Akibat kenakalan dari Raya dan selalu berbuat onar saat masih sekolah membuat kedua orangtuanya memasukkan Raya ke ponpes. setelah lulus sekolah.
Tiba disana, bukannya jadi santri seperti pada umumnya malah dijadikan istri kedua secara dadakan. Hal itu membuat orangtua Raya marah. Lalu apakah Raya benar-benar memilih atau menolak tawaran seperti orangtuanya?
Tingkah laku Raya yang bikin elus dada membuat Arsyad harus memiliki stok kesabaran yang banyak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkberryss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jatuh dari pohon
"Umi mau kemana kok rapi banget pakaiannya?" Raya menelisik tampilan dari Bu Sofiyah yang tak biasa.
"Umi diundang ke pengajian gang sebelah. Pulangnya habis dhuhur, kamu dirumah nggak apa-apa kan ya sendirian, kalau nggak kamu bisa main ke rumahnya Inayah, Farah juga dirumah soalnya libur sekolah,"
"Nggak papa umi, nanti kalo bosen pasti Raya main kok!"
"Yasudah kalau begitu, umi berangkat dulu ya, assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam!"
Drrrt drrrt
Hp Raya berdering tertera nama Papanya yang sedang menelepon dirinya. Dia angkat panggilan video itu.
"Halo anak papa. Bagaiman kabarnya?"
"Baik pa. Tumben masih dirumah emang nggak ke kantor?" pasalnya hari ini adalah hari Jumat, bukan Minggu jadi kenapa Raya heran papanya masih dirumah belum berangkat kerja.
"Papamu sedang nggak enak badan Ray," sahut Diana.
"Sakit apa emangnya? Paling juga demam doang ma!" perkataan Raya membuat Burhan mencebik. Walaupun demam juga rasanya sangat tidak enak di badan.
"Kamu tahu sendiri bagaimana papamu setiap demam kayak apa?"
"Seperti sakaratul maut ma. Papa mah selalu gitu pikirannya, coba ingat-ingat dulu mama pas lahiran Raya gimana? Apa nggak lebih dari itu rasa sakitnya? Orang Raya juga kalau lagi nyeri bulanan aja bisa ngereog loh pa," Burhan terdiam benar juga entah kenapa tiap kali dia demam suhu badannya naik selalu lemas sekali bahkan kepikiran yang tidak-tidak.
"Tuh pa dengerin kata anak kita!"
"Emangnya mama nggak mau ngerawat papa kalau lagi sakit begini?" ucapnya dibuat sedih.
"Ish bukan begitu, tau ah. Nak kamu disana nggak nakal kan ya?" pertanyaan yang sama sampai Raya memutar bola matanya malas.
"Nggak ma, kalau nakal juga ketahuan kok pasti dihukum," jawabnya cuek.
"Ya jangan sampai dong sayang. Makanya kamu tuh harus belajar dewasa,"
"Lah Raya kan udah gede, berarti ya dewasa dong!"
"Iya-iya. Pa kamu nggak ngomong apa-apa lagi sama Raya?" Diana menatap suaminya.
"Nggak ma, nak ingat pesan kami sebelumnya jangan bikin repot mereka dengan ulah kamu ya. Udah itu aja sih papa lemes banget,"
"Hm iya bakal Raya inget tiap menit! Udah ya,"
"Iya nak. Oh ya tunggu dulu Ray. Mama mau tanya perihal Sarah apa benar dia... Pergi dan sudah bukan lagi bagian dari keluarga mereka?"
"Mama udah tau? Dari siapa ma?"
"Kami kemarin dihubungi sama pak Umar, mau meluruskan apa yang terjadi, kalau nggak gitu ya mana mama dan papa tau,"
"Yasudah kamu tutup teleponnya, sepertinya papamu butuh pijatan dari tadi merengek terus," ucap Diana dengan kesal karena sedari tadi Burhan bersikap seolah-olah dia anak kecil yang merengek ke orangtuanya.
"Iya ma urusin bayi gedenya!"
Video call terputus, Raya melanjutkan untuk main game lagi namun urung karena panggilan dari luar. Dia segera beralih dari melihat hp nya ke arah luar dan ternyata ada Farah.
"Kak," Raya melihat kedatangan Farah diambang pintu.
"Ada apa Farah?"
"Mumpung Farah lagi libur nonton film yuk! Aku ada film genre horror loh," ucapnya. Raya melihat kearah tangan Farah yanh memegang laptop.
"Wah boleh juga, nonton dimana enaknya?"
"Terserah kak Raya aja,"
"Di atas aja yuk, di kamar ku." Farah mengiyakan lalu mereka menaiki tangga menuju kamar atas yang ditempati oleh Raya.
Memang agak lain mereka berdua, nonton film horror diwaktu pagi begini. Karena mumpung Farah libur sekolah dihari Jumat jadi dia ingin menyempatkan waktu libur dengan tenang mengajak Raya menonton.
Mereka sangat asyik dan terlalu fokus sampai dimana ada adegan yang bikin kaget berjamaah. Raya dengan teriakan kencangnya membuat bik Sumi yang baru saja dari luar langsung naik ke atas.
"Nduk ada apa kok teriak begitu?" tanyanya dengan nada panik.
"Eh bik sumi, nggak ada apa-apa kok kami lagi nonton film horror," dia meringis melihat ekspresi bi Sumi yang sangat takut.
"Bibik kira apaan nduk ya ampun. Yasudah kalau begitu bibik mau turun lagi," mereka bernapas lega dikira siapa ternyata bik Sumi yang mendengar teriakan keras Raya.
"Udah deh rah, gue capek deg-degan mulu. mending gue kebawah deh, udahan ya gue ga kuat!"
"Iya kak sama ternyata terlalu seram,"
"Kok gue tiba-tiba pengen mangga ya yang di kebun, soalnya kemarin itu berbuah udah gede tapi kayaknya masih mentah,"
"Mangga dikebun?" Raya mengangguk.
"Ada kok kak yang mau matang tapi belum sempurna matangnya, kayak masih kemuning gitu, coba deh dicari mungkin ada yang sudah matang,"
"Mau ikut?" dijawab oleh Farah dengan anggukan.
Setelah mengantar laptop Farah kerumahnya, kini mereka sudah ada di kebun. Menatap ada beberapa pohon mangga yang tumbuh subuh dan berbuah lebat walau kebanyakan masih kecil-kecil.
Raya mendekat untuk memastikan pilihannya tepat. Dan tak lama menemukan sebuah mangga yang sepertinya sudah masak walau kelihatan masih hijau.
"Rah, ada loh mangganya," ucapnya.
"Tapi kita nggak tau kalau itu beneran matang apa belum soalnya posisinya tinggi jadi nggak bisa nyentuh udah empuk apa keras,"
"Aku ambilin alat buat metik buahnya ya kak,"
"Emangnya ada?"
"Sepertinya sih tapi nggak tau soalnya kapan hari alatnya rusak jadi harus dibenahi dulu,"
"Gue manjat aja udah, beres."
Aksi Raya yang berani memanjat pohon mangga membuat Farah terkesima sekaligus takut kalau Raya terjatuh. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa karena tidak bisa memanjat juga, dia akan mengambil buah yang sudah dipetik Ray dari atas saja.
"Hati-hati kak!" Raya masih fokus untuk meraih pijakan kakinya supaya tepat dan tidak jatuh, sesaat kemudian dia berhasil meraih buahnya. Ada tiga yang dia petik dan Farah menangkap dengan benar jadi buahnya tidak terjatuh begitu saja.
"Duh yang ini kok susah sih!" gumamnya.
Farah meletakkan buah terlebih dahulu dan tak lupa mencucinya dengan sabun khusus buah dan sayur. Raya masih fokus untuk meraih didepannya, namun tiba-tiba saja kakinya digigit semut merah. hingga dia tak sengaja terjatuh.
"Aaaa..."
Puk
"Ya Allah tolonglah hambamu ini masih sangat muda apalagi cantiknya tiada duanya. Hambamu ini juga mau menikah dengan kulkas— ee maksudnya seorang Gus seperti kulkas dinginnya. Tapi kok nggak kerasa keras ya rasanya? Bukannya gue jatuh ke tanah tapi rasanya ngambang kayak lagi terbang?" bicaranya sendiri sambil menutup matanya, kedua tangannya menadah seperti orang berdoa.
Sedikit demi sedikit dia membuka matanya dan terlihat siapa yang menolongnya.
"Emang di surga ada Gus Arsyad juga ya bentukannya mirip begini?" tiba-tiba Raya diturunkan dan disentil kecil dahinya agar sadar.
"Sudah mimpinya? Kamu kalau nggak ada yang nolongin pasti udah lecet tubuhmu,"
"Gus Arsyad!" teriaknya yang mampu membuat telinga Arsyad berdenging karena suara Raya seperti toa masjid.
"Bisa pelan Raya?" Raya menyengir.
"Sorry gus oh ya terimakasih juga telah menyelamatkan bidadari surga ini," Arsyad melihatnya sambil geleng-geleng kepala.
"Kalau mau ambil mangganya kenapa nggak pake alat?"
"Kata Farah alatnya sempat rusak nggak tau udah dibenerin apa belum. Lagian tadi udah dapat tiga kok! Dibawa Farah buat dicuci bersih,"
"Yasudah kalau sudah dapat kenapa masih pengen ambil lagi?"
"Yeee kan masih kurang tiga doang, Farah katanya cuma mau satu, nah masa iya gue cuma dua ya kurang dong,"
"Emangnya mau dibuat apa?"
"Di rujak serut pasti enak Gus kan mangganya masih muda. Di makan langsung juga enak kok, Gus Arsyad pasti nggak pernah, gini-gini gue juga pernah ngerasain rujak ya Gus,"
"Kirain orang kaya nggak doyan!" gumamnya.
"Apa? Gus Arsyad ngomong apa?"
"Nggak, sudah biar saya ambilkan."
Arsyad memulai menaiki pohon mangga tadi dengan hati-hati. Dia berhasil memetik dua buah sekaligus dan turun kembali menyerahkannya kepada Raya.
"Thank you Gus Arsyad yang paling ganteng," godanya genit membuat bulu kuduk Arsyad berdiri. Raya lekas ke Farah lagi untuk mencuci dan dibawa ke rumahnya untuk dikupas.
"Astaghfirullah ada-ada saja."