Gharial El Barrack, seorang pria yang dijodohkan dengan selebriti papan atas. Namun, hasratnya justru hanya bangkit ketika bersama sang adik, Liliyana.
Hingga suatu kejadian membawa Liliyana terjebak dengan kegilaan Gharial.
Akankah mereka bersatu? Sementara di mata umum, cinta mereka adalah cinta terlarang?
Noted : Banyak umpatan kasar, dan kata-kata nyeleneh. Kalau tidak suka harap skip!
Salam anu 👑
Follow Ig @nitamelia05
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Sesuatu Yang Paling Berharga
Sebelum Ghara dan Edo masuk ke dalam mobil, Alessandro lebih dulu menahan keduanya. Hingga kini Ghara terpaksa satu mobil dengan Alessandro, dia duduk di samping kursi kemudi, sebab sang ayah memilih untuk menyetir.
Awalnya mereka hanya saling mendiami, tetapi dipertengahan jalan Alessandro buka suara. Dia ingin pelan-pelan bicara dengan putranya.
"Masalah kalian apa sebenarnya?" tanya pria paruh baya itu tanpa melirik ke arah sang putera. Karena tatapannya hanya fokus pada jalanan.
Mendengar pertanyaan itu, Ghara yang tengah duduk santai, sontak mengalihkan pandangannya. Terlihat malas sekali untuk menjelaskan.
"Dia mau ambil sesuatu yang paling berharga punya Ghara," jawab Ghara, lalu membuang wajah untuk melihat objek lain. Sementara di sampingnya, kening Alessandro mengerut.
"Kamu sampe bakar mobil dia secara cuma-cuma? Benda apa yang ingin dia ambil?"
Pria itu merasa cukup penasaran, karena tak dapat menyimpulkan apa yang sedang dideskripsikan oleh Ghara.
"Pokoknya sesuatu yang gak bisa dibeli dengan uang! Bahkan kalo Daddy ganti dengan seribu mobil itu masih belum cukup," jelas Ghara sambil membayangkan wajah Liliyana malam itu. Merah merona dengan tatapan mendamba, sesuatu yang membuat dia lupa diri.
"Boleh Daddy tahu?"
Ghara melirik penuh selidik. "Gak! Daddy cuma tahu aku pembuat masalah, jadi Daddy tidak perlu tahu apapun."
Alessandro mendesaahkan nafas kecewa, merasa sedikit tersentil dengan ucapan putranya. Hingga dia memilih untuk diam, dan setidaknya hal tersebut tidak membuat dia merasa sakit kepala.
Mereka terus seperti itu, hingga sampai di perusahaan. Bahkan Ghara keluar lebih dulu dari mobil, dan melenggang ke ruangannya. Dari balik kemudi, Alessandro hanya senantiasa memperhatikan gerak-gerik pria muda itu, semakin lama ditatap, ternyata Ghara memang mirip sekali dengannya. Dari sifat, sampai garis wajah, semuanya hampir sama.
"Hah, emang anak gue!"
***
Selesai bekerja Ghara tak langsung pulang ke rumah. Untuk merefresh otak, dia lebih memilih untuk mengajak kedua sahabatnya bertemu di tempat tongkrongan mereka.
Hingga kini ketiga pria tampan itu berada dalam satu ruangan VVIP, dengan berbagai macam sajian di atas meja.
Gerry menyambar minum, menyesapnya sedikit lalu menatap wajah Ghara yang terlihat masam. "Cucu buaya bisa galau juga yak? Kusut bener dari tadi gue perhatiin, udah kayak bulu jemby-nya si Edo yang gak pernah disisir."
"Bulu jemby gue dikepang, asal lu tahu!" sambar Edo tak terima. Membuat Gerry terkekeh kecil.
"Kenty lu jadi makin indah dong?"
"Berisik, Setan!" sentak Ghara, seraya mengambil bungkus rokok yang ada di atas meja. Dia mengambil satu batang, lalu menyulutnya.
"Hah, lagian lu aneh-aneh aja sih, Ghar. Cewek tuh banyak, si Keysha juga cantik. Lu malah cari penyakit," ujar Gerry, sebab hanya ia dan Edo yang tahu bahwa Ghara menyukai Liliyana secara diam-diam. Sesuatu yang terdengar tidak wajar, tetapi gilanya itu yang Ghara rasakan.
"Tapi yang bikin Jeky bangun cuma dia!"
Gerry dan Edo saling pandang. Mereka merasa ini semua adalah kutukan untuk Ghara.
"Selama pacaran sama beberapa orang lu gak ngerasa ada sesuatu apa gitu?" tanya Edo. Sebab dia pun tahu, Ghara kerap menerima beberapa wanita yang mengajaknya berpacaran, sebelum bertunangan dengan Keysha.
"Gue gak berselera, Anjingg, walaupun tetenya gede, tapi kayak gak nafsuu aja," balas Ghara blak-blakan.
"Pelet si Lily kuat gue rasa," timpal Gerry nyeleneh. Hingga dia langsung mendapat toyoran dari Edo.
"Pelet apaan sih, Anjjir?"
"Maksud gue pesona! Lu bedua kenapa pada ngegas mulu sih? Gue kan belum selesai ngomong, Setan!"
Ghara menghela nafas kasar, lalu menyugar rambutnya yang sedikit gondrong menggunakan satu tangan, membuat kadar ketampanannya semakin bertambah. "Gue pusing, Anjingg!"
"Lu jujur aja sih, Bre," saran Edo tiba-tiba, membuat Ghara langsung mengalihkan pandangannya.
"Jujur gimana, Do? Yang ada Lily bakal ngerasa asing sama gue. Bakal ada jarak yang tiba-tiba tercipta, dan gue gak siap buat itu! Posisi gue serba salah, karena gue gak tahu Lily punya feedback yang sama apa gak," jelas Ghara panjang lebar. Dia sudah memikirkan jauh ke depan, tetapi nyatanya dia tidak memiliki jawaban atas pemikirannya. Hingga dia terus memilih untuk diam, dan melakukan yang terbaik untuk sang adik.
"Tumben otak lu lempeng," sambar Gerry.
Plak!
"Ntar bulu jemby lu gue lempengin!"
***
Pada pukul sembilan lewat beberapa menit, Ghara sampai di rumah. Namun, dia seperti mendapatkan jackpot karena kepulangannya tidak disambut oleh wajah marah Arabella.
Kamar Ghara ada di lantai satu, bersebelahan dengan kamar Lily. Hingga dia menggunakan kesempatan itu, untuk bertemu dengan sang adik.
Ghara menyelinap masuk, dan dia langsung di sambut oleh Lily yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Kak Ghara," panggil Lily sedikit terkejut. Sementara Ghara yang sedang merasa kacau, langsung mengambil langkah lebar untuk menemui adiknya. Secepat kilat, tangan besar itu merengkuh pinggang Lily dan membawa gadis manis itu ke dalam dekapannya.
Lily terdiam, tak membalas, tak juga menolak. Hingga dia teringat tentang berita Ghara yang baru saja meledakkan mobil Frans.
"Kak!"
"Apa? Gue tahu lu mau ngomel!"
"Jadi bener Kak Ghara ngelakuin itu? Buat apa sih, Kak? Itu tuh gak baik tahu!" omel Lily, karena pada dasarnya dia tidak ingin Ghara terlibat masalah. Apalagi sampai membawa-bawa kedua orang tua mereka.
Ghara semakin mengeratkan pelukannya, ingin mencari ketenangan dari tubuh mungil ini. Hingga dia meletakkan dagu di atas kepala Lily. "Buat apa? Ya buat lu lah, Bawang putih."
"Tapi aku gak suka kalo Kakak jadi pendendam."
"Gue gak pendendam, cuma gue bakal selalu inget, tampang Badjingan yang hampir ngelecehin elu."
Lily terdiam, karena merasa apa yang dilakukan oleh Ghara itu terlalu berlebihan. Bukan seperti itu membalas kejahatan. "Harusnya kita doain aja supaya dia cepet sadar."
Mendengar itu, Ghara langsung meregangkan pelukannya, hingga dia bisa menatap wajah Lily dari atas, bibir mungil itu mengerucut, membuat Ghara ingin sekali melumaatnya.
"Lu emang pantes ya jadi bawang putih. Gak ada aura-aura setannya gitu kayak gue."
"Ya, Kakak kan emang rajanya setan!" cetus Lily seraya memukul dada bidang Ghara. Membuat pria tampan itu terkekeh.
"Li, gue mau bilang sesuatu," ucap Ghara sambil mengulum senyum. Membuat Lily jadi merasa curiga.
"Apa?"
Tiba-tiba Ghara mencondongkan wajah ke telinga Lily, lalu berbisik. "Dada lu beneran rata."
"CK, KAK GHARA!!!"
***
Emang minta dikuncir ini mulutnya 🙄🙄🙄
"maen apa dad?? "😆😅