Andara adalah gadis yang cantik pemilik kios bunga .Suatu hari dia harus menelan pil pahit sebuah penghianatan dari sahabat dan kekasihnya yang dipacarinya selama hampir 6 tahun. Tapi takdir berkata lain dan membawanya pada seorang pemuda dingin yang lumpuh putra seorang konglomerat.
Entah bagaimana mereka bisa bertemu di atas menara setinggi 50 kaki. Dan dari sanalah cinta mereka bersemi .
Nah untuk mengetahui cerita lebih lanjut, yuk simak di novel terbaruku.
Novel kali ini bergenre remaja labil yang mudah mudahan bisa menginspirasi para kaula muda untuk tidak putus asa dan tidak pernah menyerah.
Tetap semangat dan selamat membaca 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewidewie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CDAM: 12
Keesokan harinya.
Devan menemani Andara di kios bunganya.
Andara sedang sibuk dengan penataannya, sedangkan Devan hanya membantu memberikan apa yang gadis itu butuhkan.
Andara mengambil kursi dan naik di atasnya untuk memasang beberapa hiasan di sana.
"Tiba tiba kakinya terpeleset dan jatuh.
Bruaks
Devan pun kaget dan ikut jatuh karena hendak menolong Andara sedangkan kakinya tidak kuat menahan tubuhnya, mereka pun berguling-guling di lantai kios.
" Au "
"Andara kamu tidak apa apa? " Tanya Devan sambil menyibak rambut yang menutupi wajah cantiknya.
Sejenak tatapan mereka saling terkunci dan detak jantung keduanya sama sama tidak beraturan.
Andara pun berniat berdiri tapi kakinya terkilir, dia pun hanya bisa duduk kembali sambil meringis kesakitan memegangi kakinya yang tidak bisa digerakkan.
Devan menjadi sangat panik " Andara sini aku bantu pijit kaki kamu".
Andara pun mendekat pada Devan.
" Kamu bisa? ".
Devan tersenyum tipis kemudian mulai memijit sambil menyibak rok panjang yang saat itu dikenakan Andara.
Andara pun melotot tajam dan menghentikan tangan Devan.
Devan mengangkat kedua alisnya " Kamu tenang saja Ra, aku tahu batasanku".
"Ya takut khilaf saja Dev, kita cuma berdua lo di sini".
" O iya ya kok aku gak kepikiran ya, kenapa ya kok gak tadi malam saja khilafnya ".
Andara kembali melotot tajam sambil mengingat ingat kalau semalam dia tidur di dalam pelukan Devan bahkan di atas pangkuannya.
Devan pun terkekeh.
" Eh jangan tertawa Dev"
" Enggak siapa juga yang ketawa, lucu saja kamu suka banget peluk aku dan tidur di dadaku "
"hhh terus apa gak boleh! "
" Boleh kok boleh banget"
"Apaan sih" Andara mencubit perut Devan.
"Iya iya bercanda".
Devan terus memijit kaki Andara kemudian menariknya dengan keras dan dengan gerakan cepat membuat Andara menjerit.
" Achhh! Sakit tau Dev!".
Devan tersenyum.
Andara pun benar benar tidak menyangka kakinya sembuh seketika. Dia mencoba berjalan dan berlari.
" Dev, kakiku tidak sakit lagi"
Devan tersenyum bahagia namun dengan sedihnya dia pandangi kakinya sendiri yang masih lumpuh.
Andara terdiam dan mendekati Devan kemudian ikut duduk di sampingnya.
" Dev, kemarin kamu bilang kaki kamu kesemutan? "
Devan mengangguk.
" Nah itu berarti kaki kamu merespon".
"Maksud kamu apa Dara? "
" Itu artinya ada harapan Dev, kamu tenang saja aku akan membantumu sampai kaki kamu sembuh".
Devan tersenyum dan mengangguk, lalu Dara pun membantu Devan untuk duduk kembali di kursi rodanya.Mereka bercanda tawa sambil melemparkan ejekan ejekan yang lucu membuat siapapun yang melihatnya pasti tersenyum bahagia.
Tak di sangka ada dua pasang mata yang memperhatikan mereka dari tadi.
Nara dan Aldo, mereka hanya melihatnya dari kejauhan namun nampak jelas terlihat senyum Devan telah kembali setelah hampir setahun tak pernah mereka jumpai.
"Nara, kamu bisa lihat sendiri kan, Devan sudah bisa tersenyum kembali. Apa kamu tega merusaknya? " Tanya Aldo.
" Kamu benar Do, tapi Devan harus kembali pada keluarganya ".
Aldo menatap Nara dengan sangat tajam
" Keluarga yang mana maksud kamu Nara? Devan tidak memiliki keluarga lagi, hanya aku satu satunya yang perhatian dan selalu ada di dekatnya. Hhh apalagi Dimas, dia bukanlah seorang ayah, mana ada ayah yang tega menghancurkan masa depan anak kandungnya sendiri " Umpat Aldo dengan sinis dan senyum miring.
Nara tertunduk penuh penyesalan " Tapi Do, ini bukanlah salah mas Dimas, kami sama sama tidak tahu kalau Devan "
"Cukup Nara aku muak mendengarkannya, yang jelas kamu mau kan menikah dengan Dimas Mahendra dan tidak mau memperjuangkan cintamu pada Devan"
Nara duduk di samping kaki Aldo karena tiba-tiba kakinya terasa lemas dan dadanya sesak " Maafkan aku Dev, aku bodoh aku pecundang dan tidak berani berjuang memperjuangkan cintaku, hiks hiks hiks".
Aldo meraih lengan Nara dan memintanya untuk kembali berdiri " Sekarang semua sudah terlambat Nara, kamu dan Devan tidak akan pernah bisa bersatu, jadi aku mohon kepadamu jangan rusak lagi hatinya, biarkan dia pulih dari masa lalunya dengan caranya sendiri ".
Namun tanpa sengaja Devan menoleh ke sisi jalan.
Deg
Dadanya kembali bergemuruh ketika melihat Nara berada di sana sedang menatapnya bersama Aldo.
Andara pun menghentikan ocehannya dan ikut menatap ke arah dua orang di seberang jalan yang dipandangi oleh Devan.
"Dev, siapa mereka? " Tanya Andara.
Devan tak menjawab namun memalingkan wajahnya dan mengarahkan kursi rodanya masuk ke dalam kios.
Andara pun penasaran dan terus memandangi Aldo dan Nara.
Nara berjalan mendekati Andara.
"Kamu siapa? " Tanya Andara.
"Kenalkan namaku Nara, aku, aku, aku"
"Oh aku tahu, dilihat dari cara menatapmu kepada Devan kamu pasti pacarnya eh bukan maksudku istrinya, kamu kok tega sih meninggalkan dia dan selingkuh di depan matanya, kamu cantik dan terlihat baik tapi kok kejam ya" Ucap Andara dengan sinis.
Nara diam membeku " Pasti yang dia maksud adalah Siska " Batinnya.
Aldo yang berada di belakangnya hanya senyum senyum sendiri, ternyata Andara gadis pemberani, baru ketemu sudah melontarkan pertanyaan sadis.
"Ehm, tadi siapa namamu, Nara , kamu tahu kan rasanya patah hati, sakitnya itu di sini(menepuk dadanya) Jadi lebih baik tidak pernah datang lagi kalau hanya akan membuka luka dan membuatnya tambah parah. Maaf bukannya aku jahat tapi itulah kenyataan rasa sakit membuat kita lebih berani, sekarang Devan sudah mulai berani menatap masa depannya".
Nara terdiam mematung dan tidak tahu lagi apa yang akan dilakukannya.
"O iya satu lagi Nara, lebih baik jangan lagi datang menemui Devan! " Gertak Andara.
Aldo pun hanya bisa menahan tawanya melihat keberanian Andara.
Nara semakin tertunduk dengan tetesan air mata.
Andara memutar tubuhnya meninggalkan Nara yang mematung, tapi kembali dia menoleh dan menatap tajam wanita yang tertunduk penuh penyesalan dan air mata
" Lebih baik anda pergi dari sini! atau aku akan meminta warga menyeretmu karena kehadiran mu membuat Devan semakin terpuruk, kamu sudah selingkuh dan meninggalkannya dalam keadaan lumpuh" .
"Cukup! , Cukup! nona aku mohon sampaikan pada Devan untuk mengunjungi oma Ratmi, dia sangat merindukan cucunya, Itu saja aku tidak menginginkan lebih, permisi" Nara pun berbalik arah dan segera pergi meninggalkan tempat itu.
Aldo masih memasang senyumnya " Wah bagus sekali Andara, kamu benar benar hebat, sepertinya Devan sudah menemukan gadis yang cocok ".
" Eh apa maksudmu tuan? " Sanggah Andara sambil melipat tangannya di kedua pinggangnya.
Aldo mengedarkan pandangannya untuk menemukan keberadaan Devan " Ya itu tadi, hmmm terimakasih sudah melindungi Devan".
Andara tersenyum dan mengangguk dan keduanya masuk ke dalam kios untuk menemui Devan.
Nampak Devan masih terdiam dengan pandangan yang menerawang jauh ke depan.
Andara mendekat dan berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya " Dev. Hei ayo lah kamu bisa, sudah jangan ingat lagi masa lalumu? o iya aku kan sudah berjanji mau membantumu menyembuhkan kakimu".
Devan menoleh dan menatap Andara dan Aldo kemudian menghela nafasnya dengan berat " Kalian apa apaan sih aku tidak selemah itu aku hanya muak melihat wanita itu. Memangnya bagaimana caranya kamu bisa membantu menyembuhkan kakiku? Dokter saja sudah menyerah dan mengatakan aku lumpuh permanen ".
Andara menepuk bahu Devan dan tersenyum miring " Halah jangan terlalu percaya pada dokter, percaya itu pada Alloh SWT ".
" Andara aku serius "
"Aku juga serius Devan! ".
Aldo mulai bingung dan memilih melangkah pergi dari sana.