Hasrat Liar Sang Pembantu

Di satu sisi Rev begitu sibuk dengan kesembuhan Amel, sedangkan Arkan kini sibuk bergulat hebat dengan seorang karyawan yang masih terbilang masih baru bekerja. Wanita cantik itu kini sedang duduk di bawah sana menikmati benda pusaka milik bosnya.

Arkan sangat menikmati permainan dan sentuhan yang diberikan karyawan baru ini, jam makan siang Arkan meminta karyawan baru untuk datang ke ruangan. Dari awal wanita cantik ini datang ia sudah sangat tertarik dengan wanita cantik, sudah cantik seksi dan hot.

Dibandingkan dengan Lea wanita ini sungguh hebat, Lea memang cantik dan memiliki tubuh yang indah. Tetapi karyawan baru yang bernama Lastri ini sungguh indah, memiliki tinggi semampai dengannya, hidung mancung, bibir seksi, yang paling dia sukai ialah tubuh Lastri.

Semua yang ada di tubuh Lastri dia sangat menyukainya, semuanya sangat sempurna beda sekali dengan Lea dan juga Amel. Mungkin dia sangat setia dengan Amel, bertahun-tahun menjaga istrinya yang sedang sakit kini ia baru merasakan kenikmatan yang sesungguhnya.

Kenikmatan dan sentuhan yang sudah lama sekali tidak ia rasakan, bukan pertama kalinya Arkan melakukan hal seperti ini. Diam-diam Arkan sudah menyewa wanita bayaran untuk menuntaskan hasratnya, tanpa sepengetahuan kedua anaknya.

"Hem... Ahhh..." permainan panas yang dilakukan Lastri sangat luar biasa, wanita ini sangat pandai melakukan hal seperti ini.

Tanpa diminta Lastri langsung mengerti apa yang ia butuhkan, Rev meminta Lastri untuk berhenti dan kini tinggal dia yang menyerang tubuh Lastri.

"Ahhh... Pak..." des@h Lastri dengan kencang, seluruh tubuhnya sudah sangat terguncang saat Arkan menyentuh bagian sensitifnya.

Keduanya begitu asik bergulat hebat, sekitar dua jam mereka menghentikan gulatan panas tersebut dan kini Lastri kembali mengambil seluruh pakaian yang berserakan di lantai.

Arkan mengambil handphone saat Lastri sibuk mengganti pakaian, "Sudah saya transfer uang untuk kamu."

Lastri melihat dan benar saja kalau bosnya mentransfer uang dengan jumlah yang sangat besar, "Tapi pak jumlah uang yang bapak sepakati tidak sebanyak ini kenapa bayarannya tidak sesuai dengan perjanjian."

"Selebihnya itu bonus buat kamu. Karena kamu sudah membuat saya puas dengan pekerjaan kamu." kata Arkan memuji Lastri.

Kini Rev terus mengamati sang bunda, wanita yang rapuh sangat rapuh, sampai wanita ini di khianati oleh suaminya sendiri. Sedangkan suaminya tidak memperdulikan kesehatannya, bertahun-tahun mencintainya tetapi balasannya seperti ini.

Rev sangat menderita saat mendengar ucapan sang dokter, dokter kepercayaannya dan juga hasil lap yang sudah ia selidiki. Bertahun-tahun juga ayahnya membohonginya dan juga adiknya, dia tidak menyangka ayah yang ia percaya bisa melakukan hal sekeji ini.

"Bun, aku dan Lilian menunggu kesembuhan bunda. Aku akan menjaga bunda dan Lilian, bunda harus sadar dan kita bisa sama-sama seperti dulu lagi." Rev mencium punggung tangan Amel dengan lembut, lalu tangan itu kembali ia genggam dan ia sentuh dengan lembut.

Di meja makan Lilian, Rev dan juga Arkan sedang menikmati makanan yang dibuat oleh art. Mereka bertiga menikmati apa yang mereka santap sampai Arkan menatap kearah Rev.

"Ayah tidak tahu apa yang kamu rencanakan Rev." Rev berhenti saat mendengar ucapan dari Arkan, kini dia kembali memasuki sendok yang sudah terisi penuh makanan.

"Apa yang kamu sembunyikan dari ayah sampai kamu tidak mau memberitahu ayah tentang keberadaan ibu kamu." ucap Arkan yang kini menatap Rev dengan serius.

Rev menghela nafas dan menoleh kearah Lilian, "Lilian, kamu sudah selesai makan?"

"Sudah kak."

Rev tersenyum mendengar jawaban dari adiknya, "Ya sudah lebih baik kamu istirahat di kamar kakak mau bicara sama ayah."

Lilian mengangguk dan tiba-tiba saja Rev kembali bicara, "Aku hanya ingin bicara empat mata dengan ayahku."

Mendengar kalimat yang dilontarkan Rev membuat semua pekerja yang ada di rumah mengangguk, begitupun dengan Lea wanita itu dibawa pergi oleh art.

***

Setelah Rev memastikan semua orang sudah pergi barulah lelaki itu kembali menatap Arkan, "Kenapa ayah bicara seperti itu. Bukannya aku ini anak ayah, harusnya ayah lebih percaya denganku bukan percaya pada orang lain."

"Gimana ayah mau percaya sama kamu Rev, kamu saja sudah menyembunyikan keberadaan ibu kamu. Kenapa saya sebagai ayah sekaligus suami dari ibu kamu, tidak boleh tahu kesehatan istri saya sendiri."

Karena ayah sudah membohongi aku dan juga Lilian.

"Rev, kenapa kamu diam saja. Apa susahnya kamu jawab ucapan ayah, dimana ibu kamu. Dimana istri saya Rev." lontar Arkan menatap Rev dengan penuh rasa rindu.

Rindu seorang suami kepada istrinya, Rev tidak bisa mempercayai ayahnya lagi apalagi membiarkan ayahnya bertemu dengan ibunya. Tapi dokter bilang kalau ibunya akan sembuh kalau ada dukungan dari suami.

Apa dia harus mempercayai ayahnya lagi? Dan memberitahu keberadaan ibunya.

"Baiklah, aku akan memberitahu keberadaan ibu. Asalkan kamu tidak boleh macam-macam, dan sampai ketahuan kau melakukan sesuatu saya tidak akan segan-segan menghancurkannya walau kamu itu adalah ayah saya." tutur Rev dengan tegas.

Sehabis sarapan Rev membawa ayahnya ke kamar rawat Amel, kamar rawat yang sudah dipindahkan oleh dokter. Sekarang wanita itu sudah tidak memakai alat rumah sakit, tinggal menunggu kesembuhan dari Amel.

Arkan tersenyum seakan lelaki ini menyembunyikan sesuatu dari Rev, "Sayang." ucapnya dengan menyentuh tangan Amel.

"Aku kangen sama kamu, aku senang kamu tidak memakai alat bantu rumah sakit lagi. Sekarang kamu sudah sembuh sayang, aku akan menunggu kamu sadar dan kita bisa sama-sama lagi."

Rev yang mendengarnya saja sangat muak, pria ini begitu banyak drama. Apa selama bertahun-tahun lelaki ini tidak memiliki rasa bersalah sedikitpun, sampai bicara seperti itu seolah-olah tidak terjadi apapun.

Dasar licik. Cocok sekali kamu dengan pembantu murahan itu.

Arkan kini beralih menatap Rev, "Rev, jadi selama ini kamu yang menyembuhkan ibu kamu. Pasti kamu sangat bingung dan kesusahan menyembuhkannya, kenapa kamu gak cerita sama ayah kalau kamu melakukan ini."

"Kalau aku cerita yang ada kamu yang akan membuat ibuku menderita." batin Rev. Rev menyembunyikan amarah yang terpendam, perbuatan ayahnya mampu membuat dirinya sangat membencinya.

"Karena aku tidak mau menyusahkan ayah, aku tahu ayah sangat sibuk dengan urusan kantor."

Bukan sibuk mengurus kantor melainkan sibuk berselingkuh.

Arkan bangkit dari tempat duduk dan melangkah menghampiri Rev, "Terima kasih kamu sudah membantu ayah menyembuhkan ibu kamu. Ayah bangga sama kamu sudah mau mengorbankan masa depan kamu untuk kesembuhan ibu kamu."

Rev membalas senyuman Arkan saat lelaki itu terus menyentuh kedua pundaknya, Rev yang merasa tidak nyaman menyingkirkan tangan Arkan.