"Jadi pacarku dan kau langsung tandatangani kontrak ini"
Tubuh Freya benar-benar membeku ketika mendengar suara Tuan Muda yang terdengar dingin dan pemarah ini. Tuan Muda arogan yang tiba-tiba melemparkan surat kontrak untuk menjadi pacarnya. Entah apa maksudnya, namun Freya juga tidak bisa menolaknya. Karena memang dia sudah melakukan kesalahan yang besar yang tidak mungkin bisa mengganti rugi dengan uangnya.
Biarlah dia ganti rugi dengan hidupnya.
Arven yang mempunyai penilaian sendiri terhadap semua wanita, mulai di patahkan oleh Freya. Selama gadis itu menjadi pacar kontraknya, banyak hal yang ditemukan Arven dalam kehidupannya. Pemikiran dia tentang wanita, yang tidak semuanya benar.
Entah bagaimana kisah mereka selanjutnya..? Mungkinkah akan saling jatuh cinta hingga akhirnya menikah? Kisah dengan perbedaan status sosial yang tinggi juga akan menjadi penghalang utama hubungan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#10# Menunjukan Kemesraan
Freya berkeliling rumah besar ini, menatap keindahan dan setiap barang yang berada di penjuru ruangan rumah ini. Rasanya Freya begitu takjub dengan semua yang ada di rumah mewah ini. Semuanya adalah barang mewah dengan jumlah barang yang terbatas. Hanya orang-orang terdahulu saja yang bisa mendapatkan barang-barang itu.
Grepp..
Tubuh Freya hampir saja terlonjak kaget saat sebuah tangan memegang lengannya. Freya langsung menoleh dan ternyata itu adalah Arven. Dia tersenyum kaku pada Tuan Muda yang menjadikannya pacar kontrak itu.
"Kenapa dengan senyumanmu itu? Mana senyumanmu yang tadi?" ucap Arven.
Freya mengerutkan keningnya bingung, kenapa juga Arven bertanya tentang senyumannya. Memangnya ada apa dengan senyuman Freya? Dan apa tadi, senyuman yang tadi dia kata, memangnya senyuman yang tadi yang mana. Bahkan Freya merasa tidak ingat dia sudah tersenyum seperti apa tadi. Karena sebenarnya di sedang mencoba menghilangkan kegugupannya.
"Maaf Tu..." Freya langsung terdiam seketika saat tatapan tajam dari Arven yang begitu menakutkan baginya. Membuat Freya sadar kalau dia hampir saja salah memanggilnya.
Memangnya kenapa si kalau aku panggil Tuan? Kan memang sudah terbiasa begitu, semua mahasiswa di Kampus, bahkan para Dosen dan Dekan saja memanggilnya Tuan Muda. Kenapa sekarang memanggilnya Tuan, seolah adalah sebuah kesalahan besar bagiku. Tatapannya saja begitu menakutkan.
"Sayang, ya maksudku Sayang. Maaf ya masih belum bisa membiasakan soalnya" ucap Freya dengan tersenyum pada Arven.
Arven langsung merangkul bahu Freya dan langsung mendekapnya lebih erat dan lebih dekat dengan dirinya. Membuat Freya langsung terbelalak karena terkejut dengan apa yang Arven lakukan padanya.
"Harus dibiasakan, karena kalau nanti depan orang tuaku, pastinya mereka akan curiga" bisik Arven di telinga Freya.
Freya begitu merinding saat hembusan nafas hangat dari Arven begitu terasa di kulitnya. Membuat dia begitu merinding dan gugup dibuatnya. Apalagi saat tubuh mereka yang begitu rapat karena Arven yang memeluknya erat.
"Wah, kalian ini sedang apa?"
Freya dan Arven langsung berbalik saat mendengar suara Mama. Freya tersenyum, meski sedikit kaku dan juga malu karena merasa kepergok sedang bermesraan dengan Arven. Padahal bermesraan apanya, hanya Arven yang sedang memberinya peringatan untuk tidak salah memanggil saat di depan orang tuanya nanti.
"Ah, Tante, tidak sedang apa-apa Tan, dasar Arvennya saja yang selalu begini kalau sedang berdua" ucap Freya, lagi-lagi dia mengelus pipi Arven dengan lembut.
Seolah tidak mau kalah menunjukan kemesran, Arven meraih kepala Freya dan mengecup keningnya dengan lembut. Membuat Freya lagi-lagi terbelalak dengan apa yang Arven lakukan padanya ini. Sangat tidak menyangka jika Arven akan melakukan hal ini.
"Ah, kalau sedang jatuh cinta memang dunia serasa milik berdua ya. Bahkan kehadiran Mama saja tidak dianggap ini" ucap Mama sambil tersenyum, sangat senang dan antusias ketika melihat kemesrsaan anaknya dan pacarnya ini.
Freya hanya tersenyum, begitu pun Arven yang tidak melepaskan Freya dari rangkulan tangannya.
Freya di bawa oleh Mama ke kamar Arven, terlihat sekali jika Mama sangat antusias ketika mendengar Arven yang sudah mempunyai pacar.Apalagi melihat mereka berdua yang terlihat begitu romantis di depannya.
Freya masuk ke dalam kamar yang mewah juga begitu luas itu. Ada beberapa foto dan piala yang berjejer rapi di sebuah rak kaca di ujung ruanan. Ada sebuah meja bundar di ujung ruangan. Mungkin memang tempat bekerja, di atasnya terlihat banyak beberapa berkas dan juga laptop.
Freya duduk di pinggir tempat tidur bersama dengan Mama. Dia sedang mengambil sebuah album dari dalam nakas. Membukanya di depan Freya dan dia melihat bagaimana ada foto anak kecil yang menggemaskan dengan seorang Kakek. Ditangannya ada sebuah piagam penghargaan.
"Arven memang besar bersama dengan Kakeknya. Dia adalah cucu laki-laki satu-satunya di keluarga kami.Membuat dia harus di didik dengan keras dari kecil. Semuanya hanya karena dia yang akan mewarisi perusahaan keluarga kami. Jadi, kamu jangan aneh kalau memang dia sedikit arogan" ucap Mama.
Freya hanya tersenyum, meski sedikit membayangkan bagaimana kehidupan Arven sebenarnya. "Dia memang sudah banyak mendapatkan penghargaan ya"
Mama mengangguk, dia mengelus foto anaknya dalam album foto itu. "Memang dia anak yang cerdas pada dasarnya. Belum lagi dirinya yang sekarang mempunyai banyak penghargaan dalam dunia kerja. Itulah kenapa dia bisa menyelesaikan kuliah dalam waktu cukup singkat"
Freya mengangguk, memang terlihat jelas jika Arven itu memang sosok pria yang nyaris mendekati sempurna. Jika dia mendapatkan waktu untuk menjadi pembicara di Kampus saja. Bohong sekali jika Freya tidak merasa terkesima dengan sosok seperti Arven ini. Namun rasanya dia terlalu rendah sampai tidak pernah menyangka jika saat ini dirinya terikat dalam sebuah perjanjian dengan Arven.
"Oh ya Freya, apa kabar Ibu dan Ayahmu? Waktu itu Tante pernah berkunjung ke rumah kalian, tapi kamu masih sangat kecil. Dan kalau tidak salah nama kamu bukan Freya" ucap Mama, seperti sedang mengingat-ngingat.
Freya terdiam, dia sedang memikirkan cara untuk menjelaskan tanpa mencurigakan. Mencoba tersenyum, meski hatinya sedang tegang saat ini. "Em, iya Tante, soalnya aku ganti nama. Kata Ibu aku terlalu nakal, jadi harus ganti nama"
Mama tertawa kecil mendengar itu, tentu saja sangat lucu dengan cerita Freya ini. "Kapan-kapan bisa undang orang tua kamu untuk datang kesini ya. Tante ingin bertemu dengan mereka"
Mengundang bagaimana? Orang tuaku sudah meninggal. Kalau mereka masih hidup, aku juga tidak akan sesusah sekarang.
Freya menghembuskan nafas pelan, mencobamenghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba saja muncul di hatinya ketika dia mengingat kedua orang tuanya dan juga kehidupannya yang begitu menyedihkan selama ini.
"Ah, iya Tante"
Mama tersenyum, dia mengelus kepala Freya dengan sayang. Akhirnya ingin mempunyai menantu dengan cepat, akan segera terjadi. Meski mungkin Arven juga tidak akan cepat-cepat menikah. Tapi yang terpenting sekarang. Arven sudah mempunyai calon, jadi Mama tidak perlu terus menjodohkan dia dengan setiap gadis yang dia kenal.
Setelah cukup lama mengorbol banyak hal. Freya kembali keluar dari kamar itu. Freya menemui Arven yang ternyata sedang duduk di teras belakang bersama dengan Hendrick. Freya menghampiri mereka yang berada disana. Seolah mengerti, Hendrick langsung izin pergi darisana, dan sekarang Freya yang duduk disamping Arven yang sedang menghisap sebatang rokok di tangannya.
"Jangan kebiasaan merokok, tidak baik untuk kesehatan" ucap Freya.
Arven menoleh, dia tersenyum tipis lalu segera membuang rokok di tangannya. "Kau takut aku sakit?"
"Orang tuamu akan sedih kalau anaknya sakit" jawab Freya, dia menoleh pada Arven dan tersenyum tipis.
"Bagaimana kau dengan Mama? Apa semuanya lancar? Kau tidak membuat kekacauan 'kan?" tanya Arven.
Bersambung