NovelToon NovelToon
Sugar Daddy?

Sugar Daddy?

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / CEO / Mafia / Tamat
Popularitas:122
Nilai: 5
Nama Author: Mga_haothe8

Alya adalah gadis muda yang tumbuh dalam hidup penuh luka. Sejak kecil ia terbiasa dibully di sekolah dan hidup di bawah bayang-bayang ayah yang terlilit utang. Puncaknya, Alya hampir dijual untuk bekerja di sebuah bar demi melunasi utang sang ayah. Di tempat itulah hidupnya mulai berubah ketika ia tanpa sengaja bertemu Zavian—seorang mafia berusia 29 tahun, pemimpin perusahaan besar, sosok dingin dan berwibawa yang menyimpan dendam mendalam akibat kehilangan adik tercintanya di masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mga_haothe8, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

"Malam Pertama di Balik Lampu Neon"

Lampu neon merah dan biru menyala benderang di sepanjang bar, menciptakan bayangan yang bergerak-gerak di dinding-dinding berdebu. Musik elektronik berdentum dari speaker besar, sementara aroma minuman keras dan rokok memenuhi udara. Alya berdiri di dekat pintu masuk, mengenakan seragam ketat yang terasa asing dan memalukan baginya. Seluruh tubuhnya terasa tegang, tapi ia menahan diri untuk tidak menjerit atau menangis.

Sejak ia memasuki bar itu pagi tadi, semuanya terasa seperti mimpi buruk yang nyata. Pemilik bar, Pak Adi, seorang pria paruh baya dengan kumis tipis dan mata yang tajam, sudah memperingatkannya berulang kali.

“Kau tidak usah terlalu… menarik perhatian,” katanya sambil menepuk bahu Alya pelan. “Ini pekerjaanmu, tapi jangan sampai ada yang mengganggumu lebih dari yang seharusnya.”

Alya mengangguk, menelan ludah. Ia tahu ini hanya awal dari ujian panjangnya—malam pertama sebagai pelayan bar.

Langkah Alya terhuyung ketika ia menghampiri salah satu meja. Seorang pria muda dengan jas gelap duduk sendiri, gelas di tangannya, menatap Alya dengan senyum yang terlalu manis untuk dipercaya.

“Malem, cantik. Boleh aku pesan yang paling spesial dari malam ini?” suara pria itu halus tapi menimbulkan rasa tidak nyaman di kulit Alya.

Alya menelan rasa takutnya. “Tentu, Pak. Apa yang… ingin Bapak minum?”

Pria itu mencondongkan badan, matanya menyapu seluruh tubuh Alya. “Hmm… tapi… kau terlihat… bisa lebih menarik lagi, kau tahu. Kenapa tidak pakai yang sedikit lebih… menonjolkanmu?”

Hati Alya berdebar kencang. Ia tahu maksud pria itu. Tubuhnya terasa panas dan malu, tetapi ia mengingat kata-kata Pak Adi: jangan melawan pelanggan, tetap profesional.

“Maaf, Pak,” jawab Alya dengan suara pelan tapi tegas, mencoba menyejajarkan dirinya. “Seragam ini memang peraturan bar. Saya tidak bisa menggantinya.”

Pria itu tersenyum sinis. “Ah, tapi itu kan hanya aturan kecil. Semua orang melakukan hal itu di sini. Kau tidak mau terlihat… berbeda, kan?”

Alya menelan ludah. Tubuhnya ingin lari, tapi ia tetap berdiri tegak. “Saya mohon maaf, Pak. Saya harus mengikuti aturan bar.”

Sejenak, pria itu menatapnya dengan mata yang tajam, seakan menguji kesabarannya. Alya merasa napasnya tercekat. Beberapa tamu lain menatapnya juga, dan jantungnya terasa seperti ingin melompat keluar dari dadanya.

Tiba-tiba, suara Pak Adi terdengar dari sudut bar. “Hei! Biarkan dia! Aturan bar jelas: semua karyawan memakai seragam yang sudah ditentukan. Tidak ada pengecualian!”

Pria itu menoleh, sedikit tersinggung tapi tetap berusaha mempertahankan senyumnya. “Ah, bos kecilmu terlalu ketat, ya? Tapi kau tidak bisa melarang semua kesenangan, kan?”

Alya menatap Pak Adi, merasa sedikit lega tapi tetap takut. Pak Adi melangkah mendekat, menepuk bahu Alya sekali lagi. “Tenang, Alya. Aku di sini. Kau lakukan saja tugasmu. Jangan biarkan orang seperti ini membuatmu takut.”

Alya menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Ia kembali ke meja pria itu, membawa gelas yang sudah dipesan.

“Ini pesanan Bapak,” katanya pelan.

Pria itu menerima gelas dengan tangan yang sedikit gemetar. “Hmm… enak. Tapi kau tahu, kau bisa membuat semuanya lebih… menarik. Sedikit lebih… menggoda, begitu.”

Alya menunduk, menahan amarah dan rasa malu yang menggelegak. “Maaf, Pak. Saya tidak bisa. Saya hanya bisa melayani sesuai aturan bar.”

Pria itu tertawa kecil, seperti mengejek. “Kau tahu… kalau aku mau, aku bisa membuatmu sangat… nyaman. Sangat ‘dihargai’, begitu. Tapi kau… berbeda. Kau terlalu keras kepala.”

Alya merasakan ketegangan yang membakar setiap ujung sarafnya. Tangannya gemetar saat meletakkan gelas lain di meja. “Saya… mohon, Pak. Tolong hargai saya sebagai pelayan. Itu saja.”

Pria itu mencondongkan badan lebih dekat. “Hah, ini baru menarik. Kau punya keberanian untuk menolak aku. Kau… lucu. Tapi percayalah, hanya butuh satu malam, dan kau akan berubah pikiran.”

Sebelum Alya sempat menjawab, Pak Adi muncul di sampingnya, menepuk bahu pria itu. “Cukup. Jika kau tidak bisa menghormati karyawan, aku bisa minta kau pergi sekarang.”

Pria itu menarik diri, tersenyum sinis tapi tetap tenang. “Ah, bos kecil… kau memang keras kepala. Tapi jangan pikir kau bisa mengendalikan semua orang di sini. Kita lihat saja nanti.”

Pak Adi menatapnya tajam. “Aku tidak main-main. Kalau kau terus mengganggu Alya, kau akan keluar dari sini. Sekarang, duduk dan nikmati minumanmu, atau jalan keluar.”

Alya merasa tubuhnya masih gemetar, tapi ada sedikit lega. Pak Adi menepuk punggungnya, memberi isyarat agar ia tetap tenang. “Bagus. Kau tetap teguh. Jangan biarkan orang seperti itu mematahkanmu. Ini hanya awal, Alya. Akan banyak yang mencoba menguji batasmu. Kau harus kuat.”

Alya menelan ludah, mencoba menenangkan napasnya. Ia kembali melayani tamu lain, menaruh gelas, dan mengambil pesanan dengan tangan gemetar tapi tetap profesional. Setiap langkah terasa seperti perjuangan, tapi di dalam hatinya, ada sesuatu yang baru: keberanian kecil yang muncul dari keteguhan dirinya sendiri.

Selama malam itu, banyak tamu yang mencoba mengejek atau menguji Alya. Beberapa meminta ia berpakaian lebih seksi, beberapa mencoba membuatnya berbicara lebih dekat dari yang seharusnya, bahkan ada yang berusaha meraih tangannya. Setiap kali itu terjadi, Alya menatap Pak Adi, yang selalu siap memberi dukungan atau teguran tepat waktu.

Di sela-sela kesibukannya, Alya menyadari sesuatu: ia bisa menghadapi semua ini, meskipun sulit. Setiap kali seorang tamu mencoba memaksa, ia menahan napas, menegakkan tubuh, dan berkata dengan tegas, walau suaranya bergetar:

“Saya tidak bisa. Tolong hormati saya.”

Kadang, keberanian itu saja cukup untuk membuat orang mundur, walau hanya sedikit. Tapi malam itu tidak hanya tentang keteguhan. Alya juga belajar membaca gerak-gerik tamu, memahami ritme bar, dan bahkan menemukan cara untuk melayani dengan cepat tanpa kehilangan kontrol atas dirinya sendiri.

Sekitar tengah malam, ketika musik mulai reda dan sebagian tamu pergi, Alya duduk sejenak di kursi kecil di belakang bar. Tangannya gemetar, wajahnya panas, tapi ada senyum tipis di bibirnya. Pak Adi mendekat, menyerahkan segelas air.

“Kau hebat malam ini,” katanya. “Aku tahu ini berat, tapi kau bertahan. Itu artinya banyak. Kau punya keberanian yang aku kagumi.”

Alya menelan air liurnya, mencoba menenangkan diri. “Aku… aku takut, Pak. Tapi… aku ingin bisa menghadapi semua ini. Aku tidak ingin menyerah.”

Pak Adi tersenyum tipis. “Itu yang penting. Malam ini hanyalah awal. Kau akan belajar lebih banyak lagi, dan setiap kali kau bertahan, kau akan semakin kuat. Ingat itu, Alya. Dunia memang tidak mudah, tapi kau bisa menghadapinya.”

Alya menatap ke depan, ke lampu-lampu yang mulai meredup. Di dalam hatinya, api kecil keberanian itu masih menyala, lebih terang dari sebelumnya. Ia tahu, walau malam ini penuh ketakutan dan godaan, besok ia akan lebih siap. Ia akan bertahan. Ia akan menolak setiap tekanan yang tak adil. Dan yang paling penting… ia akan tetap menjadi dirinya sendiri, apapun yang terjadi.

Begitu ia berdiri dan bersiap membersihkan sisa-sisa minuman di bar, Alya tersenyum tipis. Malam pertama mungkin berat, tapi malam itu memberinya satu pelajaran penting: meskipun dunia mencoba menekannya, keberanian tidak bisa diambil begitu saja. Ia lahir dari hati, dan ia milik Alya sepenuhnya.

Dan di dalam hatinya, bisikan kecil itu terdengar jelas: *Aku tidak akan menyerah. Tidak malam ini. Tidak besok. Tidak pernah.*

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!