NovelToon NovelToon
Petualangan Sang Pendekar Di Dua Negeri

Petualangan Sang Pendekar Di Dua Negeri

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi Timur / Perperangan
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Ikri Sa'ati

Cerita ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang pendekar sakti. Bermula dengan tidak diakui sebagai anak oleh ayahandanya, sedangkan dia belum mengetahui.

Tahunya dia ayahandanya yang sebagai seorang raja telah mati terbunuh saat perang melawan pemberontak yang dipimpin oleh seorang sakti berhati kejam, yang pada akhirnya kerajaan ayahandanya berhasil direbut.

Hingga suatu ketika dia harus terpisah juga dengan ibunda tercintanya karena suatu keadaan yang mengharuskan demikian pada waktu yang cukup lama.

Di lain keadaan kekasih tercintanya, bahkan sudah dijadikan istri, telah mengkhianatinya dan meninggalkan cintanya begitu saja.

Namun meski mendapat berbagai musibah yang begitu menyakitkan, sang pendekar tetap tegar menjalani hidupnya.

Di pundaknya terbebani tanggung jawab besar, yaitu memberantas angkara murka di dua negeri; di Negeri Mega Pancaraya (dunia kuno) dan di Mega Buanaraya (dunia modern) yang diciptakan oleh manusia-manusia durjana berhati iblis....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 19 SISWA BARU DI KELAS 10 IPS A1

Begitu Bu Kartika telah memasuki Kelas 10 A1 itu, siswa-siswi yang tadinya lagi asyik ngobrol, seketika mereka langsung kembali ke kursi masing-masing. Duduk manis di situ dan diam.

Sehingga sebentar saja suasana kelas yang tadinya ramai seperti sekumpulan lebah yang lagi ngamuk, kini diredam oleh sunyi.

Cuma sebentar siswa-siswi yang rata-rata anak-anak pejabat dan pengusaha kaya itu memandang wali kelas muda nan cantik mereka. Setelah itu mereka lebih banyak memandang anak muda laki-laki yang dibawa oleh Bu Kartika.

Pemuda itu berwajah tampan, meski tidak tampan sekali, kalau dilihat sekilas. Rambutnya berwarna hitam lurus sedikit panjang dengan model sisiran menyamping sebelah kiri.

Sebagian rambut depannya yang bagai membentuk garis-garis, menjuntai di depan wajahnya sehingga sedikit menyamarkan wajahnya.

Penampilan pemuda bertas ransel warna hitam itu begitu rapi. Seragam putihnya yang berlengan panjang tampak begitu bersih. Ujung baju bawahnya masuk ke dalam celana panjangnya yang berwarna biru tua dan di tata rapi.

Tampak kalau pemuda belia itu menjaga kebersihan dan keteraturan dalam berpenampilan.

Pembawaannya begitu tenang laksana air telaga yang diam. Bibirnya yang sedikit kemerahan seperti selalu tersenyum kecil, sehingga menampilkan wajah yang kalem, ramah berpadu dengan ketenangan.

Tidak terlihat di wajah tampannya ekspresi datar, dingin ataupun angkuh.

Penampilan pemuda yang menampakkan karakter dewasa itu begitu sederhana dan bersahaja, tidak ada kesan mewah. Begitu biasa, hampir tak ada bedanya dengan pemuda desa.

Secara sekilas, orang-orang mungkin akan melihatnya, bahkan mungkin menganggapnya bagai pemuda culun. Namun begitu memandangnya sedikit lama, bukan lagi tampak seperti pemuda culun.

Akan tetapi kesan pemuda biasa dan bersahaja masih membekas padanya.

Ketika pemuda kalem dan tenang itu memasuki kelas, matanya tidak terlalu memandang ke mana-mana. Memandang sekikas dan sedikit keadaan kelas. Lalu kembali memandang ke depan dengan kepala agak tertunduk.

Semua anak-anak Kelas 10 A1 itu, jelas tidak ada seorang pun dari mereka yang tahu siapa pemuda itu, bahkan kesan mereka seperti baru pertama kali melihat.

Tentu saja kasak-kusuk beberapa orang siswa langsung mewarnai kedatangan pemuda bersahaja itu.

Kecuali dua orang siswi; Arabella dan Renatha.

Masih lekang dalam ingatan mereka tentang pemuda tersebut yang hampir saja menabrak Renatha ketika di malam naas itu.

Dan pemuda itulah yang menyervice mobil Renatha. Sehingga membuat gadis itu amat gusar kepada sang pemuda dan dendam setengah hidup setelah apa yang semua dilakukan pemuda itu terhadapnya.

Sungguh kedua gadis cantik itu tidak menyangka kalau pemuda itu akan bersekolah juga di SMA Persada Nusa ini, bahkan satu kelas dengan mereka pula.

Tampak sepasang mata indah Arabella membulat lebar karena terkejut tidak menyangka. Tidak menyangka kalau pemuda yang membuatnya penasaran akan bersekolah di sini.

Sungguh-sungguh tidak disangka!

Maka dalam beberapa kejap saja benaknya segera tersusun rencana untuk menanyai, siapa pemuda misterius itu sebenarnya?

Sedangkan Renatha, saat menatap pemuda itu, sepasang matanya langsung menyorot tajam, memancarkan permusuhan yang berbalut dendam.

Rencana jahat segera tersusun dalam benaknya untuk memberi pelajaran kepada pemuda itu yang sudah membuatnya kesal amat-amat kesal.

★☆★☆

Begitu Bu Kartika telah berhenti di depan pertengahan kelas, pemuda berpembawaan tenang itu ikut berhenti pula, berdiri satu langkah di samping kiri Bu Kartika. Kejap berikut berbalik menghadap ke siswa-siswi yang hampir bersamaan dengan Bu Kartika.

Kebetulan posisi berdiri pemuda itu hampir tepat berhadapan dengan Arabella. Kepalanya yang sedikit tertunduk jelas tidak memungkinkan bagi matanya untuk melihat sebagian besar anak-anak yang berada di hadapannya. Akan tetapi dia masih sempat melihat Arabella.

Tentu saja dia terkejut, sedikit terkejut ketika kedua matanya melihat gadis itu kembali. Sungguh dia tidak menyangka bakal bertemu lagi. Lebih tidak menyangka lagi kalau ternyata dia satu sekolah, bahkan satu kelas dengan gadis tomboy itu.

Tapi keterkejutan itu tidak dia tampakkan pada wajahnya yang kalem dan ramah itu. Orang yang melihatnya tampak biasa-biasa saja, seakan tidak pernah terjadi apa-apa antara dia dan Arabella.

Sedangkan Arabella sendiri malah terkejut lagi, terkejut heran.

Seharusnya pemuda tenang itu terkejut saat mereka kembali bertemu, di kelas ini. Namun wajah pemuda itu tampak biasa saja. Membuat semakin penasaran tentang perihal pemuda biasa itu.

Setelah beberapa saat lamanya memandang seantero siswa-siswi, Bu Kartika mulai berbicara. Meski bernada santai, tapi sarat akan ketegasan dan kewibawaan.

"Anak-anak sekalian. Pada hari ini ada dua kabar yang akan ibu sampaikan kepada kalian semua...."

"Yang pertama," lanjut Bu Kartika setelah terjeda beberapa saat, "pada pelajaran pertama ini, Pak Mardi, guru matematika kalian berhalangan untuk mengajar hari ini...."

"Huuu...!"

"Horeee...!"

"Ah... nggak seruuu...!"

"Ciiihuuu...!"

Belum juga Bu Kartika menyelesaikan ucapannya, anak-anak didiknya itu sudah ribut sendiri di tempat masing-masing bagai orang-orang lagi antrian sembako.

Seruan-seruan mereka yang menyatakan pro dan contra akan berita pertama itu langsung membuat seisi kelas menjadi ramai.

Seruan-seruan yang menyatakan rasa tidak senang karena absennya pelajaran matematika. Mereka tidak lain adalah sekumpulan kecil siswa-siswi cerdas yang menyenangi mata pelajaran yang pendukungnya minoritas itu.

Seruan-seruan yang lain menyatakan rasa senang karena tidak adanya mata pelajaran matematika hari ini. Mereka tentu saja sekumpulan besar siswa-siswi yang otaknya beku kalau menghadapi pelajaran matematika.

Apalagi bagi mereka yang belum sempat mengerjakan PR matematika dikarena sibuk dengan weekend atau malas.

Sementara pemuda biasa yang masih berdiri di samping Bu Kartika, sikapnya seolah tidak terpengaruh dengan keributan yang lebay yang berlangsung di depannya itu.

Dia tetap saja berdiri diam laksana patung, tetap tengang bagai air telaga yang tak tersentuh.

"Tenang! Tenang!" kata Bu Kartika dengan nada suara agak dikeraskan demi mengimbangi suara gaduh siswa-siswinya. "Kalian harus tenang! Ibu belum selesai ngomong."

Setelah mendengar seruan Bu Kartika, beberapa kejap berikut anak-anak remaja itu kembali tenang. Tidak ada lagi yang bersuara walaupun kasak-kusuk.

"Bu, Pak Mardi berhalangan karena apa?" tanya Clarissa ingin tahu. Dia salah seorang yang gemar dengan mata pelajaran matematika.

"Pak Mardi menjenguk salah seorang keluarganya yang sedang sakit keras," sahut Bu Kartika menuturkan. "Makanya beliau tidak bisa mengisi jadwal pelajarannya hari ini."

"Berapa lama, Bu?" tanya salah seorang siswa yang berpenampilan urakan. Nadanya seperti berharap Pak Mardi lama dalam mengambil izin.

Pemuda tampan tapi urakan dan angkuh itu adalah salah satu personil, bahkan Ketua geng The Tiger. Dia tergolong pemuda badung yang bernama Reynold. Anggotanya yaitu Jimmy, Erwin, dan Jonathan.

Perlu diketahui bahwa geng The Tiger adalah kumpulan anak-anak pejabat dan konglomerat. Mereka semua jago-jago bela diri karate. Sehingga menjadikan geng The Tiger merupakan salah satu geng yang disegani di SMA Persada Nusa ini.

"Mungkin cuma sehari saja, Reynold," sahut Bu Kartika memaklumi.

★☆★☆

Kemudian Bu Kartika melanjutkan dengan memberitahukan berita kedua, tanpa perduli rasa tidak senang pada Reynold dan sebagian siswa-siswi lainnya.

"Adapun berita kedua adalah berita gembira. Mulai hari ini kelas kalian akan ada penambahan siswa baru. Yaitu siswa yang ada di samping Ibu ini...."

"Dia bernama Daffa, siswa pindahan dari SMA di tempat dia tinggal dulu," lanjut Bu Kartika seraya menoleh sebentar pada pemuda bersahaja yang ternyata bernama Daffa.

"Ada yang ingin kamu sampaikan, Daffa?" tanya Bu Kartika setelah menoleh pada Daffa.

"Perkenalkan, nama saya Daffa, lengkapnya Daffa Wira Kusuma," kata Daffa memperkenalkan diri. "Salam kenal buat kalian semua. Saya berharap kita bisa saling bekerja sama."

Saat berbicara, nadanya kalem dan ramah, tetap tenang. Tidak terlihat kegugupan atau rasa canggung dalam sikapnya.

"Itu saja yang kamu hendak sampaikan?" tanya Bu Kartika saat melihat Daffa sudah berhenti bicara.

"Itu saja, Bu."

"Baiklah. Ibu rasa perkenalan singkat ini sudah cukup," kata Bu Kartika mengakhiri. "Jika kalian ingin tahu lebih banyak lagi tentang Daffa, silahkan kalian tanya sendiri kepada orangnya."

Kemudian ibu guru muda nan cantik itu menoleh pada Daffa, lalu berkata.

"Ada 3 tempat duduk yang kosong di kelas ini; di kursi ke 2 dari belakang di deretan meja pertama dari pintu masuk, di kursi ke 3 dari depan di deretan meja paling tengah ini, dan paling belakang di deretan meja ke 5. Silahkan kamu pilih hendak duduk di mana!"

Sambil berkata, Bu Kartika menunjuk letak kursi kosong yang dia sebutkan dengan lancar itu.

Sedangkan Daffa, setelah Bu Dian selesai berbicara, dia baru mengangkat kepalanya agak lurus ke depan. Digerakkan sedikit kepalanya ke samping kanan, lalu memandang kursi kosong yang ada di pojok sebelah kiri ruangan kelas.

"Saya pilih kursi di pojok ruangan sebelah kiri itu, Bu," kata Daffa bernada sopan penuh tata krama sambil menunjuk kursi kosong yang dia maksud.

"Kamu sudah yakin akan memilih kursi itu?" tanya Bu Kartika seolah meminta ketegasan.

"Iya, Bu," sahut Daffa singkat.

"Kalau begitu sekarang kamu boleh duduk di kursi yang kamu inginkan itu!" kata Bu Kartika mempersilahkan.

"Terima kasih, Bu."

Tanpa berlama-lama Daffa langsung bergerak melangkah ke kursi yang dipilihnya.

Langkahnya begitu ringan dan tenang, tidak ada kesan tergesa-gesa. Langkah biasa tapi agak lebar dan sedikit cepat, bukan langkah keangkuhan atau serampangan.

Kepalanya pun tidak menoleh ke kiri maupun ke kanan. Sepasang matanya cuma memandang jalur lintasan langkahnya. Seolah tidak perduli dengan siswa-siswi yang terus saja menatapnya penuh tanya.

Itulah makanya dia tidak melihat Renatha yang duduk di kursi ke 3 meja deretan pertama dari pintu masuk.

Seandainya dia melihat gadis itu, maka dia akan tahu kalau Renatha tengah menatapnya dengan tajam, seolah ingin menelan Daffa bulat-bulat.

Tidak lama kemudian, Daffa sudah sampai di kursinya. Duduk di situ dengan tenang setelah meletakkan tas ranselnya di atas meja.

Belum lama Daffa duduk, sudah terdengar Bu Kartika berbicara lagi yang menganjurkan agar saling kerja sama dengan siswa baru itu, memberikan wejangan-wejangan, memberikan motifasi-motifasi positif agar semangat dalam belajar.

Setelah itu dia pamit meninggalkan kelas.

★☆★☆★

1
juju Banar
lanjut
Adhie: lanjuuut...
total 1 replies
anggita
chapternya sdh banyak tpi yg mampir baca masih sdikit. klo mau promo novel bisa ke tempat kami. bebas👌
Adhie: makasih kaka...
total 1 replies
anggita
oke thor, terus berkarya tulis, semoga novel ini lancar jaya.
Adhie: terima kasih dukunggannya...
total 1 replies
anggita
wow... naga merah, kuning.
Adhie: hehehe...
total 1 replies
anggita
like👍 dukungan utk fantasi timur lokal.
anggita
gang.. red blue girl 8🙄
anggita
hadiah tonton iklan☝
anggita
tiap chapter cukup panjang 👌
Adhie: itu gaya saya dalam menulis novel kaka... biar agak puas bacanya dalam satu chapter
total 1 replies
anggita
pangeran pandu wiranata..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!