Ciuman pertama ku, tubuh ku, cinta dan perasaan ku hanya akan aku berikan kepada satu laki - laki saja yang betul - betul pantas untuk mendapatkan hal itu.
Namun engkau datang di hidup ku dengan sejuta masa lalu, dengan kehidupan malam mu.
Aku jatuh cinta bukan pada laki - laki baik
Aku jatuh cinta pada laki - laki tidak seperti yang ku harapkan.
Haruskah aku melanggar setiap janjiku, memberikan segala yang aku miliki untuk bisa menjadi milik mu?
Aku mencintaimu dengan tulus, dan berharap engkau juga seperti itu...
Namun hampir setiap hari aku melihat engkau bercumbu dengan banyak wanita.
Nona Diandra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ribka Kurniawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMUAN MASA LALU
"Ya dek aku berharap ini hanya sebuah ilusi semata, namun ini adalah hal yang nyata dan harus kita hadapi."
Aditya mengatakan hal itu sambil kembali menatap Anindita istri sahnya.
"Akan menjadi sebuah kesalahan jika kita tidak memberitahukan kebenaran ini kepada mbak Amanda, karena bagaimanapun mbak Amanda masih merupakan istri sah dari mas Giandra."
Anindita langsung terdiam dengan semua perkataan Aditya suaminya
"Aku hanya takut mbak Amanda tidak bisa menerima semuanya mas Aditya."
Dengan menarik nafas dalam - dalam Anindita mencoba untuk mengatakan keberatannya kepada Aditya.
"Memang kebenaran itu tidak selalu berakhir bahagia, namun mbak Amanda akan hidup di bayangi oleh pertanyaan mengapa sampai saat ini mas Giandra tidak pernah membalas semua pesan yang dikirimkan kepada nya."
"Ya mas aku mengerti, sebagai wanita aku ingin mencoba untuk memposisikan diri ku seperti apa yang di alami oleh mbak Amanda."
"Ya dek, kita beritahukan semua kebenaran ini setelah mbak Amanda selesai operasi jantung, esok hari akan dilakukan tindakan operasi by pass untuk mbak Amanda, kita harus tetap membuat kondisinya tetap stabil."
"Ya mas, semoga semuanya baik - baik saja."
Di akhir pembicaraan suami istri pada malam hari ini hanya hal tersebut yang Anindita katakan kepada Aditya, nyali Anindita terlalu ciut untuk mengatakan kebenaran kepada Amanda, sehingga bertahun - tahun Anindita mencoba untuk menyembunyikan semuanya.
"Selamat pagi dokter Louis."
Satu satpam menyapa Louis yang pagi ini sudah berada di rumah sakit.
"Selamat pagi pak."
Dengan setengah berlari Louis membalas sapaan satpam dan langsung menuju ke ruang praktek nya.
"Dokter Louis operasi untuk ibu Amanda akan dilakukan siang ini."
Satu orang perawat segera mengingatkan kembali ketika Louis sudah berada di ruang praktek nya.
"Terima kasih suster, berapa pasien yang sudah datang?"
"Pagi ini hanya ada lima orang dokter."
"Syukurlah, ayo suster sudah boleh untuk memanggil mereka satu per satu."
"Baiklah dokter Louis."
Pagi ini pada akhirnya Louis mulai sibuk dengan para pasien yang akan memeriksakan kesehatan kepadanya.
Sementara itu menjelang siang, Diandra sudah berada di dalam ruang rawat ibunda yang saat ini sedang melakukan persiapan untuk menuju ke ruang operasi.
"Nduk maafkan ibu yang selalu merepotkan mu ya."
"Bu, Diandra sama sekali tidak merasa di repotkan oleh ibuk, sudah menjadi tugas Diandra di dalam ini bu."
Diandra mengatakan hal tersebut sambil membantu salah satu perawat untuk menganti baju.
"Sampaikan terimakasih ibuk kepada dokter Louis ya nduk, dia pasti dokter yang sangat baik karena mau menolong banyak pasien."
"Iya buk."
Jawaban pendek tersebut yang Diandra katakan kepada ibunda agar ibunda nya tidak bertanya lebih dalam tentang Louis.
"Doain ibuk ya nduk."
Beberapa kata terakhir yang dikatakan oleh ibunda Diandra sebelum pada akhirnya para perawat membawa ibunda Diandra keluar dari ruang rawat menuju ke ruang operasi.
Diandra hanya bisa menganggukkan kepalanya saat sang ibunda minta untuk di doakan agar operasi nya nanti berjalan dengan lancar, rasa takut di dalam hati Diandra pasti tetap ada, namun pada saat ini Diandra mencoba untuk mengendalikan rasa takut tersebut agar sang ibunda bisa tetap tenang menuju ke ruang operasi.
Tuhan sertai ibuk, Tuhan lindungilah ibuk, Tuhan dampingi ibuk di dalam sana, Tuhan aku serahkan operasi ibuk dari awal sampai akhir ke dalam tangan Mu, aku percaya kuasa Mu besar Tuhan, dan aku percaya semua akan selesai dengan baik.
Di dalam hati Diandra mulai berdoa untuk kelancaran operasi sang ibunda, dengan melihat sang ibunda yang semakin tidak nampak dari hadapannya, kini di jauh di dalam hati Diandra yang paling dalam tiba - tiba saja Diandra merasa takut ketika suatu saat harus kehilangan ibunya.
Satu jam berlalu, Diandra masih melihat lampu ruang operasi menyala, Diandra menunggu ibunda nya hanya seorang diri, sang kakek yang sudah tua tidak di izinkan oleh Diandra untuk turut serta menunggu operasi sang ibu.
Selama ini ibunya juga tidak pernah menceritakan tentang saudara - saudaranya, bagi Diandra sang ibu masih menyimpan banyak misteri yang sampai saat ini belum berhasil Diandra tanyakan.
"Ah lampu sudah padam, dan itu dokter Louis sudah keluar."
Hal yang paling di tunggu - tunggu oleh Diandra pun pada akhirnya datang, lampu ruang operasi sudah padam dan dokter Louis keluar dari ruangan tersebut.
"Dokter Louis bagaimana keadaan ibuk?"
Louis langsung memandang Diandra dengan tatapan yang tajam ketika dengan setengah berlari Diandra menghampiri nya.
"Semuanya baik - baik saja."
"Syukurlah, terima kasih dokter Louis."
Louis yang mendengarkan perkataan Diandra hanya menganggukkan kepala lalu segera pergi dari hadapan Diandra.
"Terima kasih Tuhan untuk setiap doa yang sudah engkau jawab."
Dengan tersenyum Diandra mengatakan hal itu, Diandra akan selalu mengucapkan terima kasih kepada Tuhan ketika apa yang di mintanya di dalam doa terkabul.
Satu hari, dua hari, menjelang lima hari pasca operasi, keadaan ibunda Diandra berangsur membaik dan Diandra sangat bahagia dengan semuanya itu.
Setiap pagi Diandra sebelum menuju ke rumah sakit Diandra harus menuju ke rumah Louis untuk memasakkan makan pagi untuknya.
Ke dua orang tua Louis sangat menyukai masakan Diandra, dengan cepat Diandra belajar menu - menu yang di perintahkan Louis kepadanya.
"Mas saja yang jalan duluan."
Pagi ini Anindita dan Aditya datang ke rumah sakit dan berjalan menuju ke ruang rawat Amanda.
"Ayo dek, kita jalan berdampingan, kita masuk ke dalam ruang rawat mbak Amanda bersama - sama."
Aditya yang mengetahui ketakutan dari Anindita mencoba untuk menguatkan kembali.
"Mas apakah sudah benar apa yang kita lakukan ini?"
"Cepat atau lambat kita harus melakukan ini dek."
Dengan penuh ketegasan Aditya mengatakan hal tersebut sambil menggenggam tangan Anindita.
"Ayo."
"Ya mas Aditya."
Pada akhirnya dengan mantap Aditya dan Anindita berjalan terus untuk menuju ke ruang rawat Amanda.
Sesampainya di depan pintu ruang rawat dengan perlahan Aditya membuka pintu ruang rawat tersebut.
Dan Amanda yang sedang sendirian langsung menatap tajam ke arah Aditya.
"Selamat pagi mbak Amanda."
Beberapa kata yang pada akhirnya Aditya ucapkan kepada Aditya.
"Selamat pagi mbak Amanda."
Rasa sesak di dalam hati Amanda mulai terasa ketika ada satu suara wanita di belakang Aditya yang ikut menyapa nya.
"Anindita."
Satu kata yang Amanda ucapkan dengan sangat berat.
"Mbak bagaimana keadaan mbak Amanda hari ini?"
Anindita merasa sangat canggung ketika menanyakan hal tersebut kepada Amanda.
"Suster boleh tinggalkan kami?"
Amanda langsung memberikan isyarat untuk satu perawat yang saat ini masih berada di dalam ruangan untuk membantu nya mengantikan infus.
"Ada apa? kenapa kalian baru kemari?"
masa endingnya menderita trus dari emak sampe anaknya...
dan selanjutnya derita sampe anak cucu 🤭
ini mungkin yg dinamakan nasib buruk tujuh turunan tujuh tanjakan tujuh kelokan