Sania, gadis cantik berumur 22 tahun dan baru lulus kuliah disebuah perguruan tinggi negeri jurusan pariwisata harus menjalani kehidupan yang sulit dan pahit
Hidupnya berubah seperti roda roller coaster, yang awalnya indah berubah menjadi neraka ketika dia bertemu dengan pria tampan bernama Alexander Louise.
Seorang CEO tampan yang terkenal dengan bad boy dan suka gonta ganti pacar
Akankah Sania dan Alex bisa bersatu melewati kejamnya rintangan yang menghalangi mereka??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zandzana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hamil
Sudah lebih sebulan Sania kembali beraktifitas seperti biasa. Tekadnya untuk melupakan kejadian kelam sebulan yang lalu membuatnya selalu menyibukkan dirinya untuk terus sibuk bekerja.
Panas yang terik tak membuat Sania mengeluh, dia terus menjalankan tugasnya sebagai tour guide dengan semangat.
Apalagi hari ini, dia membawa rombongan yang datang dari luar pulau.
Dengan cekatan dan pembawaan yang luwes, para turis lokal yang dibimbing Sania menjadi sangat terbantukan dan mengerti tentang apa saja yang ada di tempat itu
Ketika sampai di tempat istirahat, Sania membawa seluruh pelancong ke rumah makan tradisional yang terkenal di daerah tersebut
Seluruh pelancong segera duduk di pondok-pondok yang tersedia, begitupun dengan Sania. Dia ikut bergabung dengan para pelancong itu dan kembali menjelaskan nama makanan yang saat ini mereka santap
Kepala Sania yang sejak tadi dirasakannya pusing makin bertambah ketika air es yang dingin masuk kedalam kerongkongannya
Dia memasang senyum kepada para pelancong yang menanyakan keadaannya
"Mungkin akibat cuaca yang sangat terik" komentar mereka
"Mungkin" jawab Sania sambil kembali tersenyum
Selesai dengan istirahat makan siang, mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka
...****************...
Sania segera merebahkan tubuhnya begitu sampai di mess. Mess masih sepi karena seluruh karyawan belum banyak yang pulang, lagian saat itu baru pukul lima sore.
Biasanya mess akan penuh menjelang maghrib. Kepala Sania yang sejak tadi pusing masih belum berangsur pulih.
Dia mencoba mengoleskan minyak aroma terapi yang ada di dalam laci meja kamarnya, berharap kepalanya akan segera ringan.
Hingga habis Maghrib bahkan menjelang Isya pusingnya belum juga hilang. Dhea teman sekamarnya yang mengetahui jika Sania tak turun untuk makan malam segera membawakannya nasi agar Sania bisa makan
Saat sampai di kamar, didapatinya Sania sedang memejamkan matanya
"San, kamu tidur?"
Tak ada jawaban
"Sania?" ulang Dhea
Sania membuka sedikit matanya.
"Hemmm"
"Ini aku bawakan kamu makan malam, bangun gih, makan dulu"
"Kepala aku dari siang tadi pusing Dhe"
Dhea mendekat, menempelkan jarinya ke kening Sania
"Nggak panas"
"Pusing, bukan panas"
Dhea terkekeh
"Aku kerokin, mau?"
Sania diam, kerokan hal yang biasa buatnya, tapi untuk duduk saja rasanya dia tak sanggup bagaimana Dhea mau ngerokinnya
"Kamu sambil tiduran aja"
Sania mengangguk dan segera tengkurap.
Dhea segera mencari uang koin dan mengambil minyak kayu putih lalu dia mulai mengerok belakang teman seperjuangannya itu
"Tuh kan masuk angin, merah ini"
"Merah sih merah, tapi nggak kaya nyangkul juga kali"
Dhea terkekeh mendengar jawaban Sania yang berkali-kali merintih kesakitan
Hampir satu jam Dhea ngerokin Sania, setelah selesai dipaksa nya temannya itu untuk makan
"Biar cepat sehat, nggak mau kan dimarah pak Doni karena besok nggak kerja?"
Sania mengangguk, dan menuruti ucapan Dhea. Tentulah dia takut jika pak Doni marah, karena pak Doni telah sangat baik padanya.
Baru juga beberapa suapan nasi masuk perutnya, tiba-tiba saja perutnya mual, dan dengan segera Sania berlari keluar kamar, masuk ke dalam kamar mandi
Isi perutnya keluar semua, hingga matanya mengeluarkan air mata akibat dia muntah tadi
Dhea yang melihat Sania lari ke kamar mandi segera menyusul dan mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi tersebut
"San?, Sania, kamu baik-baik ajakan?"
Tak ada sahutan, yang ada hanya suara Sania yang terus muntah. Setelah beberapa menit di dalam kamar mandi, Sania keluar dengan wajah basah akibat tadi dia cuci muka
"Gimana?, sudah muntahnya?"
Sania mengangguk lemah, lalu dengan pelan, Dhea membimbing sahabatnya itu kembali masuk kedalam kamar
Sania kembali merebahkan tubuhnya, dengan pelan Dhea menyelimutinya dan memijit-mijit keningnya
"Besok kalau belum sehat, libur aja dulu, biar besok aku yang ngomong dengan pak Doni"
Sania tak menjawab, dia hanya berdehem pelan.
...****************...
Keesokan paginya, Sania terbangun seperti biasanya. Pusing di kepalanya sudah hilang, dan sekarang dia merasa lebih baik dan sehat.
"Serius mau kerja? emang udah sehat?" tanya Dhea
Sania mengangguk dan terus memoleskan bedak padat di wajahnya
"Kamu kemarin malam nggak jadi makan loh, nanti kita beli sarapan di depan ya?"
"Oke"
Lalu keduanya kembali ke rutinitas berdandan mereka. Sania hanya memakai bedak padat dan memoleskan sedikit lipstik di bibirnya, sedangkan Dhea full cetar membahana.
Sania tersenyum melihat kepiawaian sahabatnya itu dalam berdandan
"Siapa tahu ada turis asing nyasar yang jatuh cinta sama saya, terus ngajak saya nikah"
Kalimat itu selalu dilontarkannya apabila pak Doni mengkritik riasannya yang wah itu
Setelah semuanya lengkap dan beres, dua sahabat itu keluar dari kamar dan keluar dari mess.
Berjalan sedikit ke depan membeli sarapan.
Sania refleks menutup hidungnya ketika penjual sarapan itu membuka tutup toples bawang goreng
"Kamu kenapa?" lirik Dhea
Sania mengangkat bahunya
"Nasi uduknya dua ya bu, lengkap sama sambal tempe dan telur dadar" ucap Dhea, karena biasanya menu itulah yang mereka pesan jika beli sarapan di sini
Sania dan Dhea duduk di kursi, menunggu pesanan mereka selesai. Dan kembali perut Sania terasa mual ketika ibu penjual itu membuka tutup panci kuah lontong sayur
Sania membekap mulutnya ketika kembali dirasakannya dia akan muntah.
Rasa mual akibat bau makanan campur aduk memenuhi kepala Sania hingga akhirnya dia berlari kecil menjauhi tempat itu, dan kembali muntah
Dhea yang melihat segera mendekat dan memijit-mijit tengkuk sahabatnya itu sambil memberikan segelas air untuk Sania kumur-kumur
"Are you okay?"
Sania mengelap mulutnya, masih berjongkok tak menjawab pertanyaan Dhea
"Kamu balik aja deh, nggak usah kerja!"
Sania menggeleng, dia segera berdiri dan memaksa senyum di wajahnya
"I'm okay"
Dhea memandang tak yakin, tapi karena Sania menggandeng tangannya tak urung diapun menurut
"Lagi hamil muda ya mbak?" tanya seorang ibu paruh baya yang juga membeli sarapan
Wajah Sania menegang, matanya terbelalak.
"Nggak ah, orang kita masih gadis" jawab Dhea cepat
"Oh, kirain sudah nikah dan hamil muda. Habisnya ciri-cirinya persis morning sickness"
Sania diam tak menjawab, dia hanya memasang senyum samar mendengar penjelasan ibu itu
Dalam hati, dia diliputi rasa ketakutan.
"Jangan-jangan aku memang hamil?" batinnya
Ibu penjual sarapan itu segera memberikan pesanan pada Dhea, setelah membayar, keduanya segera pergi menaiki ojol langganan mereka yang telah menunggu
Sepanjang jalan pikiran Sania kacau mengingat perkataan ibu tadi.
Begitupun ketika sampai kantor, Sania lebih banyak diam. Dhea yang mengetahui jika temannya itu kurang sehat hanya beranggapan jika diamnya Sania pagi ini dikarenakan dia kurang sehat
Akhirnya seluruh karyawan mulai melaksanakan tugasnya, tak terkecuali Sania.
Hari ini dia membawa lima orang pelancong ke pantai. Lagi-lagi cuaca pantai yang panas membuat kepalanya pusing.
Sarapan tadi pagi yang dibelinya dengan Dhea tak disentuhnya sama sekali. Selera makannya hilang
Seterik apa pun cuacanya, Sania tetap profesional melaksanakan kerjanya. Dengan menggunakan topi bulat lebar dan kaca mata hitam dia terus mengajak para pelancong menikmati keindahan pantai hingga tiba waktu istirahat
Jam makan siang, Sania membawa kelimanya masuk kesebuah restoran asri yang menyediakan menu sea food.
Dan lagi-lagi, perut Sania seakan menolak menu sea food favoritnya. Biasanya Sania akan menghabiskan satu porsi besar kerang hijau tapi kali ini dia hanya mencicipi sedikit, setelahnya perutnya kembali bergejolak
"Jangan-jangan mbaknya hamil" kembali kata-kata seorang ibu tadi pagi terngiang-ngiang di telinganya
"Apa benar ya aku hamil?" kembali Sania membatin dengan gelisah
Tugas Sania tak hanya sampai seputaran pantai, setelah istirahat Sania kembali membawa para pelancong tersebut ke sebuah destinasi desa yang menawarkan produk lokal dan menjual kerajinan tangan serta menawarkan akomodasi homestay.
Akhirnya kelima pelancong tersebut memilih untuk bermalam di homestay, dan meminta Sania untuk kembali lagi menemui mereka disini besok pagi
Setelah meyakinkan jika seluruh pelancongnya akan menginap di desa ini, Sania segera pulang menggunakan ojek online
Sebelum sampai di mess, Sania meminta pada supir ojol tersebut untuk mengantarkannya kesebuah apotek.
Sania ingin membeli testpack, dia penasaran dengan perkataan seorang ibu tadi pagi, terlebih setelah dia menyadari jika dari bulan kemarin dia tak datang bulan
Dengan menahan malu, Sania menanyakan testpack pada petugas apotek yang tak lama telah kembali membawakan pesanannya.
Dengan cepat Sania membayar lalu kembali naik ojol yang setia menunggunya
Tak butuh waktu lama, akhirnya Sania sampai di mess. Segera dia masuk ke kamar, meletakkan tasnya dan masuk kedalam wc.
Dengan tangan gemetar, Sania menyobek bungkus testpack, lalu dia pipis, dan menampung air seninya dalam wadah kecil
Kembali dengan tangan gemetar, Sania mencelupkan alat testpack yang sejak tadi dipegangnya
Menunggu sekian detik untuk menunggu hasilnya.
Sania memejamkan matanya ketika menunggu hasil testpack itu. Dia menarik nafas panjang berharap jika kekhawatirannya tidaklah benar
Dengan pelan Sania membuka matanya, dan mengambil alat testpack yang masih terletak di wadah air seninya
Degup jantungnya berpacu cepat saat dia membalik benda kecil tersebut.
Garis merah dua.
Sania segera mengambil bungkus testpack yang diletakkannya di pinggir bak mandi, membacanya
Tubuhnya langsung ambruk dilantai ketika dia selesai membaca tulisan di bungkus plastik itu.
"Jika test pack menunjukkan dua garis berjauhan dan keduanya garis penanda, besar kemungkinan ibu tengah hamil"
semoga ajah happy ending