Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEPULUH
Dengan menggunakan gaun super cantik berwarna merah rancangan designer ternama, Mentari mematut dirinya di depan cermin super besar di walk in closet kamarnya. Mentari sengaja menggunakan gaun yang warnanya mencolok dan juga membentuk setiap lekuk tubuhnya untuk memberikan motivasi berupa keberanian yang menyala-nyala seperti nyala api yang membara sebab hari ini ia akan melakukan sesuatu yang besar.
Mentari menghela nafasnya berulang kali. Jujur saja, ia sebenarnya gemetar. Jantungnya berdetak dengan begitu kencang dan dadanya bergemuruh. Bagaimana tidak, hari ini merupakan hari pernikahan suaminya. Suaminya menikah lagi dengan perempuan lain. Menikah di belakangnya, tanpa sepengetahuannya.
Hati wanita mana yang tak sakit?
Hati wanita mana yang tak perih?
Hati siapa yang tak terluka bila kekasih hati yang berstatus sebagai seorang suami justru mengkhianatinya, menduakan cintanya, dan menusuknya dari belakang.
Hati Mentari sakit, hancur, luluh lantak hingga tak berbentuk lagi.
Rasa cinta yang sekian lamanya terbina perlahan tergerus menjadi serpihan kecil kemudian beterbangan tersapu angin.
Yang tersisa kini hanyalah luka, kecewa, dan kebencian.
Kesabaran yang ia pupuk ternyata dibalas dengan kecurangan.
Kesetiaan yang ia jaga, ternyata dibalas dengan pengkhianatan.
"Mungkin inilah akhir kisah cintaku dengan mu, mas. Rasa sakit dan kecewa yang kau beri selamanya takkan terobati. Kau telah mengkhianati ku, mas. Kau telah mengingkari janjimu untuk menjadikanku satu-satunya dalam hidupmu, pendampingmu, menua bersama hingga maut memisahkan. Semua ternyata hanya wacana. Semudah itu kau mengingkari segalanya. Maaf mas, aku menyerah. Bila selama ini aku bertahan meski caci maki tiada henti-hentinya ibu dan adikmu lontarkan, tapi tidak kali ini. Aku tidaklah bodoh harus terus bertahan di saat kau duakan. Sudah cukup aku bertahan dan berjuang karena nyatanya yang aku perjuangkan tak lebih dari sampah yang memuakkan. Selamat berbahagia, mas meski bukan bersamaku lagi."
...***...
"Sudah siap semua, pak?" tanya Mentari pada sopirnya yang sedang membukakan pintu mobil untuknya.
"Sudah, non. Semua sudah siap. Kita tinggal langsung berangkat saja," tukas Pak Rudi.
Kemarin sepulang dari kediaman calon istri muda suaminya, Mentari memang memberikan sedikit tugas pada Pak Rudi. Tentu saja tugas ini akan menjadi salah satu kejutan di hari bahagia suaminya hari ini. Entah bagaimana reaksi mereka nanti, Mentari tak peduli. Ia hanya ingin sedikit bersenang-senang, walaupun tak sepenuhnya memberikan kesenangan untuknya. Setidaknya, rencananya, ia akan berbagi kebahagiaan kepada semua orang.
Dalam hitungan menit, mobil pun mulai melaju membelah jalanan ibu kota. Komplek perumahan Bumi Asih merupakan komplek perumahan kelas menengah. Artinya sudah bisa ditebak bukan, keluarga calon istri mudah suami Mentari itu bukanlah orang yang benar-benar kaya. Meskipun bangunan di sana terlihat mewah, namun itu penilaian bagi orang kelas bawah seperti mertuanya yang gila harta. Ah, terserahlah, Mentari tak lagi mempedulikan mereka. Mulai hari ini, Mentari lepas tangan mengurusi segala tete*k bengek urusan mereka. Biarlah mereka shock sendiri nanti saat mengetahui kenyataan tak terduga yang ia sembunyikan rapat-rapat selama ini.
Perlahan tapi pasti, Mentari akan menunjukkan, siapakah benalu sebenarnya.
Kurang dari 30 menit, mobil yang membawa Mentari telah tiba di depan pintu gerbang rumah dimana proses akad nikah Shandi dengan istri mudanya akan berlangsung. Mentari memang belum mengetahui pasti dengan siapa suaminya itu menikah lagi, dengan Erna atau ada perempuan lain lagi yang dijodohkan kepadanya. Sekali lagi, Mentari tak peduli. Silahkan dia mau menikah dengan siapa saja, ia tak peduli. Yang pasti, ia hanya ingin bersenang-senang hari ini.
Mentari turun dari dalam mobil dengan anggun. Sunglasses berwarna hitam dengan gagang keemasan yang menutup kedua matanya membuat penampilannya kian memukau. Beberapa orang tamu yang baru datang pun yang berdiri di depan gerbang sampai berdecak kagum, mengira Mentari merupakan artis kenalan atau anggota keluarga sang pengantin. Mentari tersenyum semanis mungkin, membuat semua yang melihatnya kian terpukau.
Mentari berjalan dengan anggun memasuki halaman rumah itu. Sambil melangkah, Mentari dapat mendengar suara yang begitu familiar di telinganya tengah mengucapkan kalimat ijab kabul kemudian dalam hitungan detik seruan kata SAH terlontar dari para saksi di dalam sana.
Mentari tersenyum miris. Hatinya terasa teriris. Ia tak menyangka, hari ini suaminya kembali mengucapkan kalimat sakral itu tapi untuk perempuan lain. Hatinya benar-benar sakit. Wanita mana yang tidak sakit setelah dikhianati oleh laki-laki yang telah membersamainya sekian tahun lamanya. Laki-laki yang pernah hampir setiap malam berbagi peluh dan kenikmatan dengannya. Namun kini, semua telah usai. Tak ada lagi yang akan ia pertahankan. Kenyataan ini ternyata sungguh menyakitkan.
Mentari telah berdiri di ambang pintu saat ia melihat suaminya tengah mencium dahi wanita yang kini sudah bergelar sebagai istrinya itu.
Sakiiitttt ...
Namun, Mentari takkan menunjukkan raut kesakitan itu. Biar mereka melihat, Mentari bukanlah perempuan yang mudah diinjak-injak dan direndahkan. Cukup selama 5 tahun ini ia direndahkan dan dicemooh, kali ini tidak lagi. Takkan lagi. Mulai hari ini, detik ini, semua usai.
Plok plok plok ...
Mentari masuk ke dalam rumah itu dengan begitu anggun. Senyum manis tersungging indah di bibir bergincu merah itu. Sungguh sangat serasi dengan gaun merah seksi yang ia kenakan. Shandi yang tadi sedang menatap Erna dengan tersenyum sontak ternganga tak percaya saat melihat keberadaan Mentari di acara pernikahan yang ia rahasiakan itu.
Jantungnya seketika berdebar begitu kencang. Tangannya berkeringat dingin. Wajahnya memucat. Lidahnya kelu. Tubuhnya kaku bagai terpaku ke bumi.
"Ta-Ta-Ta-ri ... Ke-kenapa kamu a-ada di sini?" cetusnya dengan bibir bergetar karena gugup.
"Aku hanya ingin melihat pernikahan rahasia suamiku saja, apa salah?" cetus Mentari tanpa rasa bersalah.
Sontak saja kalimat yang baru saja dilontarkan Mentari membuat keriuhan baik di dalam maupun di luar rumah itu. Para tamu sibuk bergunjing. Mereka baru tahu, ternyata suami Erna telah memiliki seorang istri sebelumnya. Bahkan mereka menikah tanpa sepengetahuan istri pertama. Mereka menikah secara diam-diam dan rahasia.
"Kau ... apa-apaan kau datang kemari, hah? Kau mau mengacaukan pernikahan anakku?" bentak Rohani murka.
"Astaga ibu mertua, kan Tari udah bilang, Tari itu cuma mau melihat pernikahan suami Tari, gitu aja. Sekalian Tari juga mengundang beberapa tetangga kita biar mereka ikut merasakan kebahagiaan pernikahan kedua mas Shandi. Kenapa sih pake marah-marah? Kan tujuan Tari baik," sahut Mentari dengan memasang tampang sedih karena disalahkan di hadapan orang banyak.
"Ih, punya ibu mertua kok jahat banget. Sama menantu sendiri juga," celetuk salah seorang tamu membuat Rohani menggeram marah.
"Wah, sepertinya jamuannya cukup mewah! Kalian pasti akan kesulitan menghabiskannya bukan? Baiklah, karena Tari menantu yang baik, seperti kata Tari tadi, Tari udah undang tetangga kita. Berbagi kebahagiaan itu bagus lho ibu mertua! Iya kan mas Shandi!" ujar Mentari sambil mengerlingkan sebelah matanya membuat Shandi sontak mengangguk seperti robot.
Rohani menggeram dengan mata melotot, sedangkan Mentari tersenyum lebar. Kemudian dari arah luar terdengar suara begitu ramai, beberapa bis kota berhenti tepat di pinggir jalan. Dari dalam sana, keluar banyak orang yang ternyata merupakan tetangga Mentari dan Rohani. Lalu mereka masuk secara beramai-ramai membuat mata Rohani dan yang lainnya membulat sempurna.
"Ibu-ibu, bapak-bapak, kakak-kakak, adek-adek, om dan tante, silahkan dicicipi hidangannya. Semoga suka ya!" seru Mentari sambil mengulum senyum.
"MENTARIIIIII .... "
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...