Biasanya, perceraian dilakukan antara dua orang atas kesadaran masing-masing diantaranya.
Retaknya rumah tangga, hubungan yang sudah tidak harmonis lagi, dan perihal pelik sebagainya.
Namun berbeda yang dirasakan seorang model sekaligus Aktris cantik yang benama Rania. Tepat satu tahun di hari pernikahanya, Rania mendapat kejutan perceraian yang di lakukan suaminya~Pandu.
Tanpa memberi tahu Rania, Pandu langsung saja membuat konferensi pers terhadap wartawan, bahwa Rania adalah sosok wanita yang begitu gila karir, bahkan tidak ingin memiliki seorang anak pada wanita umumnya.
Rania yang saat itu tengah melakukan pemotretan di Amerika, tidak pernah tahu menahu, bahwa suami yang begitu dia cintai menceraikannya secara hina. Rania sendiri sadar, saat melihat berita dari televisi internasional.
Dan setelah kedatangn Rania ke tanah air. Dia baru tahu, jika gugatan cerai yang dia terima, semata-mata hanya untuk menutupi perselingkuhan Pandu dengan sahabatnya sesama model~Laura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28~PPH
"Permisi!"
Rania yang baru saja selesai menyajikan beberapa hidangan sarapan, kepalanya langsung menoleh saat mendengar suara yang tak asing lagi baginya.
"Kamu mending keluar sek wae, Nduk! Ini biar ta teruske Nek Uti," ucap nek Fatonah sambil mengaduk teh hangat.
Rania lantas segera keluar. Senyum hangat merekah, karena sudah beberapa minggu tidak bertemu dengan sang Manager.
"Daniel ... Kenapa nggak kasih kabar sebelumnya? Mendadak banget!" cibir Rania setelah menyambut kedatangan sang Manager.
Haha!
Tawa Daniel pecah. Dia lalu menjatuhkan tubuhnya diatas sofa kayu, dengan ukiran kuno yang cukup klasik.
"Aku sengaja! Kamu tahu, sejak kamu pergi, aku kehilangan sosok ceria, cerewet, pokoknya serba menyebalkan," jawab Daniel yang masih terkekeh dalam kalimatnya.
Rania mendengus kesal. Dia megambil bantal sofa, lalu dilemparkan pada wajah mantan Managernya.
"Kenapa nggak ngajak, Laront?"
Daniel menghendikan bahu acuh. Setelah itu dia menegapkan badanya, lalu menatap kesekeliling, bahkan matanya menembus luar rumah, menghirup udara pagi khas pedesaan.
"Disini segar sekali, Rania! Aku rasa, aku akan betah tinggal lebih lama!" gumam Daniel menatap Rania.
"Sudah lama ya ... Kayaknya terakhir aku ngajak kamu kesini, sebelum aku menikah!"
Daniel mengangguk paham.
Nek Fatonah datang dari dalam. Wanita tua itu sudah kenal dengan Daniel, jauh sebelum Rania menikah dengan Pandu.
"Daniel, ayo kita sarapan sama-sama! Cantiknya Uti ... Ayo cepet temane diajak sarapan!"
Rania lalu menepuk bahu Daniel setelah dia berdiri.
"Nggih, Mbah!" jawab Daniel mencoba mengikuti basa khas jawa tengah.
.
.
Sementara di kediaman pribadinya, Dimas yang baru saja selesai apel pagi. Kini dia mendadak resah, karena hari ini adalah ulang tahun wanita pujaannya.
Pria 38 tahun itu mondar mandir di ruang tengah, sambil memikirkan, kado apa nantinya yang akan dia berikan. Tidak mungkin Dimas akan memberikan barang sembarangan, sementara si wanita bukanlah sembarangan orang.
Diky yang kini tiba di pintu depan rumah Dimas, sontak saja mengerutkan dahi, saat melihat temannya kebingungan.
"Dim ... Ngapa to, kok kaya setrikan. Mondar mandir ndak jelas!" cibir Diky berjalan masuk.
Dimas langsung menjatuhkan tubuhnya diatas sofa, dengan menyandarkan punggungnya kebelakang.
"Aku bingung, Dik! Hari ini ulang tahunnya Rania. Aku ingin memberi dia kado. Tapi tak kasih kado apa, ya?"
Diky memajukan badanya. Tatapanya menerawang jauh, juga ikut memikirkan apa yang sedang di pikir sang sahabat.
Pria berusia 36 tahun itu membuka ponselnya, dan seketika ide cemerlang muncul setelah dia membuka beberapa cafe ternama.
"Eh, Dim ... Sini deh! Lihat ini," Diky menggapai bahu sang sahabat, untuk diperlihatkan pada layar ponselnya.
"Ini tempate romantis banget, lho! Mending kamu ajak Rania makan malam kesini saja! Boking satu tempat, nanti aku bantu. Ini Cafe baru, Dim! Tempate nyaman kok!" papar Diky kembali.
"Ya wis, Dik! Aku mau ambil mobilku dulu di rumah Bapak! Kamu ikut, ndak?" ajak Dimas seraya bangkit.
"Ya ikut dong! Ya wis lah, ayo!"
Dua bujang itu langsung saja bergegas ke Banyumanik, menuju rumah orang tua Dimas.
Dimas yang sudah lama mengikuti media sosial Rania, dia rupanya mencatat semua hal penting dalam bio model cantik itu. Hingga tanggal ulang tahun Rania pun, Dimas sudah menyimpannya rapat dalam pikiranya.
Dan disaat mereka hampir melewati rumah nek Fatonah, Dimas yang sengaja menatap rumah itu, rupanya dibuat sedikit terkejut dengan adanya mobil mewah bewarna hitam.
Namun karena dia tahu siapa nek Fatonah, Dimas masih mencoba berpikir positif, mungkin keluarga Rania dari kota.
"Ada mobil tadi, Dim?"
"Mungkin keluarga Rania, Dik! Uwis lah, ndak usah mikir aneh-aneh," sahut Dimas walaupun terasa berat dihatinya.
Diky hanya mengangguk, lalu melanjutkan kembali jalannya.
.
.
•••Latulip Cafe•••
Sore harinya, Dimas bersama Diky kini sudah resmi memboking satu ruangan, di Cafe tersebut. Dimas meminta, ruang yang sedikit terbuka itu diberi sedikit hiasan bunga mawar, namun lebih ke elegant moment.
Sementara disatu sisi tempat yang sudah di sewa Dimas, pria itu yang sudah keluar bersama Diky, tidak sengaja melihat kearah samping, yang juga mendapati ruangan tadi sudah disulap menjadi ruangan dengan nuansa romantis.
"Ada acara juga, ya Mas?" tegur Dimas menatap kagum ruangan tadi.
Pria itu tersenyum sopan, sambil berkata, "Kejutan kecil-kecilan, Mas! Rencananya malam ini mau melamar pujaan hati!" jawab si Pria tadi.
Dimas dan juga Diky hanya mengangguk. Entah mengapa Dimas tertular rasa bahagia, karena dia juga sedang menanti moment bahagia itu.
"Saya doakan lancar ya mas, saya juga memboking satu tempat itu," tunjuk Dimas pada ruangan sebelah si Pria tadi.
"Saya juga mendoakan yang sama! Semoga acara anda juga lancar," jawab si Pria menepuk bahu Dimas.
Setelah itu, Pria asing itu keluar memasuki mobil mewahnya.
Diky sejak tadi mengerutkan dahi merasa ada yang aneh dalam pandanganya. Pria itu tampak diam, dengan pikiran menerobos jauh, mencoba mengingat sesuatu.
"Ngapa, to Dik? Ngalamun wae," tegur Dimas yang kini sudah mulai menjalankan mobilnya.
"Kok mobil pria tadi ndak asing ya, Dik! Kayae aku pernah lihat."
Dimas tersenyum malas, "Mobil seperti itu memang banyak, Dik! Atasan kita saja punya mobil keluaran terbaru kaya punyae si Mas tadi!" bantah Dimas.
Diky mencoba mengangguk pasrah. Mungkin saja dia hanya berhalusinasi.
"Oh ya, Dim ... Kamu sudah menghubungi Rania? Takutnya dia kalau ada acara," ujar Diky mengingatkan.
"Beres, Dik! Rania sudah mau kok! Tinggal bilang sama Neneknya."
Sementara di rumah, Rania kini tampak menyembunyikan senyumnya, karena hatinya mendadak bahagia.
Dia membuka satu koper kecilnya, dan disana dia mulai mencari gaun yang terlihat elegant saat digunakan. Tangan Rania tampak sibuk, karena tidak ada satupun dress yang menurutnya cocok.
"Tinggal ini deh! Tapi sebentar-sebentar ... Ini kayaknya bagus deh! Nah, bagus kan. Simple, nggak terlalu norak juga," gumam Rania saat menempelkan dress hitam tadi pada tubuhnya.
Setelah Rania bersiap-siap dan keluar, sontak saja mata Daniel terbuka lebar penuh kagum.
'Kenapa Rania bisa tahu, kalau aku membuatkannya kejutan! Baguslah kalau begitu'
Setelah meminta ijin pada nek Fatonah, Daniel langsung saja menarik tangan Rania.
"Ran ... Sudah siap? Ayok!" Daniel langung saja menarik pelan lengan Rania keluar.
Sementara Rania, dia masih menatap bingung, dengan terus berjalan. Hingga pikiranya sadar, saat dia teringat janjinya dengan Dimas nanti.
"Stop, Daniel! Kamu mau mengajak aku kemana?" Rania menghentikan langkah kakinya, saat berada dihalaman rumah.
Daniel menoleh tersenyum.
"Sudahlah, Ran ... Aku pas kesini melihat cafe yang sangat bagus! Buat nongkrong kayaknya cocok deh! Sudahlah, ayo-"
"Daniel! Tapi aku sudah ada janji dengan temanku disini," tolak Rania menatap tajam mantan Managernya.
Bukanya marah, Daniel hanya terkekeh merasa gemas dengan wajah sang model.
"Sebentar saja, Ran! Plist ... Aku sudah jauh-jauh kesini, tapi kamu menolaku. Oh, aku akan menangis semalaman nanti!" jawab Daniel menekuk bibirnya kebawah.
Tangan Rania kembali ditarik oleh Daniel, dan dimasukannya kedalam mobil.
"Aku nggak mau tahu, pokonya kalau sudah jam 8, kita harus pulang!" seru Rania sambil bersedekap dada.
"Baik, tuan putri!" kekeh Daniel, dan langsung melajukan mobilnya.
Brug!
Buket bunga mawar yang terbungkus paperbag itu terjatuh, bersamaan jatuhnya hati Dimas saat ini. Dia yang sudah siap menaiki motor dari rumah, berencana ingin menjemput sang pujaan, agar tidak menimbulkan huru hara para tetangga, kini mendadak dadanya terasa hancur, saat melihat Rania lebih dulu pergi bersama seseorang dengan mobil mewah.
Motor matic itu seakan tahu, karena dia juga mendadak ikut berhenti juga. Tatapan Dimas begitu kosong, entah mengapa dadanya terasa sesak. Padahal dia belum tahu, dengan siapa Rania pergi saat ini.
'Mungkin saja Rania pergi dengan kakaknya, atau keluarganya. Lebih baik aku ke Cafe dulu, seperti apa dekorasinya'
Dimas yang sektika tersadar, dia masih bisa tersenyum, dan berpikir positif. Dia kemudian mengambil kembali paperbag tersebut. Tujuannya saat ini menuju Latulip Cafe.
Sementara dilain tempat, kini mobil Daniel sudah terpakir di Cafe dengan papan nama,
~Latulip Cafe~
lanjut thor