NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Prita dihantui mimpi-mimpi samar tentang sosok misterius dan sosok asing bernama Tana' Bulan. Di tengah kesehariannya yang tenang di Loka Pralaya bersama sahabat-sahabatnya, Wulan dan Reida, serta bimbingan bijak dari Nyi Lirah, mimpi-mimpi itu terasa lebih dari sekadar bunga tidur.

Sebuah buku kuno berkulit, Bajareng Naso, menjadi kunci misteri ini. Ditulis oleh Antaboga, legenda di dalamnya menyimpan jejak masa lalu Prita yang hilang—ingatan yang terkubur akibat pengembaraannya melintasi berbagai dunia. Nyi Lirah yakin, memahami legenda Bajareng Naso adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepingan-kepingan memori Prita yang berserakan.

Namun, pencarian kebenaran ini tidaklah mudah.

Akankah Prita berhasil memecahkan misteri mimpinya dan memulihkan ingatannya yang hilang? Siapakah tamu tak diundang itu, dan apa hubungannya dengan rahasia yang dijaga oleh Luh Gandaru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Portal Langit

Nyi Lirah menatap wajahku cukup lama, dan aku jadi agak gugup. Aku menundukkan kepala, tidak berani menatap balik.

“Prita,” kata Nyi Lirah lembut.

“Iya, Nyi Lirah,” jawabku pelan, masih menundukkan pandangan.

“Prita, apakah kamu sudah mendengar cerita legenda tentang Bajareng Naso?” tanya Nyi Lirah dengan senyum hangatnya, membuat pertanyaan itu terdengar ringan.

Aku mengangkat kepalaku, menatap Nyi Lirah dengan ragu.

“Sa..saya belum pernah mendengarnya, Nyi Lirah,” jawabku singkat. Wulan yang duduk di sampingku juga ikut memperhatikan apa yang dikatakan Nyi Lirah.

“Oh, iya…” Wulan menyela pembicaraan Nyi Lirah. “Legenda itu…”

Nyi Lirah menoleh ke arah Wulan.

“Rupanya Wulan belum menceritakan tentang legenda itu ya?” tanya Nyi Lirah padaku, tapi lebih terasa ditujukan pada Wulan.

Mendengar ucapan Nyi Lirah itu, Wulan buru-buru menjawab.

“Maafkan saya, Nyi Lirah, saya belum sempat menceritakan legenda itu, … karena …” Wulan menghentikan ucapannya.

“Karena,.. kenapa Wulan?” tanya Nyi Lirah sambil tersenyum.

“Saya, … saya lupa, Nyi Lirah,” jawab Wulan sambil tersenyum malu.

“Hmmm… tapi sudah banyak juga yang saya ceritakan kepada Prita kok,” katanya membela diri.

“Oh .. iya, tidak apa-apa,” kata Nyi Lirah, “karena itulah aku memanggil Prita ke tempat ini.”

Lanjutnya, “aku ingin menceritakan legenda itu kepadanya.”

“Iya, Nyi,” jawab Wulan singkat.

Nyi Lirah kemudian menunjukkan buku yang sedang dibacanya.

“Buku ini,” kata Nyi Lirah,

"Di dalamnya menceritakan dengan cukup detail mengenai legenda Bajareng Naso.” Aku memandangi buku itu. Sampulnya yang terbuat dari kulit sudah tampak cukup tua, sementara Nyi Lirah masih memegangi buku itu sambil sesekali membuka beberapa halamannya.

“Buku ini ditulis oleh Antaboga,” kata Nyi Lirah, “dia adalah seorang ksatria pilih tanding yang hidup di jaman leluhur kita, Krass Lontara.”

“Wah,…” kata Wulan, “berarti usia buku ini sudah lama sekali.”

“Iya,” kata Nyi Lirah, “Antaboga menuliskannya untuk kita, anak cucunya, supaya tetap menghargai budaya leluhur, termasuk legenda itu.”

“Tapi, Nyi Lirah,…” kata Wulan, “setahu saya,… legenda itu hanya sekedar cerita, begitulah yang saya dengar dari orang-orang.”

Nyi Lirah memandang Wulan dengan tersenyum, kemudian ia menoleh ke arahku. “Prita, barangkali kamu baru pertama kali ini mendengar cerita tentang legenda itu,” kata Nyi Lirah, “namun aku merasa kamu juga perlu mengetahuinya.”

“Iya, Nyi,… saya senang kok,.. terimakasih atas kebaikan Nyi Lirah,…” kataku sambil menoleh ke arah Wulan dan Reida. “Kepada kalian juga, Wulan dan Reida, kalian sudah sangat baik memperlakukanku selama ini.”

Nyi Lirah hanya diam, menunggu aku untuk berbicara lebih banyak. “Namun kalau diperbolehkan, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan kepada Nyi Lirah,” kataku memberanikan diri.

Nyi Lirah hanya tersenyum mendengar ucapanku. “Iya, Prita, kamu boleh menanyakan apa saja, jika aku tahu jawabannya, aku pasti akan menjelaskannya kepadamu,” jawab Nyi Lirah dengan lembut.

“Nyi Lirah,” kataku memulai, “akhir-akhir ini, saya sering mendapatkan mimpi-mimpi yang aneh.” Lanjutku, “tapi, meskipun itu aneh, rasanya saya pernah mengalaminya.”

“Hmm,… mimpi aneh?” tanya Nyi Lirah.

“Iya, Nyi,” jawabku.

“Coba,… kamu ceritakan mimpimu itu, Prita, aku siap mendengarkan,” kata Nyi Lirah dengan penuh perhatian.

Aku menarik napas pelan-pelan, mencoba mengingat kembali mimpiku. “Nyi Lirah, sudah tiga hari ini saya mengalami mimpi yang hampir sama,” kataku, “dalam mimpi itu, saya seperti sedang berada di pantai Sambutara, tempat pertama kali saya terdampar…”

Nyi Lirah, Wulan, dan Reida tampak serius mendengarkan ceritaku. “Namun, … dalam mimpi itu saya tidak sendirian, ada seseorang yang selalu bersama saya,… dan hampir ada di setiap mimpi-mimpi saya.” Aku menatap Nyi Lirah, berharap ia memberikan jawaban atau setidaknya sebuah pertanyaan. Dan benar saja, ketika aku menyebutkan bahwa aku selalu bersama seseorang, Nyi Lirah segera bertanya.

“Seseorang …?” tanya Nyi Lirah, “seseorang itu wanita atau pria?”

“Dia seorang wanita, Nyi,” jawabku.

“Bagaimana ciri-cirinya?” tanya Nyi Lirah lagi.

“Wanita yang saya lihat dalam mimpi saya itu, … dia begitu cantik, rambutnya panjang tergerai indah, berwarna putih berkilauan … dan ia selalu tersenyum kepada saya,” jawabku dengan mata menerawang ke udara, seolah membayangkan ciri wanita dalam mimpiku itu.

Nyi Lirah tampak semakin tertarik dengan mimpiku. Ciri-ciri wanita dalam mimpi itu terasa familiar baginya. “Apakah Nyi Lirah mengenal wanita itu?” tanyaku penasaran.

Nyi Lirah tidak langsung menjawab pertanyaanku, ia justru memberi pertanyaan balik. “Apakah wanita dalam mimpimu itu membawa sebuah tongkat kecil, Prita?” tanya Nyi Lirah dengan tatapan menyelidik.

“Iya,… iya betul, Nyi Lirah! Wanita itu membawa sebuah tongkat kecil yang indah, warnanya juga berkilauan dengan ujung seperti tombak berwarna biru bercahaya,” jawabku antusias.

“Dia adalah Tana’ Bulan, Prita,” jawab Nyi Lirah dengan mantap.

Mendengar jawaban itu, aku begitu terkejut. Selama ini aku hanya mendengar cerita mengenai Tana’ Bulan dari Wulan, dan belum pernah sekalipun bertemu dengannya. “Apa ,… apa benar, Nyi Lirah?,.. apa benar wanita yang saya lihat di dalam mimpi itu adalah Tana’ Bulan?” tanyaku untuk meyakinkan pendengaranku sendiri.

“Benar, Prita, jika ciri-ciri yang kau sebutkan seperti itu di dalam mimpimu, berarti memang Tana’ Bulanlah yang menemuimu,” jawab Nyi Lirah dengan senyum misterius.

“Tana’ Bulan,…,” kataku seperti bergumam pada diriku sendiri, “ia ..begitu cantik dan anggun …”

Nyi Lirah hanya tersenyum melihat ekspresiku yang terlihat senyum-senyum sendiri. Sepertinya aku masih terpesona dengan sosok Tana’ Bulan yang kulihat di dalam mimpi. “Apa ada yang dikatakan Tana’ Bulan dalam mimpimu itu, Prita?” tanya Nyi Lirah.

Aku terdiam sesaat, mencoba mengingatnya lagi. “Tana’ Bulan tidak mengatakan apa-apa, Nyi Lirah,” kataku, “sebab … dia hanya tersenyum kepada saya, lalu dengan kedua tangannya itu,…. dengan tongkat yang ada ditangannya dia seperti membuka langit…”

“Membuka langit?” tanya Nyi Lirah mengerutkan dahinya.

“Mmm … maksud saya tiba-tiba saja langit seperti terbuka, Nyi…” kataku mencoba menjelaskan, “langit itu terbuka saat Tana’ Bulan mengangkat tongkatnya…”

Nyi Lirah membiarkanku meneruskan ceritaku. “Lalu, setelah langit itu terbuka, saya seperti merasakan sebuah tarikan kuat, yang membuat tubuh saya masuk ke dalam pintu itu … “ Aku terhenti sejenak, mencari kata yang tepat. “Maksud saya bukaan langit itu menyerupai pintu atau portal yang bisa dimasuki… tubuh saya terasa begitu ringan, melayang di udara, … dan tertarik ke dalam portal langit itu..”

Aku terdiam sesaat, mengatur napasku. Sementara Nyi Lirah, Reida, dan Wulan masih mendengarkan ceritaku dengan sungguh-sungguh. Aku masih terdiam, tidak meneruskan ceritaku untuk beberapa saat, hingga akhirnya Nyi Lirah memintaku untuk melanjutkan.

“Lalu, setelah itu apa yang kau temui, Prita?” tanya Nyi Lirah dengan nada penasaran.

“Baik, Nyi, … “ jawabku, “setelah saya masuk ke dalam portal itu, tiba-tiba saja, .. saya sudah berada di sebuah tempat,…” lanjutku.

“Tempat itu tidak saya kenali, saya merasa asing sekali… namun wanita itu, Tana’ Bulan maksudnya,… kembali hadir di sisi saya … ia hanya tersenyum … “ kataku.

“Namun, saat keheranan saya belum berakhir, Tana’ Bulan kembali mengangkat tongkatnya, dan langit pun kembali terbuka, menciptakan portal baru lagi.., dan seperti kejadian yang pertama, tubuh saya pun mulai terangkat memasuki portal langit itu..

Aku menerawang tinggi, seperti sedang memandang langit yang berada di luar perpustakaan,…

“kejadian itu berulang hingga beberapa kali, tapi saya tidak ingat dengan pasti berapa kali saya memasuki portal langit itu,” kataku.

Aku memandang Nyi Lirah, aku ingin  meminta penjelasan atau sedikit petunjuk mengenai arti mimpiku itu. Nyi Lirah hanya tersenyum melihatku.

“Lalu,.. coba kamu ingat … apa yang kamu temukan di langit yang terakhir itu, Prita?” tanya Nyi Lirah.

“Baik, Nyi Lirah,” jawabku.

“Yang saya ingat, .. akhirnya saya memasuki portal langit yang terakhir, saya berada di dunia yang sama sekali tidak saya kenal, dan sangat berbeda dengan yang kita lihat di sini…”

Nyi Lirah mulai ingin tahu lebih dalam. “Apa, ..apa yang berbeda, Prita?” tanya Nyi Lirah.

“Di dunia itu,” kataku, “saya lihat diri saya seperti makhluk kerdil, Nyi Lirah..”

“Makhluk kerdil?” tanya Nyi Lirah makin penasaran.

“Betul sekali, Nyi Lirah, … sebab semua orang yang saya lihat di sana, memiliki ukuran tubuh yang sangat besar,…" aku berhenti sesaat untuk mengambil napas dan menenangkan pikiranku lagi.

"Saya sempat merasakan ketakutan yang luar biasa,…” jawabku sambil merinding jika mengingat mimpi itu.

“Di dalam mimpi saya itu, di dunia itu saya merasa hanya sebesar telapak tangan mereka, begitu kecil, hingga kehadiran saya tidak mereka hiraukan, dan membuat saya semakin merasa terasing …” kataku dengan suara rendah.

Mimpi itu membuatku sedih dan murung, aku merasa seperti orang yang ditinggalkan sendirian, entah oleh siapa atau karena apa, aku sama sekali tidak tahu. Yang ada hanya perasaan tersakiti yang begitu menhyiksa.

“Lalu, apakah orang-orang itu berbuat jahat kepadamu, atau apa yang dilakukan oleh orang-orang raksasa itu?” tanya Nyi Lirah.

“Mereka sepertinya tidak melihat saya, Nyi Lirah, … jika saja wanita itu, Tana’ Bulan maksud saya, tidak segera hadir menemani saya, rasanya saya ingin sekali berteriak karena saking takutnya …” jawabku.

“Lalu, apakah ada sesuatu atau pesan yang disampaikan oleh Tana’ Bulan?” tanya Nyi Lirah.

Aku hanya menggelengkan kepala. “Tana’ Bulan tidak mengatakan apa-apa, Nyi Lirah, … hanya tersenyum dan entah bagaimana caranya membawa saya kembali ke pantai itu,” kataku mengakhiri ceritaku.

“Apa mimpi saya ini ada artinya, Nyi Lirah?” tanyaku penuh keraguan.

Nyi Lirah kembali tersenyum hangat kepadaku. “Mimpimu itu bukan sekadar mimpi, Prita,” jawab Nyi Lirah dengan nada yang membuat jantungku berdebar.

1
Hye Kyoe
Halo aku mampir nih....🤩
Margiyono: thaks..kak..
/Drool//Pray/
total 1 replies
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
Margiyono
oke
Andressa Maximillian
lanjut
Andressa Maximillian: semangat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!