NovelToon NovelToon
Mahkota Surga Di Balik Cadar Fatimah

Mahkota Surga Di Balik Cadar Fatimah

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cintapertama / Mengubah Takdir / Obsesi / Cinta pada Pandangan Pertama / Fantasi Wanita
Popularitas:57
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

Darah kakaknya masih basah di gaun pestanya saat Zahra dipaksa lenyap.
Melarikan diri dari belati ayahnya sendiri, Zahra membuang identitas ningratnya dan bersembunyi di balik cadar hitam sebagai Fatimah. Di sebuah panti asuhan kumuh, ia menggenggam satu kunci logam bukti tunggal yang mampu meruntuhkan dinasti berdarah Al-Fahri. Namun, Haikal, sang pembunuh berdarah dingin, terus mengendus aromanya di setiap sudut gang.
Di tengah kepungan maut, muncul Arfan pengacara sinis yang hanya percaya pada logika dan bukti. Arfan membenci kebohongan, namun ia justru tertarik pada misteri di balik sepasang mata Fatimah yang penuh luka. Saat masker oksigen keadilan mulai menipis, Fatimah harus memilih: tetap menjadi bayangan yang terjepit, atau membuka cadarnya untuk menghancurkan sang raja di meja hijau.
Satu helai kain menutupi wajahnya, sejuta rahasia mengancam nyawanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10: Bayangan di Sudut Gang

Bayangan di sudut gang itu perlahan lahan mulai menampakkan wujudnya, membuat Fatimah tersentak saat melihat siapa yang sedang duduk di kursi kendali dengan tatapan kosong. Cahaya dari layar pemantau yang kebiruan menyinari wajah pucat Arfan yang terbalut perban di bagian dahi dan bahunya. Pria itu nampak sangat kelelahan, namun jemarinya masih bergerak lincah di atas papan ketik, mengawasi setiap pergerakan di sekitar panti asuhan melalui kamera rahasia.

"Tuan Arfan? Bagaimana mungkin Anda bisa ada di sini?" tanya Fatimah dengan suara yang nyaris hilang karena terkejut.

Arfan menoleh perlahan, matanya yang merah karena kurang tidur seketika melebar saat melihat sosok bercadar itu berdiri di depan pintu besinya. Ia berusaha bangkit dari kursi, namun rasa nyeri di bahunya membuat pria itu kembali terduduk sambil meringis menahan sakit yang luar biasa. Baskara segera menghampiri sahabatnya itu, meletakkan tangannya di bahu Arfan untuk menenangkannya agar tidak memaksakan diri.

"Duduklah, Arfan. Aku berhasil membawanya sebelum anak buah Haikal mencium jejaknya di pinggir sungai tadi," ujar Baskara dengan nada rendah.

"Terima kasih, Baskara. Aku pikir aku telah kehilangan satu satunya saksi kunci untuk meruntuhkan kesombongan Pratama," bisik Arfan sambil menatap Fatimah dengan tatapan penuh kelegaan.

Fatimah melangkah mendekat, matanya berkaca kaca melihat kondisi pria yang telah mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkannya dari reruntuhan lorong bawah tanah. Ruangan sempit itu terasa semakin menyesakkan dengan bau obat luka yang menyengat serta hawa dingin yang merembes dari dinding beton yang lembap. Ia tidak menyangka bahwa pengacara terpandang seperti Arfan memiliki tempat persembunyian yang begitu suram di balik tumpukan sampah kota.

"Tuan, saya kira Anda sudah tertimbun di dalam sana. Mengapa Anda tidak langsung pergi ke rumah sakit?" Fatimah bertanya dengan nada penuh kekhawatiran.

"Rumah sakit adalah tempat pertama yang akan diperiksa oleh anak buah ayahmu, Fatimah. Aku tidak bisa mengambil risiko itu sekarang," jawab Arfan dengan tegas.

"Tapi luka Anda nampak sangat parah, Tuan Arfan. Anda butuh pertolongan medis yang layak," Fatimah menunjuk perban yang mulai merembes darah segar di bahu Arfan.

Arfan hanya tersenyum tipis, seolah luka di tubuhnya tidak lebih menyakitkan daripada kebenaran yang baru saja ia temukan tentang kecelakaan adiknya. Ia kembali memutar kursinya menghadap layar besar yang menampilkan denah perusahaan milik keluarga Al-Fahri yang sangat rumit. Baskara mulai membuka beberapa berkas rahasia yang ia curi dari mobil salah satu pengejar mereka di jembatan kayu tadi.

"Fatimah, ada sesuatu yang harus kamu ketahui tentang malam saat adikku, Luna, kehilangan nyawanya di aspal berdarah itu," Arfan memulai pembicaraan dengan nada yang sangat serius.

"Apa hubungannya dengan saya, Tuan? Saya bahkan tidak mengenal adik Anda saat kejadian itu berlangsung," Fatimah menggelengkan kepala, mencoba mengingat kembali memori kelamnya.

"Luna tidak mati karena kecelakaan biasa. Dia membawa bukti bahwa ayahmu sedang merencanakan pengalihan aset besar secara ilegal," jelas Arfan sambil menunjukkan sebuah kartu memori kecil di tangannya.

Fatimah terdiam seribu bahasa, kenyataan bahwa ayahnya mungkin terlibat dalam kematian orang yang dicintai Arfan membuat hatinya terasa seperti dihujam ribuan jarum. Ia meremas ujung kain cadarnya, merasa sangat kerdil di hadapan kenyataan yang jauh lebih besar dari sekadar pelarian dirinya sendiri. Ruangan itu mendadak menjadi sangat sunyi, hanya terdengar suara dengung mesin komputer yang bekerja keras memproses data data rahasia tersebut.

"Jadi, selama ini Anda menolong saya hanya karena ingin membalas dendam kepada ayah saya?" tanya Fatimah dengan suara yang bergetar karena emosi.

"Awalnya memang begitu, namun melihat bagaimana kamu berjuang untuk anak anak panti, niatku mulai berubah," Arfan menatap mata Fatimah dengan kejujuran yang dalam.

"Niat apa yang Anda maksud? Bukankah saya hanya alat untuk Anda mencapai tujuan pribadi Anda?" Fatimah mundur selangkah, merasa dikhianati oleh harapan kecil yang sempat tumbuh.

Baskara yang sedari tadi hanya menyimak, kini mulai angkat bicara untuk melerai ketegangan yang mulai memuncak di antara kedua orang tersebut. Ia tahu bahwa emosi Fatimah sedang tidak stabil, namun ia juga tahu bahwa Arfan benar benar ingin melindungi wanita itu terlepas dari dendam pribadinya. Baskara menunjukkan salah satu layar pemantau yang memperlihatkan sebuah mobil mewah hitam baru saja berhenti di depan gang sempit mereka.

"Hentikan perdebatan ini! Seseorang baru saja menemukan lokasi kita melalui pelacak sinyal yang tersembunyi di mobilku," seru Baskara sambil meraih senjatanya.

"Tidak mungkin! Aku sudah memastikan semua perangkat komunikasi mati sebelum kita masuk ke sini," Arfan mencoba memeriksa kembali sistem keamanannya dengan panik.

"Lihat itu! Itu adalah Haikal, dan dia tidak sendirian. Dia membawa pasukan bersenjata lengkap menuju pintu besi ini!" Baskara menunjuk layar yang menunjukkan sekelompok orang bermasker.

Fatimah merasa kakinya lemas seketika saat melihat wajah dingin Haikal di layar, pria yang tidak akan segan segan menghabisi siapapun yang menghalangi jalannya. Arfan dengan sisa kekuatannya berdiri dan menarik Fatimah ke arah sebuah lemari besi besar yang nampaknya terhubung dengan jalur keluar rahasia lainnya. Suara dentuman keras mulai terdengar dari pintu besi depan, menandakan bahwa para pengejar sedang mencoba mendobrak masuk dengan paksa.

"Baskara, bawa Fatimah pergi melalui jalur belakang! Aku akan menahan mereka di sini selama mungkin!" perintah Arfan dengan sorot mata yang penuh pengorbanan.

"Jangan gila, Arfan! Dengan kondisimu yang sekarang, kamu hanya akan menyerahkan nyawamu secara cuma cuma kepada mereka!" teriak Baskara sambil mencoba menarik tangan Arfan.

"Pergi sekarang! Jika mereka mendapatkan kartu memori ini, maka keadilan bagi Luna dan kebebasan Fatimah akan terkubur selamanya!" Arfan mendorong mereka berdua masuk ke dalam celah di balik lemari.

Fatimah menangis di balik cadarnya, melihat punggung Arfan yang gemetar namun tetap berdiri tegak menghadap pintu yang nyaris jebol itu. Ia ingin berteriak, namun Baskara segera menutup mulutnya dan menariknya masuk ke dalam kegelapan lorong yang dingin dan berbau tanah. Sebelum pintu rahasia itu tertutup rapat, Fatimah melihat pintu depan meledak dan sosok Haikal melangkah masuk dengan senyum yang sangat mengerikan.

Nama yang tak boleh disebut itu menggema di dalam ruangan saat Haikal mengarahkan moncong senjatanya tepat ke arah jantung Arfan yang tidak berdaya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!