NovelToon NovelToon
Casanova Kepincut Janda

Casanova Kepincut Janda

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Perbedaan usia / Romansa-Percintaan bebas
Popularitas:184.9k
Nilai: 5
Nama Author: Wiji

Bari abdul jalil, nama yang religius. Kedua orang tuaku pasti menginginkan akun tumbuh menjadi pribadi yang sesuai dengan nama yang diberikan. Tapi kenyataan justru sebaliknya. Saat dewasa justru aku lupa dengan semua ajaran yang diajarkan oleh mereka di waktu kecil. Aku terlalu menikmati peranku sebagai pecinta wanita. Hingga suatu ketika aku bertemu dengan seseorang yang sangat berbeda dari wanita yang aku pacari.
Mau tahu apa bedanya? dan bisakah aku mendapatkan apa yang aku mau?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

"Fir, ke meja gue," ucapku melalui gagang telepon.

Hanya menunggu beberapa detik saja, Firdaus sudah duduk di kursi seberangku. Ruangan ku dan sekretaris memeng hanya dipisahkan dinding kaca yang hanya beri gorden saja. Hanya perlu berteriak saja Firdaus sudah mampu mendengar suaraku.

"Gaji lo nggak jadi naik. Saran dari lo nggak mempan. Gue malah sakit hati tahu nggak, masak dia bilang dia risih setiap hari ketemu ama gue," keluhku di pagi hari, bahkan aku belum menyentuh berkas apapun.

"Tuan ke sana setiap hari?"

Aku mengangguk.

"Ngasih hadiah setiap hari?"

Aku mengangguk untuk kedua kalinya.

Tiba-tiba saja Firdaus merespon dengan menepuk jidatnya. Seakan aku berbuat kesalahan, padahal yang membuat aku memberikan hadiah-hadian kemarin dia, gimana sih?

"Kan itu saran dari lo juga bambang, kenapa lo tepuk jidat?"

"Ya nggak tiap hari juga tuan. Kan kentara banget itu kalau tuan memang ada sesuatu, ada keinginan.Ya jarang-jarang aja kasih hadiah, ke sana juga nggak perlu setiap hari. Ya wajar lah dia bilang bagitu. Tuan juga yang salah, katanya casanova masak begini aja nggak ngerti, minta saran sama saya. Bisanya juga nggak."

"Kan udah gue bilang ini beda nyet. Jadi gue salah nih tiap hari ke sana? Gue pengennya tiap hari lihat dia. Ini aja kalau gue jadi pengangguran juga maunya ketemu dia."

" Emang sama yang sebelum-sebelumnya nggak begini?"

"Nggak. Biasa aja. Ini akan gue nggak ada waktu buat Mira. Apalagi cari pengganti Diana sama Nilam. Pikiran gue aja fokusnya ke Arumi terus."

"Ya udah kejar sampai dapat. Cinta itu namanya. Mau seberapa besar logika menyangkal ya akan tetap kalah juga sama hati yang udah bicara."

"Caranya ngejar bagaimana? Kalau dia aja susah di dekati. Itu yang jadi masalah terbesar gue markonah. Lo kan tahu sendiri gue nggak pernah ngejar cewek. Cewek yang dateng ke gue. Sekali tembak langsung kena kan? Nah ini gue harus berjuang dulu. Ya kaku lah gue."

"Tunggu-tunggu, tuan bilang dia bercadar kan?"

"Iya, kenapa?"

"Itu artinya dia wanita yang sholehah taat beribadah. Biasanya yang saya tahu sih wanita bercadar begitu ya. Mungkin tuan harus belajar untuk melupakan deh. Tuan bukan tipe dia. Apalagi dia tahu kalau tuan punya banyak pacar sebelumnya. Saya yakin sih, wanita mana pun akan sulit untuk tuan dekati jika tahu latar belakang tuan."

Bukannya lega, curhat dengan sekretaris ku membuat aku semakin dongkol saja. Ucapannya membuat aku pesimis untuk kembali berjuang. Tidak-tidak, tidak bisa begitu. Seorang Bari harus mendapatkan apa yang dia mau. Akan aku kejar dia sampai dia bersedia duduk di pelaminan denganku.

Yah, sejak bertemu dengan Arumi tiba-tiba saja aku memikirkan perihal pernikahan. Sudah aku katakan untuk jangan tanya alasannya. Karena yang aku tahu aku hanya ingin setiap waktu dan setiap saat bersamanya. Dan untuk bisa seperti itu aku harus menikah dengannya.

*

Pukul lima sore.

"Tumben nggak keluar? Biasanya tiap jam segini kelayapan kamu." Ibu duduk di sampingku seraya mengunyah camilan. Ibu sering protes saat aku membelikan makanan dari luar untuknya, katanya mau diet dan tak mau makan camilan terlalu banyak. Tapi setiap ibu tak ada kegiatan, mulutnya terus mengunyah.

"Nggak apa-apa. Masak kelayapan terus. Kata ibu aku udah waktunya mikir nikah."

"Bukan udah waktunya Bari. Kamu itu udah tua. Udah tiga puluh tahun. Anak-anak teman ibu udah punya dua balita di umur segitu. Lah kamu, masih main-main kayak abg. Udah nggak pantes kamu main begitu."

Ibu sudah mulai kembali menceramahi ku tentang pernikahan dan kelakuan ku yang sebenarnya sudah mulai ada perubahan. Ibu tak tahu saja jika kau hanya memiliki satu kekasih yang saat ini mulai aku anak tirikan.

"Eh Bar. Teman ibu nanti ada yang mau ke sini, dia mau ambil pesanan gelas tuppercare yang pesan di ibu buat cucunya. Mungkin nanti dia ke sini sama anaknya. Kamu mau ibu kenalin sama anaknya?" tanya ibu yang begitu antusias dengan apa yang beliau ucapkan.

"Gimana-gimana? Ibu mau ngenalin aku ke istri orang?" tanyaku setengah berteriak.

"Nggak," ucap ibuku seraya memukul pelan lengan kekarku. "Dia janda, punya satu anak perempuan umur lima tahun. Anak teman ibu ini orangnya baik, bicaranya kalem, sholehah, pokoknya tipe menantu ibu Bar." Imbuhnya dengan nada bicara seperti orang ghibah dengan ibu-ibu lainnya.

"Nggak ah. Masak aku nikah sama janda. Nggak mau aku bu."

"Apa salahnya? Jangan memandang sebelah seseorang karena status Bari, nggak baik."

"Siapa yang mandang orang dengan status sih bu? Aku nggak gitu. Aku mau temenan sama siapa aja, aku juga mau kalau hanya dikenalkan saja. Nggak ada embel-embel dijodohkan. Aku nggak mau nikah sama wanita pilihan siapapun selain aku sendiri."

"Memang tadi ada ibu bilang mau menikahkan kalian? Ibu cuman bilang mau nggak ibu kenalin?"

"Tapi kan ujung-ujungnya ibu bilang dia tipe menantu ibu."

"Ya kan bisa jadi gambaran kamu kalau kamu cari istri Bar. Cari pendamping jangan hanya pinter dandan, pinter menghabiskan uang, apalagi hanya pinter di ranjang. Nggak laku wanita kayak begitu. Kamu harus cari wanita yang bisa membuat kamu dan anakmu ke jalan yang benar nantinya, kamu harus cari wanita yang buat menjadi kan anak-anak mu nggak hanya kejar dunia saja. Padahal kehidupan yang kekal bukan di sini kan. Pokoknya kalau kamu nanti ketemu dia pasti hati kamu adem."

"Selera ibu bukan berarti selera aku bu. Aku juga lagi berjuang buat dapetin menantu yang ibu mau. Nggak usah buru-buru dan memaksa aku untuk mengenal siapapun bu," pintaku melas.

"Halah alasan. Bilang aja kalau kamu masih menikmati peran mu. Biasanya juga begitu jawabnya, sekarang cuman ganti kata-kata aja biar ibu nggak ngomel."

Ampun gusti. Kenapa semua wanita harus serumit ini. Kenapa pikiran mereka selalu saja pintar mengolah kata untuk menyudutkan dan menyalahkan kami para kaum pria?

"Udah ah, terserah ibu aja. Aku mau keluar dulu, dari pada di kenalin janda."

Aku beringsut melangkahkan kaki ke atas, dimana letak kamarku berada. Bukannya aku anti dengan janda, tidak. Sungguh aku tidak pernah menilai siapapun dengan status yang mereka sandang. Aku berteman dan berbaur dengan siapapun.

Aku menyambar jaket yang lama tergantung di lemari. Sudah lama aku tak mengenakan motor besar jaman masa SMA ku dulu. Hadiah ulang tahun terakhir dari ayah. Sebisa mungkin aku menjaga dan merawat motor ini dengan baik sebagai bentuk terimakasih dan kasih sayangku pada ayah.

Aku tak pernah mengendarai motor ini saat kencan dengan para kekasih ku. Karena memang hadiah dari ayah ini hanya akan aku gunakan untuk membawa istriku. Aku masih ingat betul apa yang ayah katakan saat memberikan motor ini.

"Rawat dengan baik Bar. Gunakan motor ini sebaik mungkin, jika kamu punya pacar nanti, jangan gunakan motor ini untuk membonceng pacarmu. Karena pasti nanti jika pacarmu menjadi mantan, dan kamu menikah dengan wanita lain. Kamu akan tersiksa dengan kenangan mantan mu. Lalu kamu jual, ayah nggak mau hadiah ayah yang satu ini kamu jual nantinya. Belum tentu ayah bisa kasih kamu hadiah kamu lagi besok atau lusa."

Saat itu aku hanya mendengar ucapan ayah sebagai kata-kata biasa saja. Tak ada pemikiran sedikit pun ke arah kematian. Dan keesokan harinya, barulah aku sadar dengan kalimat ayah yang terakhir. Ternyata beliau meninggalkan aku, ibu dan juga adikku satu-satunya untuk selamanya. Ternyata kalimat ayah yang terakhir adalah sebuah firasat bahwa beliau memang tak akan memberiku hadiah lagi untuk selamanya.

Bersambung.

1
Harjanti
lha tegas gitu dong bari..
Ani Yuliana
itu dia 5thn baru hamil, keguguran, trus rahimnya d angkat sis 🙏
Harjanti
arumi belagu...
Duda Fenta Duda
bukan kumpul sapi bari tapi kumpul monyet😁😁
Kusii Yaati
celap celup tp di bibir sama aja bohong bari,itu bibir kamu bekas lumatan cewek2 kamu🙉
Erlinda
kok aq seperti membaca diari ya bukan novel
langit
mantap cerita nya
langit
apakah tasbih? benda kecil yg dimaksud?
Fitriyani
bgtu syng nya Arkan sm istrinya,tp bs bgtu brutalnya Dy SM Arumi,,,🤦
emang sih Dinda org yg Dy cinta,tp bs Dy lgsg brubah psiko SM Arumi..
Fitriyani
untung tiba2 Aksan bs menyikapi bijak...
Fitriyani
apa sih krj Arkan tu Thor,kq Dy bs LBH brkuasa gt dr bari....
Fitriyani
mgkin sebagian orang akan menganggap sikap Arumi salah n brlebihan,tp mnrt q,,sikap Arumi udh benar.mengingat gmn sikap Arkan terdahulu.klo q ada d posisi Arumi,aq jg akan mlkukn hal yg sm,aq g akan rela org yg dulunya g prnh mngakui ank,bhkn mnyiksa lahir batin,skrg tb2 dtg butuh pengakuan,,
mamp*s aja Lo Arkan😠
Fitriyani
jgn bilang nti xan sibuk mau ngrebut hak asuh Caca y.....
Abid
Biasa
linamaulina18
BNR t ibu, msh single blm tentu menjaga k hormatnya
linamaulina18
lumayan
linamaulina18
jgn2 anknya dokter yg bercadar itu lg
linamaulina18
🤣🤣🤣🤣
linamaulina18
bgs deh kirain ska celap celup
linamaulina18
selain tampan dirimu ska celap celup jg gt aja bangga ckckck
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!