Biasanya, perceraian dilakukan antara dua orang atas kesadaran masing-masing diantaranya.
Retaknya rumah tangga, hubungan yang sudah tidak harmonis lagi, dan perihal pelik sebagainya.
Namun berbeda yang dirasakan seorang model sekaligus Aktris cantik yang benama Rania. Tepat satu tahun di hari pernikahanya, Rania mendapat kejutan perceraian yang di lakukan suaminya~Pandu.
Tanpa memberi tahu Rania, Pandu langsung saja membuat konferensi pers terhadap wartawan, bahwa Rania adalah sosok wanita yang begitu gila karir, bahkan tidak ingin memiliki seorang anak pada wanita umumnya.
Rania yang saat itu tengah melakukan pemotretan di Amerika, tidak pernah tahu menahu, bahwa suami yang begitu dia cintai menceraikannya secara hina. Rania sendiri sadar, saat melihat berita dari televisi internasional.
Dan setelah kedatangn Rania ke tanah air. Dia baru tahu, jika gugatan cerai yang dia terima, semata-mata hanya untuk menutupi perselingkuhan Pandu dengan sahabatnya sesama model~Laura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 26~PPH
Sementara nek Fatonah masuk untuk memberi tahu sang cucu, kini Raden sudah duduk manis diruang tamu menunggu kedatangan sang sahabat dulu.
'Semoga saja Rani mau, dan berunah pikiran' batin Raden penuh harap.
Didalam kamarnya, Rania yang baru saja selesai mengganti pakaian, sejak tadi senyum dibibirnya merekah, karena dia tidak menyangka dapat sedekat itu dengan pria yang dulu menurutnya arogan.
'Astaga Rania ... Kamu ini apa-apan deh! Senyum-senyum kek orang nggak waras aja'
Tok! Tok!
"Nduk cah Ayu ... Sudah belum mandinya? Kamu ditunggu-"
Karena suara sang nenek yang tidak begitu jelas diakhir kalimatnya, Rania yang sejak tadi hanya terpaut oleh satu nama, sontak saja langsung bangkit dengan wajah berbinar.
Pintu terbuka dari dalam.
"Itu sudah ditunggu, ayo keluar!" ujar sang Nenek.
Rania hanya mengangguk penuh semangat, hingga membuat nek Fatonah tampak mengernyit. Karena tidak biasanya sang cucu bersikap seperti saat ini.
Begitu tiba di ruang tamu, senyum Rania langsung luntur, saat mendapati Raden sudah duduk tenang disana.
"Raden ....?"
Raden yang duduk membelakangi, seketika langsung berdiri dan berbalik. Pria itu tersenyum segan, dan memberanikan diri untuk mendekat.
"Ran ... Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu! Kita duduk saja biar enak!"
Rania langsung duduk dikursi sebrang, menunggu sahabat kecilnya berbicara.
"Ada apa ya, Den?"
"Begini Ran ... Aku punya temen yang sedang menyewakan rukonya. Tempatnya ada disebelah rumah makan punyaku. Ya, siapa tahu kamu sedang ingin membuka usaha," ujar Raden menatap Rania menuh harap.
Sejenak, Rania tampak diam. Dia tampak berpikir, darimana Raden tahu jika dia sedang membutuhkan tempat untuk usaha.
'Nggak! Aku harus optimis! Mas Dimas sudah susah payar mencarikan informasi untuk ruko tadi. Nggak 'fer lah, kalau aku main mau aja!'
"Bagaimana, Ran?" ulang Raden kembali.
Rania sedikit tersenyum, "Maaf ya Den! Tapi darimana kamu tahu, kalau aku mau buka usaha?"
"Em ... Aku, aku tahu? Aku hanya menebak saja, Ran! Ya ... Siapa tahu kamu membutuhkan," jawab Raden sedikit gugup.
"Sebenernya sih iya ... Tapi aku mau nunggu kakakku kesini dulu!"
Dimas mencoba berpikir positif, mungkin saja Raden hanya ingin mengakraban dirinya dengan Rania, dengan bercerita mengulang kisah masa kanak-kanaknya dulu.
'Mending aku tunggu dirumahnya mas Ramsi saja'
Dan kebetulan rumah tetangganya itu memiliki warung kecil, yang biasa digunakan anak-anak untuk sekedar nongkrong. Dimas langsung menjalankan kembali motornya, menuju sebelah rumah nek Fatonah.
Rania yang saat ini sedang duduk menghadap pintu, sempat membolakan mata saat Dimas juga menoleh kearahnya dengan tersenyum menunduk.
'Mas Dimas? Itu tadi mas Dimas? Kok dia malah pulang?'
"Ada apa Ran, kok kaya terkejut gitu?" tegur Raden yang kini juga mengikuti arah pandang Rania.
"Oh, nggak! Nggak ada apa-apa Den! Tadi-"
Setelah itu Raden pamit, karena waktu juga sudah menunjukan pukul 5 sore. Rania yang sejak tadi tampak tidak fokus, hanya bisa mengangguk serta tersenyum saja. Pikirannya sudah melayang entah pergi kemana.
"Aku pulang dulu ya, Ran! Kabari aku jika kamu jadi ambil rukonya."
Rania mengangguk kembali.
Setelah itu, Rania sontak bergegas keluar dengan berjalan cepat. Dia berhenti ditepi jalan rumah Neneknya sambil mengedarkan pandang, untuk mencari sosok Dimas.
'Pasti mas Dimas sudah pulang!' putus Rania dan langsung berjalan kembali ingin masuk.
"Ran-"
"Mas Dimas? Tadi tak kirain kamu sudah pergi!" ucap Rania merasa lega.
"Tadi tak tungguin di rumahe mas Ramsi, Ran! Saya ndak enak, tadi kayae ada Raden kesini!"
"Iya Mas ... Tapi darimana Raden tahu, kalau aku mau buka usaha ya?"
Dimas mengernyit, matanya sedikit memicing. "Maksudnya, Ran! Oh begini wae Ran ... Boleh ndak, kalau saya minta nomor whatsap kamu? Ini soale sudah mau petang, ndak enak kalau dilihat orang!" ujar Dimas sedikit segan.
"Iya mas, nanti kita lanjut di telfon saja!"
Setelah bertukar nomor telfon, Dimas langsung pamit untuk pulang.
.
.
.
Malam harinya, tepatnya dikediaman Ramos.
Sesuai rencana, malam ini Bryen mengajak Aston ke Diskotik Mars, untuk mengenalkan sahabatnya dengan seorang wanita cantik yang sudah dia pesan sebelumnya.
"Sudah siap?" seru Brayen saat menatap Aston yang baru saja turun dari tangga.
Aston mengendikan bahu acuh. Dan duduk sejenak terlebih dulu.
"Ayolah Brother ... Malam ini kita buat santai saja! Lepaskan semua penat dalam pikiranmu, dan mari bersenang-senang!" celetuk Bryen kembali sambil mematikan putung rokoknya.
"Okelah, berangkat!"
Mobil Aston melesat kencang menuju tempat yang sudah dijanjikan Bryen untuk dirinya. Waktu yang sudah menunjukan pukul 9 malam, membuat laju mobilnya bertambah kencang, karena jalanan perlahan mulai agak sepi.
Satu wanita cantik sudah menyambut kedatangan mereka, dengan pakaian sexinya.
"Bryen ...." wanita itu langsung menghambur dalam pelukan Bryen, dengan mengecup bibirnya singkat.
Aston hanya terdiam dengan wajah dinginya. Dia sudah tidak kaget lagi, bagaimana permainan sahabatnya terhadap beberapa wanita sewaan.
"Dia sahabatmu?" ujar wanita yang bernama Duma.
"Aha ... Dimana temanmu, Sayang?" jawab Bryen melingkarkan tanganya pada pinggang Duma.
"Ayo masuk! Stella sudah menunggu temanmu."
Aston berjalan malas mengikuti dua orang didepanya. Setelah sampai didalam, pria itu langsung masuk kedalam ruang privat yang sudah dipesan Bryen sebelumnya.
Wanita cantik bertubuh tinggi, dengan dress hitam menyetak jelas tubuh sexinya, kini mulai berjalan masuk dengan begitu anggunnya.
Waw!
Bryen menatap kagum sejenak, lalu melirik Aston yang hanya bersikap acuh menatap malas wanita didepanya.
"Kau yang bernama Aston? Perkenalkan, aku Stella," wanita cantik itu mengulurkan tanganya kearah Aston.
Bukanya tertatik, atau hanya bersikap membalas salam Stella. Aston langsung saja bangkit dari duduknya, sambil menatap kearah Bryen.
"Dimana kamarnya, aku langsung saja kesana! Tubuhku sudah lelah!" ujarnya pada Bryen.
"Ayo ikuti aku! Malam ini akan menjadi malam kita berdua!" bisik Stella tepat ditelinga Aston.
Setelah itu, Aston berjalan lebih dulu dan diikuti Stella dari belakang.
Setelah mereka berdua berhenti didepan pintu dengan tulisan nomor 24. Stella segera membuka pintu tersebut dengan penuh semangat, serta senyum yang sejak tadi mengembang sempurna.
Mau tidak mau Aston hanya mengikuti saja, dan langsung melenggangkan tubuhnya kedalam kamar tersebut. Pria itu tersenyum sinis, melihat sikap Stella yang menurutnya bagaikan seorang Jalang semata.
Setelah itu, Stella berjalan sambil menurunkan tali dress yang melingkar dibahu mulusnya.
"Mau apa kau menurunkan pakaianmu?" tanya Aston menampakan wajah tidak suka.
Stella sedikit terkejut. Namun dia mengenyahkan semua itu, dengan berjalan mendekat khas gaya manjanya.
"Aku akan memuaskanmu, Aston! Kenapa kau masih bertanya untuk apa semua ini-"
"Tetap disitu! Jangan mendekat kearahku!"
Stella semakin tersentak kembali. Wajahnya menyirat rasa tidak terima, namun juga keingin tahuan, mengapa pria tampan dihadapnya saat ini terlihat begitu jijik menatapnya.
Aston terlihat mengeluarkan amplop coklat dari saku jaket hitamnya. Dia menyodorkan pada Stella.
"Ambilah! Ini kan yang kamu mau?"
Kedua mata Stella langsung berbinar menatap segepok uang itu. Namun tanganya menggantung, disaat Aston menarik kembali amplop uang tersebut.
"Dengan satu syarat?"
Stella tersenyum penuh ambisi. Didalam pikirannya, dia sudah menduga. Pasti pria tampan didepannya itu berharap service yang sempurna dari dirinya. Dan Stella tidak akan mengecewakan semua itu.
"Katakan, kau butuh full servis dariku? Tidak usah kau minta pun aku pasti akan memberikanya padamu, Aston!" jawab Stella percaya diri.
Aston tersenyum remeh.
"Tetaplah pada posisimu! Kau bebas ingin apa, asal jangan mengganggu saya istirahat! Saya ingin tidur! Jika kamu sampai memanfaatkan tubuhku saat saya terlelap ... Dapat kupastikan, tubuhmu akan terpisah dari kepalamu!" seru Aston menyeringai.
Stella membolakan mata terkejut. Setelah dia menerima uang itu. Dia perlahan mundur, dan langsung duduk disofa luar kamar. Keringat dingin seketika mengucur di seluruh badanya saat ini.
Aston mulai merebahkan tubuhnya diatas ranjang besar. Tubuhnya benar-benar lelah, karena semalam hari lalu, dia sama sekali tidak menajamkan mata walau sesaat.
'Brengsek si Bryen! Dia memberikan pria tampan namun saiko!' gerutu batin Stella dengan wajah ditekuk.
Setelah 5 jam kemudian. Tepatnya pukul 2 pagi.
Pintu terbuka dari dalam. Stella yang tadi juga tertidur diatas sofa, kini mengusap matanya, dengan khas orang bangun tidur.
"Dimana, Aston?" ujar Bryen yang kini berdiri didepan pintu kamar Stella.
"Masuklah! Kalian bisa melihat sendiri!" jawab Stella malas.
Mendengar ada keributan diluar, Aston perlahan bangun dari tidurnya. Pria tampan itu melihat ponselnya yang sudah menunjukan pukul 2 pagi. Dia lantas segera bangkit, dan bergabung keluar bersama Bryen.
"Sayang ... Aku dan Aston pulang dulu! Thank's untuk tadi malam," bisik Bryen pada telinga Duma.
Duma kembali mencium bibir Bryen singkat.
"Hubungi aku jika kau butuh kehangatan, Bryen!"
Setelah itu, Aston langsung keluar lebih dulu, dan diikuti temanya dari belakang. Kedua wajah pria tampan itu terlihat tenang, seakan tidak terjadi apa-apa pada mereka.
Setelah mengantarkan Bryen pulang, Aston langsung pulang menuju rumah Ayahnya, karena paginya dia akan melakukan meting dengan perusahaan Ornald Group.
.
.
.
"Kau tidak berbohong padaku, Pandu?"
"Nanti malam, keluargaku meminta orang tuamu untuk datang ke resort xxx, guna membahas pernikahan kita!" ujar Pandu yang masih duduk dikursi kebesarannya.
Laura tersenyum penuh kemenangan. Dia lalu beranjak dan terus memeluk tubuh Pandu dari belakang.
"Terimakasih, Sayang! Aku bahagia, banget!"
Pandu haya mengangguk. Dia menatap lurus kedepan, dengan sorot mata penuh dendam didalamnya.
semangat ya tor🌹🌹
awal baca suka ceritanya 😍
ra dong aku !!!