Melissa Permata Sari, gadis muda yang nekat menjual keperawanannya demi melunasi utang keluarganya sebesar 150 juta. Di hotel tempat "transaksi" berlangsung, ia justru bertemu Adrian Sutil, pria tampan dan kaya yang bukan mencari kesenangan, melainkan seorang pengasuh untuk putrinya yang berusia tiga bulan.
Adrian memberikan penawaran tak biasa: jika Melissa berhasil membuat putrinya nyaman, separuh utang keluarganya akan lunas. Namun, ada satu masalah—Melissa belum bisa memberikan ASI karena ia masih perawan. Meski sempat ragu, Adrian akhirnya menerima Melissa sebagai pengasuh, dengan satu syarat tambahan yang mengubah segalanya: jika ingin melunasi seluruh utang, Melissa harus menjadi lebih dari sekadar pengasuh.
Bagaimana Melissa menghadapi dilema ini? Akankah ia menyerahkan harga dirinya demi keluarga, atau justru menemukan jalan lain untuk bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Hmm, Nona semalam tidur sama bapak ya?"
Sasa tengah menggoda. Kini, Melissa tinggal sendiri di meja makan setelah beberapa waktu lalu Adrian berangkat ke kantor.
"Iya, dia tiba-tiba masuk ke kamar aku, Mbak!" jawab Melissa asal. Saat itu ia sedang sibuk menyeruput minuman jahe yang dibuat oleh Yani. Sementara, ketua pelayan itu sedang sibuk mengatur para bawahannya.
"Tapi kok tidurnya di kamar bapak?"
Uhuk!
Akibat ulahnya sendiri, kini Sasa ketar-ketir saat nona-nya tersedak setelah mendengar ucapannya. Mungkin jika ada Yani, Sasa sudah diplototi habis-habisan.
"Pelan-pelan, Non!" Sasa mengusap-usap punggung Melissa.
"Kok bisa tau? Mbak, ngintip?" tuding Melissa.
"Ah 'kan ketahuan bohongnya. Jadi, sebelum kalian bangun, aku sempat cek kamar biasa, ternyata kosong. Pas lihat ada guling yang ilang, aku paham!"
"Ihh!" Sontak Melissa merubah ekspresinya menjadi jutek.
"Kenapa si? Gengsi banget ... tinggal bilang aku yang mau, apa susahnya?" cibir Sasa.
"Kemauan anaknya, bukan aku. Setiap malam dia ngereog, ada aja yang di mau. Nyebelin, kayak bapaknya!"
"Tapi, bapaknya dinikmati, kan?"
"Hah?"
Pembicaraan mereka terputus saat melihat Yani datang dengan memegang kepala. Sepertinya banyak sekali pekerjaan yang ditanggung perempuan itu.
"Mbak butuh pemadam kebakaran, gak?"
"Kenapa?" Yani sewot.
Pertanyaan Sasa menurutnya tidak penting.
"Kepalamu berasap!"
"Sudahlah jangan main-main aku pusing. Maaf Nona, izin beristirahat," sahut Yani.
Melissa menyodorkan minuman kepada kepala pelayan itu. " Minumlah, jangan kuras otak dan tenaga terlalu dalam. Kalau capek, istirahat aja!"
Yani tersenyum, ia meminum pemberian dari nona-nya itu. " Terima kasih, Nona. Oh ya, untuk yang mengantar makanan nanti siang Melia saja ya? Yang lain sibuk, kebetulan dia cuma di bagian pengurus hewan."
"Melia, siapa?"
Yani memanggil seseorang, lalu tiba-tiba datang perempuan yang membuat Melissa terpaku. Gadis ayu dengan rambut ikal. Usianya bisa diprediksi hanya beberapa satu tahun lebih tua dari Melissa. Sama-sama remaja.
"Cantik banget," gumam dalam hati Melissa.
"Nah dia, Nona. Memang jarang kelihatan ...."
"Karena adanya di kandang!" sela Sasa memotong ucapan Yani.
Yani berdecak, tak suka dengan sahutan Sasa. "Dia sudah lama di sini, tapi memang jarang keluar aja. Biasanya ada di halaman belakang!"
"Oh, pantes aku jarang lihat. Okelah, nanti aku yang masak kamu yang antar ya!"
"Baik, Nona!" Gadis itu tersenyum ramah. Agaknya dia pemalu.
***
Sampai di siang hari.Semenjak hari di mana ia mengusir Mauren secara blak-blakan, sejak itu juga Adrian tidak lagi dikunjungi di kantor. Kabarnya bak ditelan bumi, entah ke mana perempuan itu sekarang. Namun, sudah tidak ada lagi keperdulian di hatinya.
"Chan, beberapa bulan lagi aku akan cuti sementara. Untuk menghadle perusahaan, semua akanku serahkan kepadamu sebagai tangan kananku. Hmm tapi, jangan sampai terdengar di telinga, papa!" Adrian tengah berbicara dengan sekretaris sekaligus asistennya.
"Maaf kalau boleh tau, ini untuk keperluan apa, Pak?"
"Aku tidak bisa menjelaskan. Pokoknya nanti kau urus seperti biasa. Mungkin, aku akan off dulu bolak-balik ke kantor selama beberapa Minggu nanti. Intinya, jangan jadi penghianatku. Kau berpihak ke sini, tetapi berpihak juga ke papa!"
Sekretaris keturunan China itu tersenyum sampai menenggelamkan matanya." Baiklah, saya akan selalu ada dipihakmu. Mungkin sesekali ke sana!"
"Ck, berani kau?!" Adrian berdecak. "Baiklah sudah waktunya makan siang, kau boleh keluar. Istirahatlah!"
Chan membungkukkan badannya, kemudian pria itu mengundurkan diri dari ruangan.
Berselang beberapa saat, Adrian menangkap seseorang yang tak asing. Gadis dengan seragam pembantu itu menongolkan dirinya di balik pintu.
"Permisi, Pak!"
"Masuk!"
"Saya ditugaskan mengantar makanan hari ini. Mungkin seterusnya juga saya yang akan mengantarkan makan siang, Bapak!"
Seketika senyum Adrian mengembang. Dari kotak makan yang dibawa gadis itu, seakan bisa ia tebak apa isi di dalamnya.
"Letakkan, saja. Terima kasih!"
Melihat gerak-gerik gadis itu, entah kenapa Adrian jadi teringat Melissa dulu. Wajah polos mereka hampir sama.
"Sudah, kamu boleh pulang!"
"Hmm, maaf Pak. Tapi, saya diperintahkan nona Melissa untuk menyuapi Bapak!"
"Tidak perlu, kamu bukan dia. Pulang saja!" cetusnya.
Sontak Melia terdiam. Adrian jika sudah berkata, mampu menjatuhkan mental siapa saja, termasuk gadis ini. "Baik Pak, permisi...."
***
Malam hari. Cuaca hari ini sangat panas, Melissa bahkan menghabiskan waktu di dalam kamar mandi sampai berjam-jam.
Selama seharian ia beberapa kali mandi. Entahlah baginya hari ini sangat gerah.
"Kenapa belum minum susu?"
Seorang pria datang dengan tas yang masih ditenteng, ada segelas susu juga yang biasa ia bawa setiap malam. Sepertinya pria itu baru saja pulang dari kantor, dan langsung mengunjungi kamarnya.
"Udah pulang?"
Melissa menghampiri, ia menerima gelas itu lalu meletakkannya di meja dekat ranjang, berharap pria ini lupa akan minuman tersebut. Kini, ia sibuk membantu Adrian melepaskan jasnya. Aksi mereka tampak seperti biasa yang dilakukan oleh istri kepada suami yang baru pulang bekerja.
"Aku ke kamar mandi sebentar !"
Melissa membiarkan pria itu masuk ke dalam kamar mandi, sementara ia iseng-iseng mencium bau jas yang baru saja ia copot. Mengira akan mencium bau kecut karena keringat, yang diendus ternyata memiliki wangi yang berbeda.
"Kok gak bau si? Dia keringetan juga, tapi ini wangi!" gumamnya. Lagi-lagi ia endus bagian ketiak jas itu, Melissa sama sekali tidak menemukan bau asam keringat, justru parfum yang biasa dipakai oleh Adrian wanginya semakin khas.
"Sedang apa?"
Melissa terperangah, spontan jas berwarna hitam itu ia jauhkan dari hidungnya. "Enggak, ini aku lagi cek jahitan, ada yang mulur. Beli yang baru dong, masa orang kaya pakai jas rusak!"
Ya, sudah tertangkap begitu, kata-kata yang tidak masuk akal pun jadi alasan.
"Minum susunya, jangan banyak alasan!" titah Adrian.
"Nanti aja!"
"Minum ...."
Jika tatapan dan nada suaranya sudah seperti itu, tertanda Melissa dipaksa untuk menghabiskan minuman khusus untuknya yang sedang berbadan dua.
"Baiklah ...."
"Pintar ...." Adrian tersenyum melihat bayi keduanya patuh, bahkan susu yang tercetak di sudut bibir Melissa diusap dengan ibu jarinya. "Aku balik ke kamar, mau mandi. Kalau nanti ingin tidur bersama lagi, masuk saja!"
Adrian mengambil jas yang ada di tangan Melissa, lalu ia melangkah.
"Mas...." Dengan ragu-ragu Melissa memanggil.
Adrian berbalik badan, sontak dada yang terbuka sedikit itu tampak mengkilap karena ada keringat di sana. Ternyata, bukan hanya ia yang merasakan panas.
"Kenapa?"
Perlahan-lahan Melissa menghampiri Adrian, kemudian menatap dada bidang itu dengan mendongak. Tentu saja Adrian yang menunduk meneliti keanehan perempuan hamilnya.
"Hmm... boleh aku cium keringat?"
Seketika Adrian mengerti.Anaknya mulai bereaksi mengendalikan perempuan yang penuh gengsi itu. Kini, ia bergerak membawanya duduk di sofa, kemudian ia membuka dua kancing kemeja, agar leluasa Melissa menikmati keinginannya.
"Nanti gantian oke?"
"Hah? Gantian?" Melissa kebingungan.
Bersambung ~