Laura, adalah seorang menantu yang harus menerima perlakuan kasar dari suami dan mertuanya.
Suaminya, Andre, kerap bertangan kasar padanya setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya, yang dipicu oleh ulah mertua dan adik iparnya.
Hingga disuatu waktu kesabarannya habis. Laura membalaskan sakit hatinya akibat diselingkuhi oleh Andre. Laura menjual rumah mereka dan beberapa lahan tanah yang surat- suratnya dia temukan secara kebetulan di dalam laci. Lalu laura minggat bersama anak tunggalnya, Bobby.
Bagaimana kisah Laura di tempat baru? Juga Andre dan Ibunya sepeninggal Laura?
Yuk, kupas abis kisahnya dalam novel ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Laura mengamankan aset-asetnya
"Sepandainya kamu menyimpan dusta, pada akhirnya akan tersingkap juga."
"Kamu itu jahat, Laura. Awas, kamu suatu saat akan ibu balas perbuatanmu itu." ancam Bu Maya pada Laura saat sedang menyiapkan sarapan.
Laura diam saja, tidak menggubris ucapan mertuanya. Tetap melanjutkan pekerjaannya, menyiapkan sarapan dan bekal makanan Bobby.
"Kamu dengar ucapan, ibu gak Laura!" Bu Maya naik pitam melihat sikap Laura.
"Apa lagi yang harus dibahas, Bu. Aku bosan dan hanya membuang-buang waktu." ucap Laura di tengah tangannya masih cekatan membuat omelet kesukaan anaknya.
"Kamu memang kurang ajar!" seru Bu Maya, mencekal lengan Laura. Sehingga tanpa sengaja minyak panas itu terpercik ke lengan Bu Maya. Bu Maya menjerit kesakitan akibat minyak panas itu.
"Ibu! Hati-hati, Bu!" jerit Laura kaget, tidak menduga kalau ibu mertuanya akan menepis lengannya, sehingga minyak terpercik mengenai lengannya dan lengan ibu mertuanya.
"Kamu sengaja 'kan untuk mencelakai, Ibu." Teriak Bu Maya, meninggikan volume suaranya agar Andre mendengarnya.
"Ibu sendiri yang menepis lengan Laura, padahal ibu liat sendiri, Laura sedang apa." balas Laura tidak mau kalah. Laura tau, kalau ibu mertuanya sedang cari gara-gara. Laura, meredam panas dilengannya dengan air yang mengalir di wastafel.
"Ada apa ini, Bu. Suara ibu kencang sekali. Aduh, Bu, apa yang terjadi pada Ibu?" gegas Andre menghampiri ibunya. Andre juga tengah melihat istrinya menyiram lengannya dengan air kran.
"Tuh, istrimu jahat banget sama Ibu, Andre. Ibu, hanya ngomong baik-baik tapi diperciki sama minyak panas. Aduh, perih sekali!" rintih Bu Maya menarik perhatian, Andre.
"Apa benar ucapan ibu, Laura?" tatap Andre nyalang ke Laura.
"Terserah mau percaya, atau tidak. Jika mau buat ibu celaka, sekalian saja aku siramkan minyak panas itu ke tubuh ibu. Ngapain pula aku ikutan kena, ngaco. Kalau mau memfitnahku, jangan tanggung, Bu." ucap Laura sekenanya, seraya mematikan kran air.
Andre, melihat lengan istrinya yang memerah. Jauh lebih merah dibanding lengan ibunya.
"Ibu, apa-apaan sih. Mengapa tidak berhenti buat masalah." Andre mengusap rambutnya kasar. Bingung karena ibunya tidak tidak bisa mengikuti permainannya.
Pembelaannya pada Laura hanya modusnya saja untuk meredam kemarahan, istrinya. Nyatanya, Ibunya malah membuat runyam, suasana.
"Laura, ayo ke dokter. Jangan sampai luka bakar itu infeksi," ucap Andre.
"Apakah kamu sungguh tidak peduli pada Ibu, Andre?" protes Bu Maya ketus.
"Ibu, juga ikut. Ayo, Bu," Andre hanya bisa geleng kepala.
***
"Sayang, kamu aku antar ke kafe atau ke rumah? Soal aku ada pertemuan bisnis, dengan relasi," ucap Andre, seusai membawa Laura dan ibunya berobat.
"Aku ke kafe, saja. Biar lebih mudah menjemput, Bobby." sahut Laura.
"Baiklah kalau begitu. Ayo, Bu, Andre antar ibu pulang."
"Tidak usah, Ibu jalan kaki saja. Cuma satu kelokan saja." Bu Maya melengos pergi. Raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan amarahnya.
Bu Maya benar-benar keki, melihat perlakuan mesra Andre pada istrinya.
"Ah, ibu pasti salah paham lagi. Nanti saja aku jelaskan pada ibu." ucap batin Andre melihat kepergian ibunya.
Andre sebenarnya bukan hendak pergi ke pertemuan seperti yang dia sebut. Dia hendak mencari keberadaan, Irina. Sepanjang malam tadi dia tidak bisa tidur dan mencemaskan, Irina.
"Aku pergi dulu ya, sayang. Nanti kalau sempat biar aku saja yang jemput Bobby," ucap Andre setelah sampai di kafe.
"Iya, hati-hati." Laura melambaikan tangannya mengantar kepergian, Andre.
"Lengan Ibu kenapa?" sambut Ratih heran melihat lengan Laura yang dibalut perban.
"Tidak apa-apa, cuma kena percikan minyak panas. Bagaimana pagi ini, apa sudah beres-beres di dapur soal, menu?"
"Sudah, Bu. Kami sudah selesai semuanya, tinggal menunggu kedatangan ibu, saja." jelas Ratih.
"Baiklah, mari kita bedah resep di dapur," canda Laura pada Ratih.
"Emang luka ibu, tidak apa-apa?"
"Tenang sajalah, Ibu baik-baik saja."
"Kami senang sejak Ibu sering mampir ke kafe. Suasana disini lebih nyaman karena ibu sangat perhatian pada kami." Ratih, mengungkapkan perasaan hatinya pada Laura.
"Memangnya sebelum Ibu datang, bagaimana suasana disini?" delik Laura heran.
"Hem, sebenarnya tidak kenapa-napa, Bu. Hanya saja sejak ibu hadir, kami merasa lebih dihargai, gitu?" Ratih, tidak berani membalas tatapan Laura.
Laura tidak berusaha lagi mengorek keterangan dari Ratih. Karena gambarannya sudah dia lihat dengan jelas. Saat pertama kali memeriksa buku catatan keuangan dan transaksi usaha kafe, Laura merasa heran dan bingung.
Pembukuan yang amburadul, serta perolehan gaji karyawan, sangat membuat Laura terbeliak. Meskipun dia hanya lulusan SMk, jurusan tata boga. Tapi ayahnya sudah terbiasa melibatkannya soal pembukuan. Sehingga dia mengerti meskipun cuma sekilas.
Karena itulah dia merombak beberapa aturan termasuk mengenai gaji karyawan.
Laura tidak menduga kalau pembukuan suaminya begitu rancu. Pantaslah penghasilan kafe tidak tentu arah. Ataukah karena suaminya selingkuh dan yang akhirnya menikah siri dengan Irina, entahlah.
Setelah dia turut campur mengelola usaha kafe, sudah terlihat geliat kalau penghasilan mulai stabil.
Laura memeriksa laci yang selalu terkunci. Laci itu tidak pernah terbuka, tepatnya tidak pernah dia buka. Karena kuncinya tidak ada.
Selama ini pula, Laura tidak peduli dengan isinya. Namun, saat ini Laura sangat penasaran dengan isi laci itu.
Laura mencari kunci diantara kunci yang tergantung menyatu dengan kunci lainnya. Tapi tidak ada yang pas.
Tiba-tiba Laura teringat, saat masa gadisnya dia suka menyimpan kunci didalam laci, tapi dengan cara di rekat ke laci atasnya.
Laura meraba-raba laci yang lain dan jarinya menyentuh sesuatu. Saat dia mencomotnya ternyata benar adalah anak kunci.
Laura, mencoba membuka laci yang terkunci dengan anak kunci yang baru dia temukan.
Laci itu terbuka! Laura kaget dengan isi laci itu. Didalamnya Laura menemukan sebuah foto pernikahan suaminya dengan Irina.
Juga beberapa map berisi berkas penting. Surat kepemilikan usaha kafe, beserta surat tanah dan surat rumah atas nama Irina.
Tangan Laura gemetar melihat berkas itu. Laura kenal beberapa surat tanah itu. Surat tanah yang belum ganti nama. Nama ayahnya jelas tertulis disana.
...Laura juga ingat kejadian sebelumnya dua atau tiga tahun yang lalu, sebelum kematian ayahnya. Bahwa ayahnya telah ditipu orang. Apakah suaminya terlibat dengan penipuan itu. Ataukah suaminya yang menjadi dalang dibalik penipuan itu?...
Setelah apa yang dilakukan oleh ayahnya, waktu itu. Membantu usaha kafe suaminya dengan bantuan modal.
Ternyata semua itu tidak dihargai oleh suaminya.
Mungkin ayahnya saat itu telah mencium tabiat buruk suaminya, sehingga beliau membuat perjanjian. Apabila suaminya dan dirinya bercerai, rumah dan setengah dari kepemilikan kafe menjadi haknya.
Entahlah, apa sebenaranya yang telah terjadi. Namun, dengan adanya surat- surat ini jelaslah sudah, kalau suaminya tengah mengincar hartanya.
Menyadari hal itu, Laura bertekad akan membalas semua perbuatan suaminya itu.
Laura mengambil surat-surat itu dan menyembunyikannya ditempat aman. Dia berencana akan menjual tanah itu lagi. Sejak saat ini, Laura menyusun rencana masa depannya.
Dia ingin membuka cabang dengan diam-diam untuk jaminan masa depannya, jika dia bercerai juga nantinya. *****