NovelToon NovelToon
Moonlight After Sunset: Black Magic

Moonlight After Sunset: Black Magic

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Balas Dendam / Epik Petualangan / Akademi Sihir
Popularitas:186
Nilai: 5
Nama Author: Riana Syarif

Buku kedua dari Moonlight After Sunset, bercerita tentang Senja, seorang gadis yang terlilit takdir membingungkan. Untuk mengetahui rahasia takdir yang mengikatnya, Senja harus membuang identitas lamanya sebagai Bulan dan mulai menjalani petualangan baru di hidupnya sebagai putri utama Duke Ari. Dalam series ini, Senja aka Bulan akan berpetualang melawan sihir hitam sembari mencari tahu identitas aslinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riana Syarif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kabur III

"Semuanya akan baik-baik saja selama kamu bisa terus bertahan."

****

"Nona," teriak Dian saat Senja sudah berteleportasi.

Kondisinya tidak stabil namun masih dalam keadaan sehat. Dian dengan cepat menarik nona nya ke dalam pelukan untuk membuat Senja tetap berdiri dengan sempurna.

Dian tahu jelas jika kondisi nona nya itu cukup rapuh saat ini. Jika tidak ditopang maka tubuhnya akan segera merosot ke lantai tanpa daya.

"Hah, Dian. Kamar, segera ke kamar."

Senja berusaha mengambil napas panjang di sela-sela kalimatnya. Ia terlihat lelah dengan napas yang tersendat seperti orang yang terkena asma.

"Baik Nona."

Dian kemudian membawa Senja menuju kamarnya yang berada di lantai atas gedung Guild. Lantai atas adalah area pribadi milik Senja yang bahkan tidak sembarangan orang bisa masuk ke sana.

Setelah beberapa saat, tubuh Senja kembali normal. Napasnya mulai teratur kembali dengan ritme yang ringan. Meski begitu, kondisinya masih lemah, mungkin saja ini karena teleportasi yang baru saja ia lakukan.

Teleportasi itu cukup menguras tenaganya, hal ini diakibatkan karena udara di sekitarnya mengering secara paksa, sehingga membuat Senja harus bernapas jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Ia juga harus menahan rasa terpelintir di perutnya akibat dari teleportasi tersebut.

Memang lebih efisien untuk menggunakan teleportasi satu dimensi daripada dua. Hal ini karena resiko yang lebih besar dan penggunaan mana yang berlebihan, sehingga banyak penyihir meninggalkan jenis teleportasi tersebut.

"Dian, kembalilah ke Akademik untuk meminta izin atas kehadiran ku."

Senja tidak bisa berpikir jernih saat ini, karena kondisinya sedang tidak stabil dan sekolah akan menjadi alasan nya mengapa ia begitu malas untuk pergi.

"Kirimkan pesan pada Miss Aila jika aku akan kembali ke mansion Duke Ari untuk dua hari," lanjutnya sambil melirik ke arah jendela yang masih gelap.

Meski begitu, saat ini jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Masih ada waktu 1 jam lagi sampai matahari akan terbit di ujung cakrawala.

Memahami hal ini, Dian bergegas pergi dari kamar Senja dan membiarkan nona nya untuk beristirahat lebih lama lagi. Jika nona nya kembali saat ini, mungkin saja ia akan mengalami kesulitan yang besar akibat ulah dari beberapa orang.

Pikiran Dian kini melayang pada Kira dan beberapa lalat lainnya yang sering mengitari nona nya akhir-akhir ini.

"Inilah yang terbaik," gumamnya saat sudah sampai di lantai bawah Guild.

Ketika hendak pergi, Dian mendapatkan link dari White jika Lily memanggilnya. Ia pun segera terhubung dengan hewan magic nona nya itu.

"Apa yang terjadi?" Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Lily saat link sudah terhubung.

"Hanya masalah kecil, lebih dari itu. Ada apa?"

Bukannya Dian ingin menyembunyikan keadaan nona nya, namun jika masalah ini membesar, maka resikonya akan semakin tinggi pula.

"Nona menyuruhku untuk membawa mu kembali."

"Ah begitu rupanya, maaf merepotkan mu."

Setelahnya muncul lingkaran sihir teleportasi di bawah kaki Dian, dan beberapa saat kemudian, Dian sudah berada di kamar asrama Senja.

"Kau terlihat kacau saat ini," seru Kun yang baru saja terbangun dari tidurnya.

"Bukan masalah penting, hanya..."

"Hanya apa? Apa kalian melakukan hal gila lagi?" Lily memotong perkataan Dian dengan sinis.

Lily lalu menatap Dian dengan mata menyelidik seperti seorang petugas inspeksi.

Dian terlihat kacau, ia tidak tahu harus menjawab apa. Langkah kakinya kaku dengan mata yang hanya bisa menunduk malu.

"Kami sudah mengetahuinya dari Vanilla, lain kali bersikaplah lebih kooperatif."

Kun memperingati Dian dengan senyum dinginnya. Ia tahu jika akan sulit bagi mereka untuk bergerak bersamaan, namun kejadian tadi hanya akan membuat Nona mereka celaka.

"Maafkan aku," gumam Dian pelan namun masih bisa didengar oleh keduanya.

"Bukannya kami tidak tahu hanya saja dalam kondisi mendesak seperti itu, kau harus memanggil bantuan agar hal-hal seperti ini tidak terulang kembali di masa depan."

Lily tampak kesal dengan napas yang siap meledak kapan saja. Ia dan Kun juga tahu jika nona mereka sangat apatis mengenai dirinya sendiri. Namun ini bukan hanya masalah dirinya saja melainkan mereka juga.

Jika Senja mengalami luka berat apalagi sampai kehilangan nyawanya, maka hewan sucinya lah yang akan mengalami dampak terburuk. Mereka bisa menjadi gila ataupun mati karena hubungan yang tiba-tiba saja terputus.

"Kau tahu pasti apa yang kami maksud bukan. Tidak semua dari kami bisa terus berada di sisinya, adakalanya kami berada jauh dari Nona. Kami berharap dengan salah satu diantara kami dapat membantunya dengan benar, namun tidak semua dari kami memiliki kekuatan yang sempurna."

Perkataan Lily ada benarnya, mereka memang kuat namun mereka hanya kuat dengan fungsinya masing-masing. Jika Senja hanya pergi dengan Ristia dan lily, maka ia hanya akan mendapatkan perlindungan secara masif.

Hal itu akan berbeda jika ia berada bersama Vanilla ataupun Kun yang merupakan hewan magic tipe petarung, dimana mereka akan siap menolong Senja kapan saja, meski kondisinya sedang dalam bahaya.

Apa yang ingin dikatakan Lily dan Kun sudah jelas. Jika Senja mati, maka mereka pun akan mati juga, namun hal itu berbeda dengan Lily yang masih bisa hidup karena pengontraknya adalah Senja bukan dirinya.

Meski begitu, rasa sakit akibat kehilangan pemilik akan tetap membuatnya menjadi gila seakan-akan mati lebih baik baginya. Itulah mengapa hubungan mereka sangatlah penting.

****

Setelah pembicaraan yang penuh emosional, akhirnya Dian berhasil keluar dari kamar Senja setelah Kun berhasil menenangkan Lily. Jujur saja dari semua hewan magic, Lily adalah penghubung pertama nona nya.

Mungkin Dian sadar betapa marah dan frustasinya Lily saat nona mereka dalam keadaan kacau. Hal yang sama juga ia rasakan, namun karena penghubung batin mereka berbeda, sehingga keduanya mengalami hal yang bertolak belakang.

"Aku butuh menjernihkan pikirkan," gumam Dian saat ia hendak memasuki kantor Miss Aila. Sebelum masuk, Dian terlebih dahulu mengatur hati dan pikirannya untuk tetap terlihat jernih. Ia tidak ingin ada seorang pun yang mengetahui emosinya saat ini.

"Selamat pagi Miss," sapa Dian ketika pintu sudah terbuka.

"Oh Dian, selamat pagi."

Miss Aila lalu mempersilahkan Dian duduk di kursi yang ada di depannya. Tanpa ragu Dian duduk di sana, ia lalu mengeluarkan sepucuk surat yang merupakan salinan milik nona nya.

"Maaf sebelumnya Miss, tapi kedatangan saya kesini hanya untuk ini."

Dian kemudian menyerahkan surat tersebut. Miss Aila awalnya tampak bingung namun akhirnya ia mengerti.

"Baiklah, aku mengerti. Aku tidak akan bertanya lebih lanjut, jadi kau bisa keluar."

Jelas Miss Aila tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres disini. Meski ia tidak bisa mengetahui bahwa suratnya adalah salinan, namun mengejutkan jika Senja harus kembali ke mansion Duke Ari di saat seperti ini.

Tidak mau mengambil pusing, ia hanya bisa menghela napas panjang sebelum akhirnya melihat Dian berjalan meninggalkan gedung. Ia melihat beban berat yang ada di pundak Dian saat ini. Beban yang bahkan lebih sulit daripada urusannya di Akademik.

"Apa yang terjadi sebenarnya,"

Miss Aila bertanya dengan raut wajah serius sekaligus penasaran. Namun ia hanya bisa menyimpannya dalam hati, ia tahu jika mengurusi urusan yang bukan miliknya adalah kesalahan, terlebih lagi itu adalah urusan pribadi siswanya.

Disisi lain, Dian harus menjumpai Eza yang saat ini sedang berlatih di lapangan khusus penjaga. Ia selalu berada di sana setiap kali nona nya menjalani aktifitas Akademik, itu sudah seperti kegiatan wajibnya.

"Dian," panggil Eza saat mendapati Dian yang berwajah masam mendatanginya.

"Oh, halo." Dian membalas sapaan Eza dengan nada malasnya. Eza yang mendapati hal aneh dari Dian hanya bisa mencipitkan matanya dengan tajam.

"Apa ada hal..."

"Tidak ada," potong Dian sebelum Eza selesai dalam kalimatnya.

"Lalu?" tanya Eza kembali saat hendak memasukan pedang ke dalam sarungnya.

"Hah." Dian hanya menghela napas sebagai jawaban dari pertanyaan Eza.

Eza yang bingung memiringkan kepalanya tanda tidak mengerti dengan sikap Dian kali ini. Jujur saja sebenarnya bukan kali ini saja Eza tidak memahami Dian, namun setiap kali mereka berbicara, selalu berakhir seperti ini.

"Siapkan saja kereta kuda, karena Nona akan kembali ke mansion."

Setelah mengatakan itu, Dian langsung pergi meninggalkan Eza yang masih bingung di tempatnya.

"Sial," maki Eza yang kesal dengan sifat acuh tak acuhnya Dian.

"Entah mengapa dia mengingatkan ku pada seseorang."

Eza lalu memakai pakaiannya dan bergegas menyiapkan kereta kuda sesuai pesanan Dian.

****

"Nona, mereka sudah tiba."

Gabriel masuk hanya untuk menyajikan pesan dan kemudian keluar saat ia mendapatkan anggukan ringan dari Senja. Ia tidak ingin menggangu nona nya itu, terlebih lagi urusannya di Guild sudah cukup banyak.

Beberapa saat setelahnya Dian datang menemui Senja. Ia datang bersamaan dengan Eza di sampingnya. Eza tampak kaku saat melihat Senja yang sedang menikmati sarapannya.

"Kami akan kembali lagi nanti," lirih Eza sambil menarik Dian keluar kamar.

Sama seperti Gabriel, Eza juga tidak ingin mengganggu nona nya itu, hal itu karena mood nona nya yang suka berubah tidak menentu.

"Tidak perlu, aku sudah siap."

Senja lalu berdiri dan menghampiri mereka. Ia menatap Dian yang masih diam di tempatnya dan kemudian beralih ke Eza yang sedang tersenyum canggung padanya.

"Dian, pergilah ke Hutan Kegelapan dan persiapkan segala keperluan latihan di sana, tiga hari lagi, latihan akan dimulai."

Dian hanya mengangguk sebelum menghilang dari kamar tersebut.

"Eza," panggil Senja saat hendak keluar dari kamarnya.

"Iya Nona."

"Batasi area Paviliun ibuku setelah kita sampai di mansion. Jangan biarkan hama kecil menggangu ku dalam pencarian."

"Baik Nona, saya mengerti."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!