Kekasih Ku, Suami Adikku

Sore ini, Liana baru saja terbangun dari tidurnya. Gadis itu mencoba membuka matanya perlahan. Hanya saja, sepertinya keadaannya tidak membaik. pusing dan mual di perutnya terasa semakin menjadi.

Liana segera beranjak dari atas kasur dan berjalan ke arah kamar mandi. Dia memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang semakin terasa pening.

"ah astaga .. Apa yang terjadi dengan ku? Kenapa aku tidak membaik meski sudah beristirahat?" gumam Liana.

Dia memijat pelipisnya. Sungguh, rasa pusingnya benar-benar terasa semakin menjadi.

Liana terdiam sejenak, dia mencoba mengingat sesuatu. Dan dia segera berjalan kembali ke kamarnya dengan tergesa. Dia bahkan mencoba mengabaikan rasa pusingnya.

Liana berjalan ke arah kalender, dan melihat tanggal hari ini. Dan sepertinya Liana tidak sadar jika dia tidak datang bulan, bulan ini.

"astaga .. Tidak, tidak mungkin. Aku tidak mungkin hamil kan? Mungkin, aku hanya terlalu banyak beban pikiran hingga membuat menstruasi ku tidak lancar." gumam Liana.

Dia mencoba menenangkan dirinya. Hanya saja, rasa khawatir tetap ada. Dia mengkhawatirkan jika apa yang ada di dalam pikirannya benar. Sedangkan hubungan dirinya dengan Vero bahkan sudah kandas.

"Ya Tuhan .. Aku mohon jangan sampai terjadi sesuatu padaku. Jika aku hamil, ayah pasti akan memarahiku."

Lian menggeleng, dia berjalan kembali ke arah kamar mandi. Lian akan membersihkan tubuhnya. Dan mungkin, setelah itu perasaannya akan terasa jauh lebih baik.

Sementara di lantai bawah. Alena sudah terbangun, dan gadis itu tengah membantu ibunya menyiapkan hidangan untuk makan malam.

Ceklek ..

Pintu utama terbuka, Ditto baru saja datang dari pasar tempat dimana toko pakaiannya berada. Pria itu segera melangkah ke arah dapur, karena tahu jika sang istri pasti tengah berada di sana.

Dan senyumnya mengembang saat melihat putri sulungnya yang juga tengah sibuk berkutat di dapur tersebut.

"Alena?"

Alena pun menoleh ke arah sumber suara. Dia pun tersenyum melihat siapa yang datang, sebelum kemudian menghampiri Ditto.

"ayah?"

Alena memeluk tubuh Ditto, begitu juga sebaliknya. Ditto pun turut mengecup lembut pucuk kepala putrinya. Ada perasaan bersalah pada Alena, karena beberapa hari kemarin, dia memaksa kekasih Alena untuk menikahi putri bungsunya.

"bagaimana kabar mu Len? Kau tidak pulang ke rumah begitu lama. ayah rindu."

"Lena baik ayah .. Maaf jika Lena jarang pulang, karena pekerjaan Lena sangat banyak ayah."

"iya Nak, ayah mengerti."

Ditto mengurai pelukannya, dan membiarkan Alena untuk kembali ke pantry. Sedangkan Dewi, dia hanya bisa tersenyum teduh melihat pemandangan tersebut.

"Lena, ayah minta maaf jika kemarin-kemarin ayah egois. Dan ayah tidak mementingkan perasaanmu."

Alena tersenyum. Dia bersyukur mendengar kalimat tersebut.

"tidak apa-apa ayah. Apa semuanya sudah baik-baik saja?"

Ditto mengangguk, pria itu duduk di kursi makan dan menatap ke arah putrinya.

"iya Len. ayah sudah menyetujui keinginan Lian yang ingin menikah dengan Vero."

"Vero? Dia siapa ayah?"

"kekasih adikmu."

Alena hanya mengangguk, dia bahkan tidak tahu mengenai apapun tentang Liana. Gadis itu tidak pernah mengatakan apapun padanya, selain mengungkapkan ujaran kebencian padanya.

"ahh syukurlah jika begitu."

Ditto mengangguk, sedangkan Dewi terlihat gelisah. Dia ingin menyampaikan apa yang Liana katakan tadi. Liana tidak akan menikah dengan Vero karena hubungan mereka berakhir. Tapi, bukankah Liana sudah berjanji akan menjadi anak baik?

"Bu, kau kenapa? Kenapa terlihat gelisah?"

"yah, sebenarnya ada hal yang ingin ibu sampaikan. Hanya saja, ayah jangan marah."

Ditto menggeleng, kalimat ini persis seperti apa yang di katakan Lian malam tadi.

"ada apa lagi Bu?"

"hubungan Lian dan Vero sudah berakhir yah. Lian menceritakan semuanya pagi tadi pada ibu. Mungkin Vero tidak mau menikah karena usianya yang masih muda. Belum lagi, dia masih sekolah. Hingga Vero memutuskan hubungan mereka."

Ditto terdiam. dan Dewi hanya menatap suaminya takut-takut. Begitu juga Alena yang enggan bersuara.

"tapi Lian berjanji akan merubah sikapnya ayah. Lian tidak akan nakal lagi meski tidak jadi menikah dengan Vero. Ibu mohon yah, beri Lian kesempatan satu kali lagi. Ibu yakin jika Liana pasti akan berubah."

Ditto hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar. Dan haruskah Ditto melakukan apa yang Dewi katakan?

"baiklah Bu .. Untuk kali ini, ayah akan memberi Liana kesempatan. Dan tidak akan menikahkan gadis itu. Hanya saja, jika Lian kembali berbuat ulah, ayah tidak akan pernah memberi toleransi lagi padanya."

senyum kecil Dewi mengembang, dia benar-benar bersyukur ketika Ditto lagi-lagi mau mengikuti ucapannya.

"terimakasih ayah, Lian pasti senang."

Ditto mengangguk, dan tersenyum ke arah istrinya. Ditto mencoba tidak bersikap egois untuk kali ini.

"selamat sore semuanya .."

Semua orang yang ada di pantry pun menoleh ketika mendengar suara Raffa yang baru saja bergabung.

"Nak Raffa? Kau ikut nak?"

Raffa mengangguk, dia menyalami calon mertuanya sebelum duduk di samping pria paruh baya tersebut.

"bagaimana kabar mu Raff?"

"baik yah .. bagiamana dengan ayah?"

"baik Raff. Hanya saja terkadang ayah sakit-sakitan. maklum, ayah sudah tua." kekeh Ditto.

Raffa pun hanya ikut tersenyum menanggapi ucapan Ditto.

"Oya Raff, ayah minta maaf jika beberapa waktu lalu ayah sempat memaksa Lena untuk kau menikahi Lian. Ayah hanya tidak tahu lagi harus berbuat seperti apa dengan gadis itu. Lian begitu berbeda dengan Alena, dan ayah benar-benar kepayahan menanggapi pergaulannya."

"tidak apa-apa yah. Hanya saja, Raffa mohon, agar ayah tidak bertindak seperti itu lagi. Raffa sangat mencintai Lena yah, dan Raffa tidak mungkin mengikuti apa yang ayah inginkan. Dan lagi, mama dan papa Raffa sudah sangat menyukai Alena. Dan mereka ingin kami segera menikah."

"wahh benarkah? Astaga .. Ayah bahkan lupa untuk menanyakan kabar ibu Anne dan pak Bram. Apa mereka baik?"

"baik yah. Hanya saja, mereka terus mendesak Raffa untuk segera menikahi Alena."

"yasudah, nanti kita bicarakan hal itu lagi ya? Dan ayah rasa, kalian memang sudah seharusnya menikah. ayah juga ingin segera gendong cucu dari Alena."

Dewi, Raffa dan Alena hanya bisa tertawa mendengar ucapan Ditto. dan mereka bahagia saat semuanya kembali seperti semula.

"jangan ngomongin cucu yah. sebagaimana di kasihnya saja sama Tuhan. Toh hal yang seperti itu tidak baik jika terlalu di harapkan. Dan nanti malah takutnya menjadi beban untuk Alena dan Nak Raffa." ucap Dewi.

Ditto terkekeh mendengar ucapan Dewi. Ucapan Dewi memang tidak salah. Tapi, apa salah jika Ditto berharap ingin segera memiliki cucu di usia yang sudah tidak muda lagi seperti saat ini?

"ibu benar. Hanya saja, apalagi yang kita harapkan selain kedatangan cucu kita bukan?"

"ayah benar. Hanya saja jangan terlalu di harapkan, itu tidak baik."

Alena hanya bisa tersenyum melihat perdebatan kecil antara ibu dan ayahnya. Alena benar-benar rindu suasana hangat seperti ini.