Lintang Anastasya, gadis yang bekerja sebagai karyawan itu terpaksa menikah dengan Yudha Anggara atas desakan anak Yudha yang bernama Lion Anggara.
Yudha yang berstatus duda sangat mencintai Lintang yang mengurus anaknya dengan baik dan mau menjadi istrinya. Meskipun gadis itu terus mengutarakan kebenciannya pada sang suami, tak menyurutkan cinta Yudha yang sangat besar.
Kenapa Lintang sangat membenci Yudha?
Ada apa di masa lalu mereka?
Apakah Yudha mampu meluluhkan hati Lintang yang sekeras batu dengan cinta tulus yang ia miliki?
Simak selengkapnya hanya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. 5 tahun lalu ( part 1)
Lima tahun yang lalu
Tawa renyah mengiringi gadis cantik yang masih memakai seragam putih abu-abu. Berteriak memanggil ibu dan ayahnya dari arah depan pintu. Kedua tangan bersembunyi di belakang saat ibunya keluar menghampirinya. Ia datang membawa sebuah kejutan seperti yang diidam-idamkan semua orang tua.
"Ada apa, Lin?" tanya sang ibu mencium kening putrinya yang mematung di ambang pintu.
Ya, dia adalah Lintang Anastasya yang dinyatakan lulus dengan nilai terbaik dari sekolah. Putri satu-satunya pasangan Fatimah dan Julianto.
"Bu, ayah mana?" tanya Lintang antusias.
Senyum sang ibu meredup. "Dari semalam ayah kamu belum pulang. Ibu sudah mencoba menghubunginya, tapi hp nya tidak aktif."
Lintang memanyunkan bibir, terpaksa ia menunjukkannya pada sang ibu.
Lintang membacakan tulisan yang ia dapat dari kepala sekolah itu di depan bu Fatimah dengan suara lantang. Seketika menciptakan tawa juga tangis kebahagiaan bagi sang ibu yang merasa bangga atas prestasi yang diraih putrinya.
"Masya Allah Lintang, ini beneran? Kamu juga dapat bea siswa dan bisa kuliah?" tanya bu Fatimah memastikan.
Lintang mengangguk cepat. Memeluk ibunya yang menangis sesenggukan. Berharap impiannya menjadi sarjana akan terwujud.
Lintang mengendurkan pelukannya, menghirup dalam-dalam aroma dari arah dapur yang menggugah perutnya yang terasa lapar.
"Ibu masak apa?" tanya Lintang melangkah ke dalam.
"Ibu juga punya kejutan untuk kamu."
Lintang menghentikan langkah tanpa menoleh. Otaknya berkelana, menerka-nerka kejutan yang jarang sekali diberikan sang ibu.
"Kejutan apa?" tanya Lintang yang sudah tiba di meja makan. Mengabsen beberapa menu spesial yang sudah tersaji.
"Hari ini keluarga besar Anggara mau datang ke sini. Mereka akan bersilaturahmi dan membicarakan perjodohan kamu dengan Yudha."
Lintang mengerutkan alis. Ucapan sang ibu terdengar konyol. Dirinya saja baru lulus sekolah, tapi kenapa harus ada perjodohan yang dia sendiri tidak tahu.
"Tapi, Bu. Aku mau kuliah," bantah Lintang, duduk dan menikmati tumis daun pepaya yang ada di depannya.
"Cuma membicarakan saja, lagi pula perjodohan itu sudah direncanakan kakek kamu sewaktu masih hidup. Kami semua hanya menjalankan amanah," jelas sang ibu panjang lebar.
"Kenapa kakek menjodohkanku dengan laki-laki itu, apa kita masih ada hubungan saudara?"
Bu Fatimah ikut duduk di samping Lintang.
"Kakek kamu dan kakek Yudha itu bersahabat. Sampai tua pun mereka menjalin hubungan dengan erat. Yang ibu dengar dari kakek, kakek nya Yudha ingin membalas jasa karena kakek sudah menyumbangkan darah untuk istrinya yang sekarat."
"Dengan cara menjodohkan aku dengan cucu mereka?" lanjut Lintang.
"Iya, kata kakek, keluarga mereka itu sangat baik dan pasti akan menerima keluarga kita. Pokoknya kamu tenang saja. Ibu yakin, hidup kamu tidak akan susah seperti ibu."
Tin tin
Suara klakson mobil terdengar dari depan. Bu Fatimah beranjak dan menyingkap gorden. Sebuah mobil mewah berhenti di halaman rumahnya.
"Lintang, kamu cepetan ganti baju dan dandan yang cantik. Mereka sudah datang," seru Bu Fatimah mendorong Lintang menuju kamar.
Lintang langsung mengikuti perintah ibunya tanpa membantah.
Bu Fatimah merapikan penampilannya lalu kembali ke meja makan, memastikan makanan yang dihidangkan itu lengkap dan sempurna.
"Kok ayahnya Lintang belum pulang? ke mana dia?" Hati Bu Fatimah sedikit gelisah mengingat sang suami.
Bu Fatimah membuka pintu, menatap dua orang yang berjalan ke arahnya.
"Selamat siang, Bu," sapa pria yang membawa tas.
"Siang," Jawab Bu Fatimah singkat, masih menerka-nerka siapa yang akan menjadi calon menantunya.
"Kenalkan, nama Saya Yudha Anggara."
Pria tampan yang memakai jas hitam itu mengulurkan tangannya di depan Bu Fatimah, sudah bisa ditebak, bahwa pria itulah yang akan menjadi calon menantunya.
"Saya asistennya, Andreas." Lalu diikuti pria yang menyapa lebih dulu.
Bu Fatimah mempersilakan Yudha dan Andreas masuk. Mereka duduk di ruang tamu yang sangat sempit dan panas. Kipas angin yang menyala pun tak mampu meredakan keringat di tubuh Yudha.
"Ibu sudah tahu kedatangan kamu. Mana orang tuamu?" tanya Bu Fatimah, merapikan telapak meja yang sedikit melenceng.
Yudha menatap Andreas.
"Mereka tidak bisa ikut karena masih ada di luar negeri," jawab Yudha apa adanya.
Meskipun banyak pesan yang dititipkan kedua orang tuanya, Yudha enggan untuk menyampaikan dan memilih bungkam.
Yudha mengedarkan pandangannya. Menyusuri setiap sudut ruangan yang sangat sederhana. Tidak ada barang berharga di tempat itu. Kursi yang ia duduki pun sudah lapuk dan tidak empuk lagi. Matanya berhenti pada foto gadis yang terpajang di samping lemari.
Apa dia yang akan di jodohkan dengan ku, ucap Yudha dalam hati.
Yudha terus mengamati foto yang menurutnya tak begitu jelas. Tampilannya yang norak hingga membuatnya semakin ilfil.
"Silahkan diminum!" ucap Bu Fatimah meletakkan dua cangkir kopi di depan Yudha dan asistennya.
Andreas mengeluarkan beberapa lembar kertas putih dari tasnya. Meletakkan di atas meja. Menatap wajah Bu Fatimah yang nampak kebingungan.
"Apa ini?" tanya Bu Fatimah tanpa menyentuh kertas itu.
"Perjodohan ini atas dasar balas budi, bukan? Kakek merasa berhutang nyawa karena keluarga Anda sudah mendonorkan darah untuk keluarga saya. Jadi saya punya tawaran, bagaimana kalau perjodohan ini diganti dengan uang."
Deg
Jantung bu Fatimah berhenti berdetak, banyak hal yang ia pikirkan saat ini, dan menurutnya itu adalah ucapan yang tak patut bagi dirinya yang jelas-jelas menyetujui perjodohan itu.
"Apa maksud kamu?" tanya Bu Fatimah menahan bibirnya yang bergetar.
"Semua sudah jelas, Saya ingin perjodohan ini batal. Dan saya akan memberikan uang berapapun yang Anda minta. Jangan pernah bermimpi untuk menjadi bagian dari keluarga Anggara, anak Anda tidak pantas untuk gelar itu. Orang miskin tidak sepadan bersanding dengan orang kaya, karena pada dasarnya, dia hanya akan memanfaatkan uangnya saja."
Kali ini hati seorang ibu benar-benar di sakiti. Dada bu Fatimah terasa sesak hingga ia harus mensuplai oksigen yang ada di ruangan itu. Beranjak menatap Yudha dan Andreas bergantian.
"Saya memang orang miskin, tapi saya tidak serendah itu. Jika kamu memang ingin menolak anak saya, silahkan pergi dari sini. Saya tidak sudi punya menantu sepertimu." Bu Fatimah menunjuk pintu depan.
Gadis yang mengintip dari pintu kamarnya menitikkan air mata. Meremas ujung bajunya hingga kusut. Menatap lekat wajah Yudha dari kamar tanpa ingin mendekat atau menemuinya, hatinya pun tersayat mendengar ibunya dihina.
Yudha dan Andreas keluar dari rumah Bu Fatimah. Mereka bisa melihat amarah di wajah Bu Fatimah yang nampak memerah.
"Apa bapak yakin nyonya akan setuju dengan keputusan, Anda?" tanya Andreas, membukakan pintu mobil untuk Yudha.
"Aku sangat mencintai Natalie, tidak mungkin aku meninggalkannya demi wanita yang belum aku kenal. Nanti biar aku yang akan bicara pada mama dan papa."
🤡 lawak kali kau thor