Alina Putri adalah Gadis muda yang baru berusia 17 tahun dan di umur yang masih muda itu dirinya dijodohkan dengan pria bernama Hafiz Alwi. Pria yang berumur 12 tahun di atas Alina Putri.
Keduanya dijodohkan oleh orang tua masing-masing karena janji di masa lalu yang mengharuskan Alina dan Hafiz menikah.
Pernikahan itu tentu saja tidak berjalan mulus, dikarenakan Hafiz meminta Alina untuk tetap merahasiakan hubungan mereka dari orang lain dan ada batasan-batasan yang membuat keduanya tidak seperti suami istri pada umumnya.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Simak terus kisah mereka berdua di “Istri Sah Mas Hafiz”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Primadona Kampus
Beberapa Bulan Kemudian.
Alina tersenyum lebar melihat penampilan dirinya yang menurutnya sangatlah stylish. Alina yakin dengan penampilan yang sempurna dan dibantu dengan kulitnya yang putih, semua orang akan menatapnya dengan penuh kekaguman.
Hafiz keluar dari kamar mandi, tatapannya tiba-tiba saja tertuju pada Alina yang menurutnya sangatlah cantik.
Hafiz tentu saja tak munafik, Alina adalah gadis cantik diatas rata-rata. Akan tetapi, kecantikan Alina masih belum bisa menggoyahkan perasaannya yang lebih tertuju pada sosok Fatimah.
“Ehem..” Hafiz berdehem dan buru-buru mengenakan pakaiannya.
Alina tak menghiraukan Hafiz, baginya Hafiz adalah seorang pria menyebalkan yang tidak perlu dianggap keberadaannya.
“Alina pamit berangkat ke kampus,” ucap Alina sambil terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun ke arah Hafiz yang sudah berpakaian rapi.
Pagi itu, Alina pergi dengan menggunakan taksi. Karena Hafiz tentu tak mau pergi bersama menuju kampus.
Ayah Ismail dan Ibu Nur pagi itu sudah lebih dulu berangkat kerja. Mertua dari Alina adalah pegawai negeri yang bekerja di instansi pemerintah Kabupaten.
Hafiz keluar dari kamarnya sambil membawa ponsel Alina yang tertinggal di atas tempat tidur.
“Mbok Yem, Alina mana?” tanya Hafiz.
“Mbak Alina sudah pergi naik taksi, Mas Hafiz,” jawab Mbok Yem.
Bisa-bisanya dia lupa membawa ponselnya. (Batin Hafiz)
***
Di Kampus.
Alina melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri menuju kelas dan seperti yang Alina duga, ia akan menjadi pusat perhatian anak-anak kampus.
Aku bisa dan pasti bisa. (Batin Alina)
Ternyata tidak hanya menjadi pusat perhatian saja, beberapa dari mereka bahkan ada yang mengambil gambar serta video Alina sedang berjalan.
“Alina!” seorang pria bernama Noe berlari menghampiri Alina.
Noe sendiri salah satu kating atau kakak tingkat yang wajahnya memiliki campuran bule keturunan Indonesia dan prancis. Noe bisa dikatakan salah satu pria pria incaran para gadis di kampus tersebut.
“Kak Noe,” ucap Alina membalas sapaan Noe.
“Nanti siang bisa makan bareng di kantin?” tanya Noe mengajak Alina makan siang bersama.
“Maaf, Kak Noe. Aku tidak bisa. Soalnya lagi diet,” jawab Alina dan bergegas pergi menuju kelas.
Alina mempercepat langkahnya menuju kelas, ia berharap kedepannya tidak lagi bertemu dengan Noe.
“Alina, kenapa kamu semakin hari semakin cantik saja?” tanya Larasati, teman baru Alina di kelas.
Larasati sangat mengagumi kecantikan Alina. Dari cara Alina bicara, outfit yang digunakan hingga tatanan rambut menurut Larasati adalah yang terbaik.
“Alina, ini semua untuk kamu,” ucap Larasati memberikan beberapa cokelat, minuman sari buah dan beberapa kartu ucapan yang entah dari siapa.
“Laras, kamu mau?” tanya Alina.
“Mau dong!” seru Larasati.
Laras sendiri memiliki tubuh yang cukup berisi, rambut bergelombang dan tingginya tidak lebih dari 150 cm.
“Sekarang kamu masukan ke dalam tas semuanya, jangan ada yang tersisa satupun,” bisik Alina.
Laras mengucapkan terima kasih seraya memasukan semua hadiah ke dalam tas.
“Selamat pagi!” Seorang pria bertubuh tegap dengan wajahnya tampannya masuk ke dalam kelas.
Para gadis di kelas itu bertepuk tangan melihat Hafiz masuk ke dalam kelas dan tak sedikit dari mereka yang berharap menjadi kekasih dari seorang Hafiz Alwi.
“Alina, seandainya Aku adalah dirimu, akan lebih mudah bagiku untuk mendekati Pak Hafiz,” ucap Laras.
Alina tertawa cukup keras, hingga dirinya menjadi sorotan.
“Kamu, kenapa tertawa? Cepat ke sini!” panggil Hafiz.
Tawa Alina seketika itu sirna dan mau tak mau dirinya harus menghadap menghampiri Hafiz, Sang suami.
“Kamu tahu kesalahanmu di mana?” tanya Hafiz.
“Maaf, Pak. Tadi ada sedang tidak fokus,” jawab Alina.
Alina kemudian bergeser membelakangi para siswa. Kemudian, ia tersenyum seraya mengedipkan sebelah matanya.
“Mas jangan marah ya,” ucap Alina dengan menggunakan bahasa bibir tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Hafiz menelan salivanya melihat raut wajah Alina yang saat itu sangat menggemaskan.
Sabar Fiz, sabar. (Batin Hafiz)
“Sekarang kembali ke bangku!” perintah Hafiz.
“Baik, Pak!” seru Alina dan sekali lagi memberikan kedipan mata genit ke arah suaminya.
Alina berjalan kembali ke tempat duduknya dengan penuh percaya diri. Sementara, beberapa gadis di kelas itu menatap kesal Alina karena bisa berdiri dekat dengan Hafiz, Sang Dosen.
“Dasar caper,” celetuk salah satu mahasiswi bernama Mawar.
“Iri tanda tak mampu,” celetuk Alina sambil memberikan tatapan tajam.
Mawar ingin sekali menjambak rambut Alina saat itu juga, tapi tidak mungkin ia lakukan. Karena jika sampai dirinya melakukan hal tersebut, citranya akan turun drastis dan semua orang akan semakin menyukai sosok Alina.
***
Siang Hari.
Alina baru menyadari bahwa ia tidak membawa ponsel.
“Alina, kamu kenapa? Apa ada yang ketinggalan?” tanya Laras melihat Alina yang sangat gusar sambil membuka tas berulang kali.
“Laras, kamu tunggu di kelas dulu ya. Aku ada urusan,” ucap Alina dan berlari keluar kelas.
Alina kemudian memperlambat larinya, menjadi jalan cepat menuju ruang khusus dosen.
“Permisi,” ucap Alina sambil berjalan masuk mendekati Hafiz yang saat itu sedang sibuk menatap layar laptop.
Hafiz tak terkejut dengan kedatangan Alina, karena ia sudah tahu bahwa Alina akan datang menghambat dirinya.
“Mas Hafiz, ponsel Alina sepertinya ketinggalan di kamar,” ucap Alina lirih agar tak didengar oleh dosen yang lain.
“Lalu?” tanya Hafiz sambil terus menatap layar laptop.
“Habis ini Alina ada kelas, bisakah Mas Hafiz pulang mengambil ponsel Alina?” tanya Alina seraya menarik lengan baju suaminya.
Hafiz tersenyum kecil dan meminta Alina untuk membuka tas kecil milik Hafiz. Tanpa pikir panjang, Alina mengikuti ucapan suaminya dan menemukan ponsel miliknya dengan tambahan gantungan kunci berwarna biru langit ditambah boneka kucing seukuran jempol tangan.
“Lain kali jangan sampai lupa,” tutur Hafiz.
Alina mengucapkan terima kasih dan pamit untuk kembali ke kelas.
Aneh. Kenapa Mas Hafiz hari ini kelihatan manis sekali? (Batin Alina)
Baru saja keluar dari ruang dosen, Alina sudah disambut oleh tiga pria tampan yang salah satunya adalah Noe.
“Alina!” Mereka bertiga dengan kompak menyapa Alina.
“Alina!” Hafiz tiba-tiba saja berdiri tepat di belakang Alina, yang mana membuka tiga pria muda itu pergi menjauh.
Alina bernapas lega, entah apa jadinya jika Hafiz tidak datang menghampiri dirinya. Sudah pasti ketiganya akan memaksa dirinya untuk pergi makan siang bersama di kantin.
“Kenapa kamu bisa dekat dengan mereka?” tanya Hafiz yang masih berdiri tepat di belakang Alina.
“Memangnya kenapa? Alina cantik, makanya mereka mendekati Alina,” jawab Alina yang sengaja ingin membuat Hafiz semakin kesal padanya.
Benarkah? Tapi, menurutku kamu terlihat biasa saja,” pungkas Hafiz.
Alina tertawa kecut dan pergi begitu saja tanpa menoleh Hafiz yang masih berdiri mememperhatikan punggung Alina yang semakin menjauh.
kan anak ibu
kalau hafiz yang cari sama aja numbalin rumah tangga mereka.