NovelToon NovelToon
BECOME A MAFIA QUEEN

BECOME A MAFIA QUEEN

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Reinkarnasi / Identitas Tersembunyi / Pemain Terhebat / Roman-Angst Mafia / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nuah

Seorang Jenderal perang yang gagah perkasa, seorang wanita yang berhasil di takuti banyak musuhnya itu harus menerima kenyataan pahit saat dirinya mati dalam menjalankan tugasnya.

Namun, kehidupan baru justru datang kepadanya dia kembali namun dengan tubuh yang tidak dia kenali. Dia hidup kembali dalam tubuh seorang wanita yang cantik namun penuh dengan misteri.

Banyak kejadian yang hampir merenggut dirinya dalam kematian, namun berkat kemampuannya yang mempuni dia berhasil melewatinya dan menemukan banyak informasi.

Bagaimana kisah selanjutnya dari sang Jenderal perang tangguh ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3. Identitas Tersembunyi

Bab 3. Identitas Tersembunyi

Malam itu masih membekas di benak Ziad. Sosok Alessia Moretti bukanlah ratu mafia biasa—ada sesuatu yang lebih dalam, lebih kompleks, lebih mematikan. Setelah menyaksikan bagaimana Alessia menghabisi keluarga Russo, Ziad semakin tertarik untuk mengungkap siapa dia sebenarnya.

Penyelidikannya dimulai dengan cara yang sederhana: menyusup ke dalam jaringan informasi bawah tanah, melacak identitas Alessia di dunia biasa. Yang mengejutkannya, di luar kehidupannya sebagai Ratu Mafia, Alessia Moretti dikenal sebagai seorang mahasiswa biasa di Universitas Firenze. Lebih dari itu, dia bukan seseorang yang menonjol atau berpengaruh—sebaliknya, dia adalah sosok yang lemah, culun, dan kerap menjadi sasaran perundungan brutal.

Ziad menelusuri jejaknya lebih dalam, menyelinap ke dalam arsip akademik dan rekaman CCTV kampus. Fakta yang terkuak sungguh bertolak belakang dengan gambaran Alessia yang selama ini dia kenal.

Di dunia akademik, Alessia bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang gadis berkacamata tebal dengan pakaian lusuh dan rambut selalu diikat asal-asalan. Mahasiswi jurusan sejarah ini kerap datang lebih awal ke kelas, duduk di sudut ruangan, dan jarang berinteraksi dengan siapa pun. Rekan-rekannya mengabaikannya—bahkan lebih buruk lagi, mereka mengolok-oloknya setiap kesempatan yang ada.

Dari rekaman CCTV di lorong kampus, Ziad menyaksikan sendiri bagaimana Alessia dipermalukan oleh teman-temannya. Suatu hari, seorang gadis berambut pirang menjulurkan kakinya saat Alessia berjalan, menyebabkan tubuhnya terjungkal ke lantai. Bukunya terjatuh, kacamatanya meluncur ke depan, dan gelak tawa terdengar di sekelilingnya. Namun Alessia hanya terdiam, meraih kacamatanya, dan berjalan pergi seolah tak terjadi apa-apa.

Lalu ada rekaman lain sekelompok mahasiswa laki-laki menuangkan minuman di atas buku Alessia, membuat catatan kuliahnya rusak. Wajah Alessia tetap datar, seolah dia sudah terbiasa dengan perlakuan itu. Dia tak pernah melawan.

Ziad mengepalkan tangan saat menyaksikan semua itu. Apakah ini benar-benar wanita yang sama dengan Alessia Moretti yang menghancurkan mafia Russo dengan tangannya sendiri?

Ziad menggali lebih dalam. Dia menemukan bahwa Alessia tinggal di apartemen kecil tak jauh dari kampus, hidup hemat dengan beasiswa penuh. Kehidupan akademiknya nyaris tanpa cela—nilai-nilainya sempurna, tugasnya selalu dikumpulkan tepat waktu, dan dia dikenal sebagai mahasiswa yang jenius dalam sejarah perang.

Namun ada satu hal yang membuatnya curiga: tidak ada catatan kehidupan Alessia sebelum dia masuk universitas. Tidak ada data keluarga, tidak ada informasi tentang sekolah menengahnya. Seolah-olah dia muncul begitu saja di dunia ini tiga tahun yang lalu.

Semakin banyak fakta yang dia temukan, semakin jelas bahwa Alessia menjalani dua kehidupan yang bertolak belakang. Di satu sisi, dia adalah mahasiswa culun yang sering dirundung. Di sisi lain, dia adalah Ratu Mafia yang memimpin dengan tangan besi.

Bagaimana mungkin seseorang bisa menjalani dua kehidupan ini tanpa terbongkar?

Ziad tahu bahwa mengawasi Alessia dari jauh saja tidak cukup. Dia harus lebih dekat. Dan satu-satunya cara adalah masuk ke dalam lingkungan universitasnya.

Dengan keahlian dan koneksi yang dimilikinya, Ziad dengan cepat memalsukan identitas sebagai "Dr. Luca Moreau," seorang dosen sejarah militer dari Prancis. Universitas Firenze sedang membutuhkan dosen tamu untuk semester baru—kesempatan yang sempurna bagi Ziad untuk menyusup ke dunia Alessia.

Hari pertama sebagai dosen, Ziad melangkah ke dalam aula besar, mengenakan kemeja putih dan jas hitam, tampil sebagai akademisi terhormat. Mahasiswa-mahasiswa mulai berdatangan, dan di antara mereka, di barisan paling belakang, duduklah Alessia.

Penampilannya sama seperti di rekaman CCTV—rambutnya diikat asal-asalan, kacamata tebalnya hampir menutupi wajahnya, dan pakaiannya terlihat sederhana. Dia tidak menonjol di antara mahasiswa lainnya.

Namun, Ziad merasakan sesuatu yang berbeda. Meski Alessia tampak seperti gadis biasa, ada aura ketegangan yang selalu mengelilinginya. Cara dia mengamati lingkungan sekitarnya, bagaimana matanya secara refleks mencari titik keluar di ruangan, dan bagaimana dia duduk dengan posisi strategis yang memungkinkannya untuk pergi kapan saja—semua ini adalah kebiasaan seorang pejuang, bukan mahasiswa biasa.

"Selamat pagi, semuanya. Saya Dr. Moreau, dan saya akan mengajar Sejarah Perang Eropa semester ini."

Semua mahasiswa memperhatikannya, kecuali Alessia, yang tetap menunduk ke bukunya.

"Kita akan memulai dengan satu pertanyaan sederhana," lanjut Ziad sambil berjalan perlahan ke tengah kelas. "Menurut kalian, apakah pemimpin yang kuat itu lahir dari keadaan yang nyaman, atau dari penderitaan?"

Mahasiswa mulai berdiskusi, tetapi Alessia tetap diam.

Ziad tersenyum. "Nona Moretti, bagaimana pendapat Anda?"

Alessia tersentak. Semua mata kini tertuju padanya. Dia menyesap napas, lalu menjawab dengan suara datar, "Sejarah membuktikan bahwa pemimpin yang paling berbahaya adalah mereka yang lahir dari penderitaan. Ketika seseorang kehilangan segalanya, dia juga kehilangan rasa takut."

Jawaban itu membuat ruangan hening.

Ziad menatapnya dengan tajam. Untuk pertama kalinya, dia melihat sekilas sosok Alessia yang sebenarnya bukan gadis culun yang ditindas, tapi seorang ratu yang telah mengarungi perang dan kembali dengan darah di tangannya.

Kini dia yakin. Alessia bukan hanya seseorang yang menjalani dua kehidupan. Dia adalah seseorang yang menyembunyikan kekuatannya dengan sangat baik.

Dan Ziad akan mencari tahu alasannya.

Ziad sudah memperkirakan bahwa mendekati Alessia Moretti tidak akan mudah. Namun, dia tidak menyangka akan sesulit ini. Alessia bukan hanya sekadar dingin, dia membangun tembok yang begitu kokoh hingga siapa pun yang mencoba mendekat akan merasakan hawa dingin yang menusuk.

Sejak pertemuan pertama mereka di kelas, Alessia menunjukkan sikap yang nyaris tanpa cela. Dia datang tepat waktu, duduk di tempat yang sama setiap hari, mencatat dengan rapi, dan tidak pernah berpartisipasi dalam diskusi kecuali dipaksa.

Bagi mahasiswa lain, Alessia adalah gadis pemalu dan penyendiri. Tapi bagi Ziad, dia melihat lebih dari itu, setiap gerak-geriknya terlatih, setiap tatapannya penuh perhitungan. Alessia bukan menghindari interaksi karena malu, tetapi karena dia tidak ingin ada orang yang terlalu dekat dengannya.

Ziad mulai mencoba mendekatinya secara halus. Setelah kelas selesai, dia sengaja memanggil Alessia.

"Nona Moretti, bisakah Anda tetap sebentar?"

Alessia berhenti sejenak, menatapnya dengan mata tajam dari balik kacamatanya sebelum akhirnya berjalan mendekat.

"Ada apa, Profesor?" suaranya datar, tanpa emosi.

"Saya perhatikan esai Anda tentang strategi perang Napoleon sangat mengesankan. Anda menulis dengan pemahaman yang mendalam, bukan sekadar mengulang teori dari buku."

Alessia hanya mengangguk kecil. "Saya suka sejarah perang."

"Saya bisa lihat itu. Jika Anda tertarik, saya punya beberapa jurnal militer yang mungkin belum Anda baca. Anda bisa datang ke ruang saya jika ingin melihatnya."

"Tidak perlu," jawabnya cepat. "Saya sudah memiliki cukup referensi."

Ziad menahan senyum. Dia tahu Alessia akan menolak. Tapi dia juga tahu ini bukan sekadar sikap acuh tak acuh—ini adalah strategi bertahan. Alessia tidak ingin memiliki hubungan apa pun dengan siapa pun.

"Sangat disayangkan," ujar Ziad santai. "Saya jarang menemukan mahasiswa yang memiliki wawasan sebaik Anda."

Alessia tidak menanggapi. Dia hanya sedikit membungkuk sebagai tanda hormat, lalu berbalik dan pergi.

Ziad menghela napas. Ini akan lebih sulit dari yang dia kira.

Setelah beberapa kali gagal mendekati Alessia secara langsung, Ziad mulai mengubah strategi. Dia tidak lagi mencoba berbicara dengannya secara personal, melainkan mencari cara untuk membuat Alessia secara alami berada di dekatnya.

Salah satu kesempatan datang ketika dia mengumumkan bahwa akan ada sesi diskusi khusus untuk mahasiswa yang tertarik mendalami strategi perang klasik.

"Akan ada sesi tambahan setiap Rabu sore bagi mereka yang ingin mendalami lebih jauh tentang taktik militer. Ini opsional, tapi saya sangat menyarankan bagi kalian yang memiliki ketertarikan di bidang ini."

Sebagian besar mahasiswa tidak terlalu peduli, tetapi ada beberapa yang tampak tertarik. Alessia? Dia tetap diam, tapi Ziad menangkap sedikit perubahan dalam sorot matanya.

Dan benar saja, pada hari Rabu pertama sesi diskusi tambahan, Alessia datang.

Dia duduk di pojok ruangan seperti biasa, mendengarkan dengan tenang saat Ziad menjelaskan tentang strategi pengepungan dalam sejarah Eropa. Saat mahasiswa lain mulai berdiskusi, Ziad memperhatikan Alessia yang mencatat tanpa mengangkat kepalanya.

"Bagaimana menurut Anda, Nona Moretti?" tanyanya tiba-tiba.

Alessia mengangkat wajahnya, seolah tak menyangka dirinya dipanggil. Beberapa mahasiswa lain menoleh ke arahnya.

Dia menghela napas sebelum akhirnya berbicara. "Pengepungan bisa menjadi strategi yang efektif, tapi juga berisiko. Jika perbekalan bertahan lebih lama daripada kesabaran penyerang, maka pengepungan bisa berbalik menjadi bumerang."

Ziad tersenyum tipis. "Analisis yang bagus. Jadi menurut Anda, apa yang lebih baik? Serangan langsung atau pengepungan?"

Alessia menatapnya sejenak sebelum menjawab, "Tergantung musuhnya."

Jawaban itu membuat Ziad semakin tertarik. Alessia tidak hanya memahami teori—dia memahami cara berpikir seorang pemimpin perang.

Setelah diskusi berakhir, Ziad memperhatikan bahwa Alessia adalah yang pertama meninggalkan ruangan, bahkan sebelum mahasiswa lain sempat merapikan barang-barang mereka. Seolah dia tidak ingin terjebak dalam percakapan lebih lama dari yang diperlukan.

Ziad mulai menyadari sesuatu. Alessia tidak hanya menjaga jarak darinya—dia menjaga jarak dari semua orang.

Hari demi hari berlalu, dan Ziad terus mencari cara untuk lebih dekat dengan Alessia. Hingga akhirnya, kesempatan itu datang secara tidak terduga.

Suatu sore, Ziad melihat Alessia sedang berjalan sendirian di taman kampus, membawa tumpukan buku tebal di tangannya. Dia berjalan dengan cepat, seolah ingin segera sampai ke tempat tujuan.

Namun, tiba-tiba seorang mahasiswa laki-laki menabraknya dengan sengaja, menyebabkan Alessia kehilangan keseimbangan dan bukunya terjatuh ke tanah.

"Heh, awas kalau jalan, kutu buku!" seru mahasiswa itu sambil tertawa bersama teman-temannya.

Alessia tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya berjongkok untuk mengambil bukunya, tetapi sebelum dia sempat meraih buku terakhir, mahasiswa itu menginjaknya.

Ziad sudah bergerak sebelum dia menyadarinya sendiri.

"Langkah yang buruk," katanya dengan suara rendah namun penuh ancaman.

Mahasiswa itu tersentak ketika melihat siapa yang berbicara. "P-Profesor?"

Ziad menatapnya dengan dingin. "Jika saya melihatmu melakukan hal semacam ini lagi, saya akan memastikan hidup akademikmu berakhir di sini."

Mahasiswa itu langsung mundur dengan gugup sebelum berlari pergi bersama teman-temannya.

Ziad menoleh ke Alessia, yang sudah berdiri sambil memeluk bukunya. Dia tidak terlihat marah, tidak terlihat takut—dia hanya menatap Ziad dengan ekspresi datar.

"Kau tidak perlu melakukan itu," katanya tenang.

"Seorang dosen harus memastikan mahasiswa tidak berbuat semena-mena," jawab Ziad santai.

Alessia menatapnya sejenak, lalu menghela napas pelan. "Terima kasih," katanya akhirnya, sebelum berbalik dan pergi.

Ziad tersenyum kecil. Itu bukan banyak, tapi setidaknya itu sebuah awal.

Mungkin, perlahan-lahan, dia bisa menemukan celah di dinding Alessia.

Bersambung...

1
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
itulah kekuatan cinta❤😘
Shai'er
akhirnya 🥳🥳🥳🥳🥳🥳
Shai'er
tak kenal lelah 💪💪💪
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
💪💪💪💪💪💪💪💪
Shai'er
💪💪💪💪💪
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
🥰🥰🥰🥰🥰
Shai'er
👍👍👍👍👍👍
Shai'er
🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧
Shai'er
😭😭😭😭😭
Shai'er
😮‍💨😮‍💨😮‍💨😮‍💨😮‍💨
Shai'er
🤧🤧🤧🤧🤧
Widayati Widayati
aduh knp imut bgini. 🥰
Shai'er
udah bisa jalan kah🤔🤔🤔
Shai'er
pandang pandangan 🤧🤧🤧
Shai'er
🥺🥺🥺🥺🥺
Shai'er
👍👍👍👍👍
Shai'er
memasang perangkap untuk menyatukan orang tua 💪💪💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!