Sekuel ke empat Terra The Best Mother, sekuel ke tiga Sang Pewaris, dan sekuel ke dua The Big Families.
Bagaimana kisah kelanjutan keluarga Dougher Young, Triatmodjo, Hovert Pratama, Sanz dan Dewangga.
Saksikan keseruan kisah pasukan berpopok dari new generasi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEHEBOHAN
Hunian Terra ramai dengan aktivitas orang-orang. Senin pagi selalu jadi waktu paling heboh karena semua harus bersiap: ada yang bekerja, ada yang sekolah.
"Mama ... Kaos kaki Aya diumpetin Ayi!" teriak Arraya mengadu. Ia berlari mengejar Arion, kakak kembarnya.
"Mama ... Lihat ... Kaos kaki bolong gini masih dipakai!" seru Arion yang juga berlari menghindar sambil memperlihatkan kaos kaki yang sudah berlubang di bagian jempol.
"Baby, itu sudah jelek. Kenapa masih dipakai!" teriak Terra.
"Mama ... Kaos kaki putih Aya cuma itu!" seru Arraya.
Terra menghela nafas panjang, ia ke kamar putrinya dan menarik salah satu laci. Di sana ada sepuluh pasang kaos kaki warna putih. Ia mengeluarkannya dan memberikannya pada Arraya.
"Ini kaos kaki Baby. Warna putih!" Arraya hanya tersenyum lebar.
',Onty Baby, kepala Papa Baby pusing!" adu Rion pada Zaa.
Ia meletakkan kepalanya di pangkuan Tante kecilnya itu. Zaa sudah rapi dengan seragam putih-putihnya. Dengan perlahan, ia memijat pelipis Rion.
'Enat kan, Papa Baby?" Zaa, Rion mengangguk.
"Baby, seragam Zaa kan kusut jadinya!" tegur Khasya.
Rion menurut, ia pun bangkit lalu mencium gemas pipi Zaa.
Akhirnya kehebohan pagi hari pun selesai, semua sudah pergi ke sekolah, kuliah dan ke kantor.
"Boy, apa benar kemarin ada yang sombong?" tanya Bart ketika Virgou baru meletakkan bokongnya di sofa.
'Ah ... Biasalah!" jawab Virgou malas.
"CK ... Aku ingin tau anak si ...."
"Dad!" tegur Khasya. Bart cemberut dan Virgou meledek pria paling tua di sana.
"Sayang!" kali ini Khasya menegur Virgou lembut.
'Nggak cucu, nggak buyut, nggak kakek! Sama.saja!" dumal.Bram yang merasa suci sendiri.
'Aku tidak ...."
"Apa kalian tidak bisa tenang di pagi hari!" seru Herman menghentikan perdebatan.
Bart diam, ia pun menikmati kopinya. Khasya hanya menggeleng melihat kelakuan bibit dari Dougher Young itu.
'Boy!" Leon datang. Ia duduk di sisi Bram.
'Ya!" sahut Virgou tanpa menoleh.
'Ini kau sudah lihat permainan yang diciptakan Darren untuk perekrutan para pengawal?" tanya Leon lalu duduk di sisi Virgou.
"Permainan. Permainan apa?" tanya Bram.
"Beberapa hari lalu, Darren menciptakan permainan virtual untuk seleksi para pengawal tingkat dua!" jawab Virgou santai.
'Oh ya? Kok aku baru tau?" tanya Bart kesal.
'Tidak penting itu, Dad!' sahut Herman dan Bart makin manyun mulutnya.
'Dad, kamu sudah tak usah berpikir keras. Masalah apapun. Nikmati saja semuanya, oke!' imbuh Herman menenangkan Bart.
'Tapi aku mau ikut ... Aku terlalu lama diam," keluh Bart.
"Dad...," Leon tau sifat ayahnya.
"Aku hanya ingin berperan di sini. Apa aku tak se-berguna itu sampai kalian tak memberitahu apapun?" sahut Bart sedih.
"Ini mau tau tidak!" sengit Virgou kesal.
Drama Bart membuat semua sakit kepala. Akhirnya, Percakapan pun berakhir. Hal ini membuat dua penguping di belakang sofa tak puas.
Mereka pun keluar dari persembunyiannya. Exel yang memantau para bayi kembali merasa kecolongan.
'Loh, kalian tadi lewat mana sih, Babies!" serunya kesal pada Ali dan Umar.
'Bata Apah laja yan dat pihat!' sengit Umar.
Lalu keduanya mendekati semua saudaranya. Wajah Umar dan Ali lesu, hal ini membuat semua bayi bertanya-tanya.
"Antel Mumal, lada pa'a?' tanya Naka bingung. Mereka mengelilingi Umar dan Ali.
"Tamih tan beunupin ...," sahut Ali menjawab.
"Wiya ... tewuz?" tanya Khadijah kini.
"Pati peulsatapan peulum selselay. Wowan puwa peulhenti pisala!" jawab Umar kesal.
"Wiya ... dala-dala Wuyuy!" angguk Ali kesal.
"Beumana Wuyuy teunapa?" tanya Putra Davidson.
"Wuyuy pilan beudini ...."
"Antel selita wawalna pulu ya!' sambung Umar.
"Sadhi, Addy Wewon datan nanya Addy Dildo. Tatana Apah Dallen puwat dem wiltuwal ...."
"Dem wiltuwal ... Pa'a ipu?" potong Rauf tidak tau.
"Ipu basalahna ... tamih judha pidat pahu. Imih dala-dala Wuyuy dlama!" sengit Ali.
"Wiya ... Tata Wuyuy ... "Pa'a atuh pusdah puwa sadhi dat lada dunana ladhi? Dithu tatana!' sahut Umar kesal.
"Wuyuy pusdah puwa? Sejat tapan?" tanya Aquila.
'Matana ipu. Dadahal didina Wuyuy pidat pindal.puwa tan?" semua mengangguk membenarkan.
'Janan tan pidal puwa. Wuyuy judha pidat hindap pi zendela!' sahut Fikar dan semua bayi menatapnya.
"Hindap.pi zendela? Tamuh pitil.Wuyuy pulun Ata' puwa?" geleng Naka tak habis pikir.
"Tan ladhuna beudithu!' seru Fikar tak merasa bersalah.
"Beumana belduna ipu pa'a?" tanya Humaira.
Putra dan Humaira adalah anak kembar pasangan Fio dan Jelita. Mereka baru datang karena nenek mereka sakit.
Sanih datang membawa kudapan dan percakapan pun berhenti. Virgou akhirnya membawa Bart dan lainnya ke markas, untuk memperlihatkan game yang diciptakan Darren.
"Sudah ada sepuluh pengawal yang berhasil menaklukkan game ini di level enam, ketua!" lapor Deni.
"Memang sampai tingkat berapa sih?" tanya Bart.
"Lima belas. Hanya para pengawal inti yang berhasil tembus. Seperti Exel dan lainnya," jawab Deni lagi.
Bart meminta dipakai' kacamata vr itu. Lalu masuk ke dalam game, ia teriak-teriak. Virgou langsung mematikan game tersebut.
"Astaga. Apa tadi!" seru Bart dengan nafas menderu.
"Itu game keseruan anak-anak, Grandpa!" jawab Virgou.
"Ada kelinci berwajah Exel, rubah berwajah Andormeda ... Apa mereka berpikir semua pengawal itu binatang?" dengkus Bart.
"Bayi-bayi mengatakan jika para pengawal itu seperti apa yang mereka pikirkan Grandpa!" jawab Virgou.
"Apa?" Bram tertawa mendengarnya.
"Kasihan Exel di umpamakan kelinci!" gelengnya lucu.
"Tapi apa nama game ini?" tanya Leon.
"Finding Abang Haji Arsh!" jawab Virgou.
"Aku yakin, mereka tak berhasil menemukan Abang Haji!" sahut Frans.
"Sayangnya iya. Mereka memang berhasil menembus level lima belas, menggunakan makanan sebagai menyelesaikan misi game," jawab Virgou dan diangguki Deni.
Virgou membawa semua pulang kembali, sampai rumah anak-anak sudah tidur siang. Bart yang kelaparan langsung minta makan.
"Khasya ... Mana makananku!" seru Bart.
Khasya melayani pria paling tua itu, tak ada yang protes bahkan Herman sekalipun Khasya akan berpihak pada Bart jika masalah sepele seperti itu.
Sementara di tempat lain, Dimas tengah menatap laporan di mejanya. Maisya nampak kesal beberapa kali. Sementara Affhan dan Rando pun pusing.
"Apa ini?" tanya Dimas.
"Laporan keuangan akhir tahun Perusahaan Heliyah Perkasa," jawab Affhan malas.
"Papa?" tanya Dimas pada Rando.
"Itu benar Baby, perusahaan itu sudah tiga kali melakukan kesalahan hitung satu tahun ini. Mulai neraca yang tiba-tiba defisit anggaran padahal ada penumpukan saldo di rekening neraca untung. Lalu laporan triwulan yang kehilangan nilai balance padahal setelah hitung ulang ada penjumlahan sama di barang yang sama. Kami harus periksa ulang seluruh struk pembelian perusahaan. Kami sudah lapor jika divisi keuangan mereka yang bermasalah. Tapi mereka tidak mau dengar," jelas Rando panjang lebar.
"Sepertinya ada main antar divisi perusahaan ... tapi mereka tak berhasil mengelabui CEO mereka Nyonya Heliyah Andriana Restu!" sambungnya.
Bersambung.
Wah ... Ada masalah apa lagi nih.
Next?