Sekte Kekaisaran Abadi, yang telah berdiri selama ratusan juta tahun, dihancurkan oleh para Dewa Penguasa Galaksi karena dianggap melampaui batas yang diperbolehkan. Pemimpinnya, Taixuan Dijing, menantang langit dan memimpin perlawanan sengit, tetapi bahkan kekuatannya tak mampu menahan murka Sang Dewa Pencipta.
Dalam satu genggaman, sektenya lenyap. Dipenuhi amarah dan dendam, Taixuan Dijing bertarung hingga titik darah penghabisan sebelum akhirnya gugur. Namun, sebelum mati, ia bersumpah bahwa suatu hari nanti, bahkan langit itu sendiri akan dihancurkan.
Di luar cakupan para dewa, sesuatu pun mulai bangkit dari kehampaan…
SETIAP HARI UPDATE BAB:
- 07.00 WIB
-16. 00 WIB
-18. 00 WIB
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Axellio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 ASOSIASI PEMBUNUH
Di dalam Aula Abadi yang sunyi, Taixuan Dijiing duduk bersila di atas takhta batu giok. Pakaian hitam dan corak emas panjangnya melambai lembut diterpa angin spiritual yang mengalir di dalam ruangan. Sepasang matanya terpejam, namun di balik kelopak itu, pikirannya sibuk menelusuri sesuatu yang lebih dalam.
Di dalam kesadarannya, suara yang tak berwujud menggema, dingin namun penuh kewibawaan.
["Ding! Analisis dunia ini hampir selesai."]
Alisnya sedikit berkerut. "Masih belum sepenuhnya?"
["Benar. Dunia ini lebih kompleks daripada perkiraan awal. Banyak informasi yang terkunci di luar jangkauan sistem saat ini."]
Napasmya sedikit melambat. "Aku ingin kepastian sebelum mengambil langkah besar. Aku tidak bisa gegabah, terutama jika dunia ini memiliki eksistensi yang lebih tinggi…"
["Tuan khawatir tentang para dewa?"]
Matanya perlahan terbuka, cahaya keemasan berkilat sekilas sebelum lenyap. "Aku telah melihat jejak mereka di masa lalu… Jika mereka masih ada, maka kebangkitan ini bisa menjadi awal kehancuran."
Sistem terdiam sejenak, seolah sedang menimbang informasi.
["Tidak ada indikasi keberadaan para dewa yang aktif di dunia saat ini. Namun, beberapa catatan kuno menyebutkan bahwa mereka pernah ada."]
"Dan apakah mereka bisa kembali?"
["Belum dapat dipastikan. Namun, jika memang mereka bisa bangkit kembali, maka dunia ini akan mengalami perubahan besar."]
Suasana di dalam aula menjadi semakin sunyi. Tatapan yang tajam itu menatap lurus ke depan, tetapi pikirannya masih berputar.
"Kalau begitu, aku harus bersiap sejak sekarang."
["Saran: Tingkatkan kekuatan sekte. Rekrut murid-murid yang berbakat dan bangkitkan kembali kejayaan Sekte Kekaisaran Abadi."]
Sebuah seringai tipis muncul di wajahnya. "Maka mari kita mulai dari sini… dan lihat seberapa jauh aku bisa membawa tempat ini."
Di tepi Hutan Asal Usul, dua sosok berjubah hitam berdiri dengan waspada. Mereka adalah tetua dari Asosiasi Pembunuh Benua Tengah, dikirim untuk menyelidiki hilangnya pasukan elit yang ditugaskan menangkap Bai Lingxue dan penjaga Zhou.
"Jejak terakhir mereka berakhir di sini," ujar salah satu tetua, suaranya penuh kecurigaan. "Sudah seminggu sejak kontak jiwa mereka terputus."
Rekannya mengangguk, matanya menyapu hutan lebat di depan mereka. "Hutan ini... ada sesuatu yang aneh. Energinya berbeda."
"Kau merasakannya juga?" Tetua pertama mengerutkan kening. "Mungkinkah ada kekuatan misterius yang bersembunyi di dalamnya?"
"Kemungkinan besar," jawab yang lain, nada suaranya tegang. "Kita harus berhati-hati. Tidak ada yang tahu apa yang menanti di dalam."
Mereka melangkah maju, memasuki hutan dengan kewaspadaan tinggi. Setiap langkah diiringi oleh desiran dedaunan dan suara hewan liar yang samar.
"Lihat ini," tetua kedua berhenti, menunjuk bekas pertempuran di tanah. "Jejak pertarungan. Ini pasti tempat mereka disergap."
"Tapi oleh siapa?" Tetua pertama berlutut, memeriksa jejak dengan cermat. "Tidak ada tanda-tanda pasukan besar. Hanya kekacauan."
"Mungkin penghuni hutan ini," spekulasi rekannya. "Ada desas-desus tentang makhluk kuat yang melindungi tempat ini."
"Atau mungkin seseorang yang tidak ingin kita menemukan Bai Lingxue," gumam tetua pertama, matanya menyipit. "Kita harus melaporkan ini. Tapi sebelum itu, mari kita selidiki lebih dalam."
Mereka melanjutkan perjalanan, semakin dalam ke hutan yang semakin gelap. Perasaan waspada dan ketegangan menyelimuti mereka, sementara misteri Hutan Asal Usul perlahan mulai terungkap.
Suasana hutan semakin mencekam. Udara yang tadinya hanya dipenuhi bisikan angin kini berubah berat, seakan mengancam siapa pun yang berani melangkah lebih jauh. Dua tetua Asosiasi Pembunuh Benua Tengah memperlambat langkah, saling menatap dengan sorot mata waspada.
Tiba-tiba, sebuah suara menggelegar menggema di seluruh penjuru hutan. Bukan hanya satu, tetapi empat suara bersautan, memenuhi udara dengan tekanan yang begitu kuat hingga dedaunan bergetar hebat.
"Manusia asing… apa yang kalian cari di tanah kami?"
Salah satu tetua, yang lebih pendek, langsung merapatkan jubahnya. "Ini… ini bukan suara biasa…" bisiknya dengan napas tersengal.
Rekannya, yang lebih tinggi, mengangguk, wajahnya menegang. "Bukan hanya satu… tapi empat suara… dari empat arah yang berbeda!"
Ketegangan meningkat saat suara itu kembali menggema, kali ini lebih tajam, lebih mengancam.
"Kalian telah melangkah terlalu jauh. Tak seharusnya kalian berada di sini."
Dahan-dahan besar di sekitar mereka mulai bergoyang hebat, ranting-ranting berjatuhan, menciptakan suara gemeretak yang menusuk keheningan. Kemudian, dari kegelapan pepohonan, empat sosok raksasa muncul secara bersamaan.
Dari utara, seekor Serigala Bintang Tujuh, bulunya bersinar seperti bintang di malam hari, matanya berkilau dengan kebijaksanaan dan kekuatan yang mengerikan.
Dari barat, Naga Hitam Penjaga Waktu, tubuhnya panjang berkelok-kelok, sisiknya seperti baja hitam berlapis, setiap gerakannya memancarkan aura waktu yang bergetar dalam dimensi berbeda.
Dari selatan, Phoenix Hantu Merah Darah, sayapnya terbentang dengan api merah yang menari-nari di ujung bulunya, menebarkan hawa kematian dan keabadian sekaligus.
Dan dari timur, Kera Emas Langit, sosok yang besar dan kokoh dengan mata penuh kebijaksanaan dan tubuh yang memancarkan kekuatan sejati seorang penguasa langit.
Keempat makhluk kuno itu menatap langsung ke arah dua tetua yang kini berdiri membeku, tubuh mereka gemetar hebat.
"Kita… kita harus segera pergi!" Tetua pendek itu menggigit bibirnya, tangannya mulai bergerak ke jubahnya, berusaha meraih sesuatu.
Namun, Serigala Bintang Tujuh melangkah maju, suaranya menggema seperti guntur di langit. "Tidak ada yang boleh pergi sebelum kalian menjawab pertanyaan kami."
Tetua tinggi menghela napas dalam, mencoba mengendalikan getaran di suaranya. "Kami… kami datang hanya untuk mencari jawaban. Pasukan kami menghilang, dan jejak mereka mengarah ke sini."
Phoenix Hantu Merah Darah mengibaskan sayapnya, dan tiba-tiba suhu udara menurun drastis, seperti tenggelam dalam kehampaan kematian. "Mereka melanggar batas dan menerima konsekuensinya."
Naga Hitam Penjaga Waktu menyeringai, mata keemasannya berkilau dingin. "Kalian… ingin nasib yang sama?"
Ketegangan mencapai puncaknya. Kedua tetua itu tahu, mereka tidak punya peluang melawan empat makhluk kuno ini.
"Jangan main-main… kita harus pergi dari sini!" Tetua pendek langsung merogoh jubahnya, mengeluarkan sebuah token kecil berwarna hitam pekat.
Tanpa ragu, dia menghancurkannya dengan genggaman kuat.
KRAK!
Udara tiba-tiba bergetar hebat. Tekanan yang sebelumnya sudah mengerikan, kini meningkat berkali lipat, seakan langit akan runtuh.
Dari dalam kehampaan, sebuah cahaya gelap muncul, membentuk pusaran di udara. Dari pusaran itu, sosok agung perlahan muncul, melangkah ke dunia dengan kehadiran yang begitu mendominasi.
Jubahnya berkibar dengan aura hitam keunguan yang berdenyut seperti nyala api, rambutnya panjang dan berwarna perak gelap, matanya seperti jurang tak berdasar yang mampu menelan segalanya.
Para tetua langsung berlutut dalam ketakutan.
"Salam hormat, Penatua Agung!"
Pria itu melangkah maju, menatap makhluk-makhluk kuno dengan ekspresi dingin. Suaranya tenang, tetapi mengandung kekuatan yang membuat ruang di sekitarnya bergetar.
"Menarik… jadi inilah yang kalian sembunyikan di hutan ini?"
Serigala Bintang Tujuh menggeram, matanya bersinar terang. "Kau… menginjakkan kaki di tanah yang bukan milikmu."
Penatua Agung tersenyum tipis. "Bukan milikku…? Aku hanya datang untuk mengambil kembali sesuatu yang telah diambil."
Phoenix Hantu Merah Darah mengepakkan sayapnya, api merahnya semakin membara. "Apa yang kau inginkan, manusia?"
Penatua Agung menatap tajam, kemudian berkata dengan suara rendah tetapi penuh ancaman. "Gulungan yang sangat langka itu… ada di sini, bukan?"
Mata Serigala Bintang Tujuh menyipit, tatapannya semakin tajam. "Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan."
Naga Hitam Penjaga Waktu melingkarkan tubuhnya, menatap sosok itu dengan ekspresi menilai. "Gulungan itu… bukan sesuatu yang bisa dimiliki oleh manusia sepertimu."
Penatua Agung terkekeh, seakan meremehkan ancaman mereka. "Aku pikir kita tidak perlu banyak berbicara. Kalian tahu apa yang akan terjadi jika kalian mencoba menghalangiku."
Atmosfer semakin menegang, seakan dunia itu sendiri menahan napas.
Kera Emas Langit melangkah maju, suara beratnya menggema. "Maka kau akan menemukan bahwa kau bukan satu-satunya yang memiliki kekuatan sejati di tempat ini."
Penatua Agung menatap mereka dengan mata menyala, siap untuk melancarkan serangan.
Tegangan semakin memuncak. Suasana hutan terasa mencekam, seakan dunia ini terperangkap dalam diam.
Tetua agung itu langsung mengeluarkan tekanan pada saat itu juga
Langit di atas hutan Asal Usul bergetar hebat. Tekanan dari sosok berjubah hitam yang berdiri di udara seperti menekan dunia itu sendiri. Suaranya rendah, tetapi setiap kata membawa kehancuran.
"Apa ini saja kekuatan makhluk kuno yang katanya menjaga tempat ini?"
Senyum sinis tersungging di bibir pria tua itu. Tangannya bergerak perlahan, tetapi setiap gerakan terasa seperti membawa ancaman mematikan.
Serigala Bintang Tujuh menggeram, matanya bersinar ganas. "Makhluk sepertimu… tidak berhak menodai tanah ini!"
Dengan teriakan keras, Serigala Bintang Tujuh melompat ke depan, cakarnya yang bersinar seperti bintang melesat ke arah pria tua itu. Namun, di detik terakhir, sosok berjubah hitam itu mengangkat satu jarinya.
CLANK!
Sebuah dinding energi hitam pekat muncul, menghentikan serangan Serigala Bintang Tujuh seolah itu hanyalah angin sepoi-sepoi.
"Dungu."
Tetua agung itu menggerakkan jarinya, dan seketika Serigala Bintang Tujuh terhempas jauh ke belakang, tubuhnya menghantam beberapa pohon besar hingga roboh.
Naga Hitam Penjaga Waktu mengeluarkan raungan dahsyat, tubuhnya yang besar melesat, membuka rahangnya dan menyemburkan pusaran waktu yang mengoyak ruang.
Pria berjubah hitam hanya mengangkat satu tangan. "Waktu?"
Tiba-tiba, pusaran yang dikeluarkan Naga Hitam berhenti di udara, seolah-olah dunia itu sendiri telah membeku.
Mata Phoenix Hantu Merah Darah menyala marah, sayapnya berkobar dengan api keemasan yang membara. Dengan kecepatan kilat, ia menyerang dari sisi lain, cakarnya mengoyak udara dengan niat membakar habis lawannya.
Namun, sekali lagi, pria tua itu hanya mendecakkan lidahnya.
SWOOSH!
Dalam sekejap, Phoenix Hantu Merah Darah mendapati dirinya terhenti di udara, tubuhnya dipaksa kembali ke posisi semula oleh kekuatan tak kasatmata.
Kera Emas Langit melihat ini dan mengerang marah. "Aku tidak peduli siapa kau! Tapi kau tidak akan pulang dalam keadaan utuh!"
Dengan kekuatan penuh, Kera Emas Langit mengayunkan tinjunya yang bersinar emas. Udara di sekitarnya bergemuruh, menciptakan tekanan yang luar biasa.
Untuk pertama kalinya, ekspresi pria tua itu sedikit berubah. "Menarik."
BOOM!
Tinjunya menghantam langsung ke penghalang hitam yang dibuat pria tua itu. Tidak seperti sebelumnya, kali ini perisai itu bergetar hebat, menunjukkan tanda-tanda retak.
Mata pria tua itu menyipit. "Oh? Kau cukup kuat."
Namun, sebelum Kera Emas Langit bisa melanjutkan serangannya, pria tua itu mengangkat tangan dan menciptakan tekanan yang luar biasa.
CRACK!
Tanah di bawah mereka retak. Empat makhluk kuno itu kini merasakan tekanan yang luar biasa, bahkan mereka, yang merupakan penjaga tertinggi di tempat ini, mulai merasa kesulitan bergerak.
"Hanya sampai sini saja?" suara pria tua itu dipenuhi ejekan.
Namun, sebelum ia bisa melanjutkan, sesuatu berubah.
WOOSH!
Angin di sekitar tiba-tiba berputar dengan intensitas yang menakutkan. Udara yang tadinya berat dan penuh tekanan kini dipenuhi oleh aura yang bahkan lebih mengerikan.
Sebuah suara bergema dari langit, dalam dan menggetarkan.
"Kalian telah melangkah terlalu jauh."
Mata pria tua itu menyipit. Sesaat kemudian, sebuah sosok muncul dari kehampaan, berdiri di depan keempat makhluk kuno yang terdesak.
Pria dengan jubah putih keemasan, mata tajam penuh ketenangan, dan aura yang lebih dalam dari lautan.
"Feng Yuheng…" bisik Phoenix Hantu Merah Darah dengan napas berat.
________________
Di dalam Aula Abadi, cahaya redup dari kristal roh menerangi ruangan luas yang dipenuhi dengan ketenangan yang mendalam. Sosok berjubah putih duduk di atas singgasana batu giok, matanya terpejam, seakan tengah merenungi sesuatu.
Tiba-tiba, suara mekanis bergema di pikirannya.
["Ding! Peringatan! Penyusup dari Asosiasi Pembunuh terdeteksi di sekitar Hutan Asal Usul!"]
Kelopak mata pria itu sedikit bergetar, tetapi ia tetap diam, seolah pemberitahuan itu tidak cukup untuk mengganggunya.
["Ding! Tujuan mereka adalah mencari jejak gulungan yang berada di tubuh Bai Lingxue."]
Sekarang, matanya terbuka, sorotnya tenang, namun dalam. Senyum tipis terukir di bibirnya. "Jadi mereka akhirnya bergerak..." gumamnya pelan.
Namun, sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, suara sistem kembali bergema.
["Ding! Empat Penjaga Kuno telah menghadang mereka, tetapi... mereka bukan tandingan pria itu!"]
Sorot mata pria itu sedikit berubah.
Ia mengangkat satu jari, mengetuk lengan singgasananya dengan irama ringan.
Tak. Tak. Tak.
Sejenak, keheningan menyelimuti ruangan. Lalu, tanpa pergerakan yang mencolok, suara ringan keluar dari bibirnya.
"Feng."
Seakan panggilannya menembus ruang dan waktu, sosok pria berpakaian hitam dengan rambut panjang perak muncul di hadapannya. Matanya tajam dan penuh ketegasan.
Feng Yuheng berlutut dengan satu kaki. "Master Sekte."
Tatapan pria di atas singgasana tetap tenang. "Ada tamu tak diundang di Hutan Asal Usul."
Feng Yuheng tidak menunjukkan keterkejutan sedikit pun, hanya mengangguk pelan. "Perintah Anda?"
Senyum tipis kembali muncul di wajahnya. "Basmi mereka."
Tanpa ragu sedikit pun, Feng Yuheng menundukkan kepalanya. "Saya mengerti."
Dalam sekejap, tubuhnya berubah menjadi kabut hitam keunguan dan menghilang tanpa suara, melesat menuju tempat pertempuran.
Di dalam aula yang kembali sunyi, pria berjubah putih itu menghela napas ringan, matanya mengarah ke kejauhan.
"Asosiasi Pembunuh, ya..."
Suara lembutnya dipenuhi ketertarikan. "Mari kita lihat… sejauh mana mereka berani melangkah."
______
Feng Yuheng menatap pria tua di hadapannya, matanya penuh dengan ketegasan. "Master Sekte telah mengutusku. Aku akan memastikan bahwa kau tidak meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup."
Tetua agung itu menyeringai. "Kau? Seorang manusia ingin menghentikanku?"
Feng Yuheng tidak menjawab. Sebaliknya, ia mengangkat tangannya perlahan. Seketika, angin di sekitar mulai berubah menjadi badai yang berputar, menciptakan pusaran energi yang luar biasa.
ZRAAAK!
Sebuah pedang muncul di tangannya, bersinar dengan cahaya emas dan biru yang bercampur.
Tetua agung itu menatap pedang itu, kemudian tertawa kecil. "Menarik. Aku penasaran apakah kau bisa bertahan lebih dari sepuluh jurus."
Feng Yuheng tidak berkata apa-apa. Dalam sekejap, ia sudah menghilang dari tempatnya, bergerak dengan kecepatan yang hampir tidak bisa dilihat oleh mata biasa.
CLANG!
Suara logam bertemu dengan energi ledakan terdengar di seluruh hutan. Feng Yuheng dan tetua agung itu bertukar serangan dengan kecepatan yang mengerikan.
Naga Hitam Penjaga Waktu, yang kini sedikit pulih, mengerang rendah. "Dia… bisa menekan tetua agung itu?"
Phoenix Hantu Merah Darah mengangguk. "Dia bukan manusia biasa."
Pertarungan di udara semakin intens. Setiap serangan dari Feng Yuheng menciptakan ledakan energi yang mengguncang langit, sementara pria tua itu berusaha bertahan dengan kekuatan gelapnya.
Namun, semakin lama pertarungan berlangsung, ekspresi pria tua itu mulai berubah.
SWOOSH!
Dalam satu serangan cepat, Feng Yuheng berhasil menggoreskan pedangnya ke dada pria tua itu.
ZRAAAK!
Darah hitam memercik ke udara.
Tetua agung itu mundur beberapa langkah, wajahnya dipenuhi keterkejutan. "Tidak mungkin… Aku?"
Feng Yuheng menatapnya dingin. "Pergilah sebelum aku benar-benar menghabisimu."
Pria tua itu menggertakkan giginya, lalu menatap ke empat makhluk kuno yang kini kembali berdiri dengan aura yang lebih kuat.
Ia tahu… jika pertarungan ini dilanjutkan, ia tidak akan selamat.
"Damn it!"
Tanpa ragu, pria tua itu beserta dua tetua lainnya bergegas untuk menghancurkan token yang ada di tangan mereka.
Seketika, tubuhnya diselimuti kabut hitam pekat. Dalam sekejap, ia menghilang, meninggalkan udara yang penuh dengan tekanan sisa pertempuran.
Keheningan melanda.
Feng Yuheng menghela napas panjang, lalu menatap ke empat makhluk kuno itu.
"Master sekte telah memerintahkan kalian untuk menjaga tempat ini lebih ketat. Jangan biarkan mereka kembali."
Serigala Bintang Tujuh mengangguk. "Kami mengerti."
Feng Yuheng menatap langit, matanya menyipit.
"Ini baru permulaan…"
Notes: Hari ini up 3 bab dulu ya gaes besok insyaallah author kasih 5 bab , tapi kalo author engk sibuk yaa thankyou