Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 12: Bos, Maunya Apa Sih?
Nizam memeluk Tara dengan kuat, ia tergugu dan bahkan air matanya sudah berjatuhan. Namun seketika ia melepaskan pelukannya saat Tara mengucapkan kalimat itu.
" Kamu siapa? kok datang langsung peluk-peluk. Kamu kenal sama aku?"
Nizam mengerutkan alisnya. Ia tentu tidak tahu mengapa sang bos berlaku sedemikian.
" Ini aku Bos, aku Nizam. Buset deh, ketok aja kali ya pala nih orang. Kenapa mendadak jadi pikun begini. Halo Paduka Taraka Abyaz Dwilaga, ini saya ajudan setia Anda Nizam Prasetyo."
Tara bergeming, dia sama sekali tidak bereaksi apapun. Bahkan tatapan matanya hanya datar saja. Ini semakin membuat Nizam bingung. Kemarin ketika ditelepon dia tidak seperti saat ini, meskipun tidak melihat wajahnya secara langsung tapi Nizam yakin bosnya itu mengingat dirinya.
" Mas, ada tamu to, tapi dia siapa?"
" Nggak tahu. Dia tiba-tiba aja meluk aku."
Nizam sedikit salah fokus dengan wanita cantik berhijab yang baru saja keluar dari rumah. Suara lembut yang memanggil 'mas' pada Tara membuat Nizam sedikit merinding. Tapi sesaat kemudian ia kembali bisa menguasai dirinya.
Nizam mencoba tenang dan otaknya berputar seperti sebuah kincir. Saat ini dia sedang mencoba untuk membaca situasi dan harus segera menyimpulkannya dengan cepat.
Dimulai dari dia yang mendapat telepon dari Tara, penjelasan Dokter Rudi dan terakhir Tara yang mengatakan bahwa tidak mengenal dirinya.
Cling
Seperti ada lampu yang menyala di kepalanya, Nizam akhirnya mengetahui apa yang saat ini sedang dilakukan oleh bosnya.
" Selamat Sore nyonya, perkenalkan nama saya Nizam. Maafkan atas kelancangan saya. Saya datang kemari untuk menyapa dan juga berencana menjemput Tuan saya."
Secara spontan Tara langsung berlindung dibalik punggung Hilya. Ia juga memegangi kedua lengan Hilya dengan begitu erat. Hilya merasa bahwa saat oni Tara sedang takut, ia pun menepuk lengan Tara dengan lembut dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja.
Dokter Rudi yang melihat pemandangan itu hanya terkekeh geli. Ia pun memilih pamit untuk kembali ke rumah sakit dan mengucapkan selamat tinggal pada semua orang.
Sedangkan Nizam bibirnya tertarik ke atas. " Ohoo, lihatlah aktingnya itu. Dia benar-benar bersikap seperti seorang pria amnesia yang ketakutan melihat orang asing. Haah, beneran deh ini sungguh akan sangat merepotkan." Nizam bergumam pelan agar suaranya tidak terdengar oleh siapapun kecuali dirinya sendiri.
" Tuan Nizam, mari masuk ke dalam dulu. Jika memang Tuan mengenal suami saya maka pasti Tuan punya buktinya bukan? jadi mari kita bicara di dalam."
" Su-suami, maksudnya bos sudah menikah. Oh Ya Allah, arghhh!"
Nizam kali ini tidak bisa mengontrol keterkejutannya lagi. Dalam waktu setengah hari, dia sudah mendapatkan banyak hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.
" Hampir magrib, sebaiknya kita masuk dulu Tuan Nizam. udara akan semakin dingin dan Anda pasti akan kedinginan."
Hilya masuk lebih dulu bersama Tara. tapi Nizam masih berdiri mematung di sana. Ia baru ikut masuk saat melihat Tara menganggukkan kepalanya. Itu berarti bahwa ia harus mengikuti segala hal yang diperintahkan Tara nanti.
Sebelum membicarakan banyak hal, karena adzan sudah berkumandang maka mereka lebih dulu menjalankan kewajiban 3 rakaat lebih dulu. Nizam juga ikut, namun dia sangat terkejut ketika air menyentuh kulitnya. rasnya sungguh sangat dingin sekali. Itu membuat tubuhnya merinding.
" Om, kayaknya Om kedinginan ya. Nanti aku pinjamkan jaketku kalau udah sampai di rumah. Kenalkan Om, namaku Hafiz."
" Aku Nizam."
Melihat sambutan yang baik terhadap dirinya, Nizam menjadi yakin bahwa keluarga yang menyelamatkan tara adalah keluarga yang baik dan hangat. Dalam hati Nizam sungguh sangat bersyukur Tara bertemu dengan mereka.
Nizam masih ingat tadi saat kedua orang tua Hilya menemuinya dan menyalaminya dengan hangat. Hanya saja dia masih tidak mengerti mengapa Tara masih terkesan berpura-pura tidak mengingat dirinya.
" Pasti Bos punya alasannya sendiri. Ya kita dengar saja nanti apa lasan bos melakukan ini semua dan mengapa juga dia tidak kunjung pulang."
Banyak sekali hal yang ingin nizam tanyakan kepada Tara, tapi dia agaknya harus bersabar. Akting sang tuan begitu sempurna, dia bahkan terlihat begitu takut kepada Nizam. Padahal Nizam lah yang lebih takut kepada tuannya itu.
" Mas Nizam, mari makan malam dulu. nanti baru bicara lagi. Pasti sudah lapar kan, maaf lauknya hanya seadanya."
" Terimakasih Bu, hidangan ini membuat saya kangen sama Mama saya. Sekali lagi terimakasih."
Apa yang dikatakan Nizam itu benar-benar sebuah kesungguhan dalam hatinya.
Mereka menikmati makan dengan sangat hikmat. Meskipun hanya sajian sederhana tapi kebersamaan itu terasa begitu hangat ditengah cuaca nan dingin.
Seusai makan semuanya kini duduk di ruang tamu. Wedang uwuh panas disajikan untuk menemani pembicaraan mereka yang sepetinya akan panjang kali ini.
" Jadi siapa sebenarnya Nak raka ini." Sulis membuka percakapan. Dan itu adalah pertanyaan yang sangat pas.
" Raka Pittore adalah nama lain dari Taraka Abyaz. Beliau ini adalah seroang pelukis."
Tak
Tara meletakkan gelasnya pada piring kecil dengan sedikit lebih keras. Nizam paham bahwa ia tidak boleh berbicara lebih mendalam dan hanay sebatas pada hal yang umum.
" Pelukis? Beneran Mas kamu pelukis. Aah, iya kamu kan masih belum ingat. Tapi nama kamu yang sebenarnya adalah Tara." Hilya mengangguk-anggukan kepalanya pelan. Dia sedikit memahami sekarang. Untuk ukuran seorang pria, telapak tangan Tara memang halus dan tidak ada bekas-bekas kapalan di sana.
Bukan hanya sekedar mengatakan nama Tara, Nizam juga menunjukkan beberapa foto Tara yang sedang melukis dan mengadakan pameran. Hal tersebut membuat Hilya beserta Sulis dan Yani percaya dengan ucapan Nizam.
" lalu, apakah Mas Raka ah maksudku Mas Tara akan Anda bawa kembali ke Jakarta?"
" Hil, aku nggak tahu dia siapa. Dan aku nggak mau ikut dia."
Tara menggenggam tangan Hilya dengan erat. hal tersebut membuat Nizam mendengus kesal atas ulah sang bos.
" Begini Nyonya, bolehkan saya berbicara berdua saja dengan Tuan. Anda tidak perlu curiga, saya sungguh asisten yang baik dan bukan orang bermuka dua."
Hilya mengangguk, Nizam pun membawa Tara keluar sejenak karena bicara di dalam tentu tidak leluasa.
" Bos, maunya apa sih?'
" Tck, ikuti dulu aja. Zam, lebih baik aku disini untuk sementara. Kamu selidiki orang yang membuat aku celaka. Clue nya adalah dia orang yang mengundangku sebelum aku celak. Tepatnya di kapal pesiar. Aku hanya ingat sampai di situ. Kabarkan kematian Raka Pittore, karena aku yakin akan banyak orang yang senang jika nyawaku melayang. Tenang saja, aku akan mengajak ayah, bunda, Visha dan Nayaka bekerja sama."
Nizam terkejut dengan rencana Tara, tapi sebagai anak buah tentu dia akan mengikuti setiap apa yang diperintahkan oleh tuannya itu.
" Baik Bos, tugas akan dilaksanakan."
TBC
banyak typo 🤭