NovelToon NovelToon
META

META

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Keluarga / Persahabatan / Romansa / Bad Boy / Enemy to Lovers
Popularitas:464
Nilai: 5
Nama Author: hytrrahmi

Hidup dalam takdir yang sulit membuat Meta menyimpan tiga rahasia besar terhadap dunia. Rasa sakit yang ia terima sejak lahir ke dunia membuatnya sekokoh baja. Perlakuan tidak adil dunia padanya, diterima Meta dengan sukarela. Kehilangan sosok yang ia harap mampu melindunginya, membuat hati Meta kian mati rasa.

Berbagai upaya telah Meta lakukan untuk bertahan. Dia menahan diri untuk tak lagi jatuh cinta. Ia juga menahan hatinya untuk tidak menjerit dan terbunuh sia-sia. Namun kehadiran Aksel merubah segalanya. Merubah pandangan Meta terhadap semesta dan seisinya.

Jika sudah dibuat terlena, apakah Meta bisa bertahan dalam dunianya, atau justru membiarkan Aksel masuk lebih jauh untuk membuatnya bernyawa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hytrrahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Tangguh yang Terpatahkan (a)

Kalimat yang menggangu pikiran Meta sekarang adalah yang paling ia takutkan. Apalagi saat ini Aksel sedang berhadapan dengan Beni. Mereka bertemu untuk kali pertama, tepat di teras rumah dengan sebelah tangan Aksel yang terulur untuk memberikan salam. Sedang Risa mulai ketakutan di dekat pintu, menatap Beni penuh permohonan untuk tidak menyentuh seujung kuku pun pemuda yang saat ini bertamu ke rumah mereka.

"Dengan begitu, gue nggak akan hilang. Gue akan selalu di pikiran lo. Gue selalu hidup dalam tiap tarikan napas lo, Ta. Bisa percaya sama gue?"

Di belakang Beni, Meta berdiri dengan tubuh kaku yang mendadak kehilangan kemampuannya.

Hanya tatapan kehilangan yang menusuk bola mata Aksel. Seakan memberitahu cowok itu, bahwa inilah yang ia takutkan. Pertemuan Beni dan Aksel. Bencana yang mati-matian Meta hindari agar tidak terjadi. Tetapi si hama keras kepala itu justru melemparkan dirinya sendiri ke kandang buaya. Lantas sekarang apa yang harus Meta lakukan agar Aksel bisa lolos dari cengkeraman Beni?

Selepas memuaskan hati memandangi sosok yang saat ini berdiri tegap di hadapannya, Beni memberikan tatapan tajam mematikan. "Kamu siapa? Mau apa ke sini?"

Mengingat uluran tangannya yang tidak ditanggapi, serta tatapan ramahnya yang tidak dihadiahi senyuman hangat, Aksel kembali menarik uluran tangannya yang diabaikan. Memunculkan sebuah senyuman tanpa rasa takut.

"Saya temannya Meta, Om. Nama saya Aksel. Saya yang nganterin Meta pulang."

Beni menyunggingkan senyum tidak terima. "Nganterin pulang," cibirnya. Suasana berubah semakin tegang dan mendebarkan. "Udah kenal lama sama Meta?"

"Satu sekolah, Om. Sekarang sekelas. Meta berprestasi, dia punya sisi istimewa yang nggak semua orang punya."

Meskipun saat ini keadaan sedang genting-gentingnya, senyuman di bibir Aksel tak pernah luntur. Bahkan sikapnya yang ramah semakin membuat Risa menatap cowok itu dengan penuh harapan. Berharap agar anak itu baik-baik saja, tidak disentuh oleh Beni dan pulang ke rumah dalam keadaan baik-baik saja.

"Bapak nggak usah khawatir, dia cuma temanku."

Seruan Meta menarik perhatian Beni, hingga lelaki itu menoleh ke belakang. Menatap Meta penuh tatapan peringatan, yang seolah mengatakan bahwa Aksel tidak akan diampuni.

"Aku tau batasanku. Aku ingat kejadian itu. Bapak lepasin dia, aku jaminannya."

Beni kembali tersenyum, mencemooh lewat tatapannya pada Meta. Sementara Aksel dalam keadaan bingung sekarang, tidak tahu kemana arah pembicaraan Meta dan Beni yang sepertinya sangat serius. Sampai-sampai tatapan memohon terpancar di netra lemah milik Meta. Seakan telah kehabisan asa.

Melihat ada celah untuk masuk, Risa menghampiri Aksel. Menatap pemuda itu dengan tangisan yang ia tahan mati-matian. Menyembunyikan kesedihannya adalah hal yang harus Risa lakukan saat ini agar Aksel bisa selamat.

Kedua tangan Risa menyentuh pundak Aksel, menatap cowok itu dengan senyuman penuh cerita sedih. "Kamu pulang, ya? Terimakasih udah anterin Meta, kamu juga harus segera istirahat."

Tatapan semua orang kini tertuju pada Risa yang meminta Aksel untuk pulang dengan suara bergetar. Dia tampak kesulitan bicara demi menahan tangisannya. Sebelah tangannya menyentuh pipi Aksel, menyalurkan kegetiran lewat kontak mata mereka. Tangan Aksel ikut bergerak, menggenggam tangan Risa di wajahnya. Memberitahu lewat kedipan matanya, bahwa ia telah mengerti akan situasi.

"Nggak perlu bersikap berlebihan sama Meta, dia bisa ngurus dirinya sendiri. Sekarang kamu boleh pergi!"

Suara berat Beni hampir membuat Risa pingsan, takut yang keluar dari mulutnya adalah kalimat penuh ancaman mematikan. Yang akan membuat Aksel menghilang dari bumi.

Tetapi saat Risa melepaskan tangannya, menjauh dari Aksel dan menatap Beni. Ketakutannya tak menjadi nyata. Beni hanya memberi peringatan. Membuat Risa dan Meta bisa bernapas lega.

"Pulang! Tunggu apalagi?!"

Kali ini teriakan histeris Meta mengejutkan Aksel saat melihat cowok itu masih bergeming di tempatnya.

"Membelenggu kebebasan mereka akan menciptakan karma untuk diri Om sendiri. Cepat atau lambat, Om akan tersingkirkan."

Bangsat! Bego! Sialan!

Yang benar saja, apa yang sedang Aksel pikirkan? Kenapa dia tidak langsung pergi dan malah berulah? Meta ingin menendang cowok itu ke rumahnya kalau bisa, tapi sekarang ia harus pasrah. Menyerahkan keadaan pada Tuhan, berdoa agar cowok itu masih bisa selamat.

Beni mengamati Aksel, merekam paras pemuda itu dan menyimpannya baik-baik di kepala. Supaya tidak lupa, kalau sosok itu mulai diwaspadai.

Tak lama, Beni melangkah kaki. Menyingkirkan Risa dengan menarik tubuh wanita itu ke belakang, kasar sekali. Untung saja Meta menyambut tubuh limbung Risa, jika tidak, mungkin sekarang Risa sudah di lantai. Menumpahkan air matanya.

Melihat Beni yang menunjukkan reaksi yang tak tanggung-tanggung dan bahkan dengan sengaja diperlihatkan padanya, Aksel mengepalkan tangan. Diam-diam menyimpan kemarahannya di hadapan Beni. Sekarang ia tahu mengapa Meta memintanya menjauh, meminta agar tidak dekat-dekat karena ayahnya adalah orang yang mengerikan.

"Jauhi Meta! Jangan sampai tindakan saya menyingkirkan kamu dari kehidupan ini!"

"Kenapa? Karena ucapan saya nggak bisa disangkal?" Aksel tersenyum masam, Beni mengetatkan rahangnya. "Kalau mereka aman, saya akan bungkam."

Lagi. Meta dan Risa dibuat syok akan keberanian Aksel dalam aksi penentangannya terhadap Beni. Cowok itu seperti sedang membuat kesepakatan bersama Beni, namun hal itu ditanggapi dengan kemarahan oleh Beni sebab mulai menyadari kalau kehadiran Aksel, adalah sebuah ancaman besar. Dalam hidupnya, untuk rencananya.

Belum hilang rasa terkejut di wajah mereka, sekarang kejutan dari Beni menghentikan deru napas Meta dan Risa. Di belakang mereka, ada sosok lelaki yang mengintip dari balik pintu. Dilihat dari kelopak matanya yang agak besar, sepertinya itu adalah Putra. Yang menonton aksi Beni dan Aksel dari sana.

Beni menghadiahi Aksel dengan sebuah pelukan, berhasil membuat cowok kepala batu itu terhuyung ke belakang. Pukulan Beni cukup kuat, apalagi saat Aksel dalam keadaan tidak siap. Dia lengah, tidak bisa membaca gerakan Beni lantaran tak menduga hal itu akan terjadi.

"Aksel pulang! Buruan!"

Meta maju, menghadang Beni dan berdiri di depan Aksel sambil merentangkan kedua tangannya.

"Minggir! Akan saya habisi anak itu!"

"Bapak lampiasin aja semuanya ke aku, biarin dia pergi!"

Tidak terima, Aksel menyentuh pundak Meta. Menarik cewek berambut pendek itu agar menatap wajahnya. "Bagi rasa sakit itu ke gue!" pintanya, Meta menggeleng. Air matanya jatuh untuk pertama kalinya di hadapan Aksel.

"Pergi! Gue bilang pergi, Hama! Jangan malah nunggu ajal nyamperin lo!"

"Terus lo ngegantiin posisi gue?" Suara Aksel berubah serak, ada sedikit penyesalan yang datang.

Meta mengangguk, perlahan melepaskan cekalan Aksel dari pundaknya. "Lo udah memulai semuanya!" bentak Meta dan kembali ke hadapan Beni yang sedang menunggu waktu yang tepat untuk menghajar Aksel.

Namun seperti yang ia lihat sekarang, Beni tak diberi kesempatan untuk kembali menyerang pemuda sok pahlawan itu. Karena menghadapnya, menandakan bahwa ia siap dihukum atas kejadian yang bukanlah kesalahannya.

Satu tamparan keras berhasil mendarat kuat di wajah Meta, membuat Beni menyeringai lebar penuh kemenangan. Aksel terpaku sejenak, ia mengamati keadaan dimana Meta hanya bisa tunduk pada Beni. Sama halnya dengan Risa yang sudah jatuh terduduk, rasa sakit menghantam jiwanya mendengar suara tamparan bertenaga itu menyentuh wajah putrinya.

Meta menarik ingusnya, berusaha kuat walau air matanya terus berjatuhan. Tamparan kedua kembali datang, lebih kuat dari sebelumnya.

"Meta! Jangan kayak gini, Ta!"

"Pergi! Atau lo mau liat gue mati?!"

Aksel menggeleng frustrasi, matanya memerah dan wajahnya memucat. "Enggak! Gue nggak akan pergi gitu aja!" teriaknya dan hendak menghampiri Meta yang hanya tiga langkah di depannya.

Langkah Aksel tak sampai, Risa buru-buru menghadangnya dengan tangisan yang terus berurai. Tangan gemetar itu terus menahan tubuh Aksel, hingga Aksel menyadari ada seorang laki-laki di pintu. Yang semakin meningkatkan emosinya.

"Lepasin Meta!"

"Sel, kamu harus pulang," bisik Risa.

Aksel mengalihkan tatapnya pada Risa, matanya yang memerah menghunus Risa dengan tatapan memohon. "Aku nggak bisa, Tan."

"Kamu sayang Meta, kan? Kamu harus pulang, jangan pernah datang lagi ke tempat ini."

Rasa sakit yang menghantam dadanya tidak bisa ditahan lagi, hingga kemudian berhasil meruntuhkan pertahanan yang Aksel bangun mati-matian. Ia kalah dari Beni. Aksel tak bisa menyelamatkan perempuan yang dicintainya. Sementara Meta, ia mengingat kejadian waktu itu dengan tubuh bergetar.

Tak kuasa berlama-lama dalam keadaan yang menyakitinya dan Meta, Aksel memutuskan untuk pergi pada akhirnya. Beni menang. Tapi Aksel tidak akan berhenti di sini, ia harus membulatkan tekad untuk membebaskan Meta dan ibunya.

"Aku akan membebaskan kalian. Aku janji, aku juga janji sama diriku sendiri. Aku akan bikin dia membayar mahal semua kejahatannya!" Aksel memeluk Risa dan mendapat anggukan dari wanita itu sebelum akhirnya pergi membawa kekalahannya. Seluruh rasa sakit itu dikantonginya dan dibawa pergi ke rumah. Air mata Aksel tak berhenti turun, tangannya terus menghapus jejaknya berkali-kali. Aksel tak ingin terlihat lemah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!