Masih ada lagi kejutannya om!" pekik Adinda.
Andi hanya terkekeh dengan ucapan Adinda itu.
"Om. Aku boleh kerja paruh waktu ngak om, di warung seafood." ujar Rini lansung mencari peluang, dia ingin segera mendapat kerjaan, agar tidak lama merepotkan Adinda.
"Aku juga om." ujar Lusi dan Sita berbarengan.
Membuat Andi dan Rio terkekeh.
"Kalian tidak usah risau, kapan pun kalian mau, kalian bisa kerja di sana, apa lagi pemiliknya ada di sini." ujar Andi melirik Adinda, Adinda hanya bisa mendengus mendengar ucapan pak Andi.
"Boleh ya bu boss..." pekik mereka serempak dengan wajah memelas menatap Adinda.
"Nanti saja urusan kerja, urusin dulu masalah kuliah, nanti baru di pikirin pekerjaan." ujar Adinda tegas.
"Tapi." ujar Rini ingin membantah, namun sayang sudah di potong oleh Adinda.
"Ngak ada tapi tapian, klau melawan, ngekos sendiri di luar sana, aku ngak mau sama orang keras kepala." tegas Adinda.
"Astaga, baik bu baik, kita nurut sama ibu." ujar Lusi menangkup ke dua tangannya di atas dada dan menunduk.
"Bahaya tah, klau sudah begini." gumam Sita.
"Nurut bu nurut saya mah." ujar Rini ikut ikutan, padahal tadi dia yang semangat untuk kerja, namun melihat Dinda lagi mode garang, nyalinya jadi ikutan menciut.
Membuat Pak Rio dan pak Andi terkekeh geli, melihat tingkah anak anak itu yang ketakutan kepada Adinda.
"Ya sudah dengerin aja ucapan teman kelian itu, dia ngak akan meminta kalian membayar kontrakan, dan meminta biaya makan, mentang mentang dia sekarang sudah jadi juragan kontrakan." kekeh Pak andi.
Adinda hanya memutar mata malas mendengar celetukan pak Andi itu.
Bersambung....