Alina berkali kali patah hati yang dibuat sendiri. Meski dia paham kesalahannya yang terlalu idealis memilih pasangan. Wajar karena ia cantik dan cerdas serta dari keluarga terpandang. Namun tetap saja dia harus menikah. Karena tuntutan keluarga. Bagaimana akhir keputusannya? Mampukah ia menerima takdirNya? Apalagi setelah ia sadari cinta yang sesungguhnya setelah sosok itu tiada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Ame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Reuni Bu Anik
Sebuah restoran penuh suara tawa dan cerita lama. Reuni semakin ramai, dan di sudut panggung, Pak Cipto berdiri sambil menepuk bahu seorang pria yang lebih muda.
Pak Cipto tiba tiba maju ke panggung, Ibu-ibu, bapak-bapak, perkenalkan! Ini Roy, adik sepupu saya. Masih bujangan dan lagi cari istri, lho!" sambil tertawa kecil, melirik Roy yang sedikit canggung.
Roy pun akhirnya tersenyum sopan, sedikit mengangguk, "Selamat malam semuanya. Senang bisa bertemu di sini."
Bu Anik tersenyum ramah "Oh, Roy ya? Kayaknya saya pernah lihat kamu waktu ada di acara keluarga Pak Cipto. Wah, masih muda, masih banyak pilihan!" sambil tertawa ringan, sekadar basa-basi.
Pak Joko ikut menimpali sambil tertawa, "Hati-hati, Roy! Di sini banyak ibu-ibu yang punya anak gadis, nanti kebanjiran lamaran!"
Bu Rin bercanda, "Eh, siapa tahu ada yang jodoh! Kalau anak saya masih sekolah sih, kalau nggak, sudah saya ajukan duluan!" Kemudian dia tertawa bersama yang lain.
Roy pun tersenyum lebar, sedikit tersipu) "Haha, saya sih ikut mengalir saja, Pak, Bu."
Bu Anik ikut tertawa kecil, tapi tidak berkomentar lebih lanjut, hanya menyesap tehnya dengan tenang.
Pak Cipto kemudian menepuk bahu Roy lagi, "Tenang, nanti saya bantu carikan yang terbaik buat kamu!" Roy dan Pak Cipto pun tertawa, disambut riuh tawa dari yang lain.
Percakapan terus berlanjut dengan suasana hangat, sementara Roy tetap tersenyum tanpa banyak berkata-kata. Bu Anik hanya mengamati, tanpa reaksi lebih. Sempat ia teringat putrinya, namun ia tahu standard tinggi putri satu satunya itu sehingga malam itu memilih diam.
Tak lama kemudian acara diganti lagi dengan hadirnya biduan yang menyanyikan lagu lagu nostalgia. Yang membuat malam itu semakin hangat. Pak Cipto kemudian memgambil duduk di posisi sebelah bu Anik.
Bu Anik yang masih penasaran kemudian sengaja mendekatkan kursi ke Pak Cipto saat yang lain sibuk mengobrol.
Bu Anik pun berbisik pelan, setengah bercanda, "Pak Cipto, Roy itu sudah kelihatan matang ya… Kok baru cari istri sekarang?"
Pak Cipto kemudian menghela napas, lalu tersenyum tipis, "Iya, Bu Anik. Sebenarnya Roy bukan belum pernah menikah. Dia duda."
Bu Anik terkejut, tapi tetap menjaga nada suaranya, "Oh, saya kira masih bujangan. Anak-anaknya sudah besar?"
Pak Cipto mengangguk, "Tiga orang, sudah remaja semua. Istrinya meninggal setahun yang lalu karena gagal ginjal. Sejak itu dia sibuk kerja dan urus anak-anak, nggak kepikiran menikah lagi. Tapi ya… namanya hidup, ada saatnya seseorang butuh teman."
Bu Anik pun mengangguk pelan, mulai memahami, "Oh begitu… Pasti nggak mudah ya kehilangan istri di usia segitu."
Pak Cipto tersenyum kecil, "Iya, apalagi Roy itu tipe yang setia. Butuh waktu lama buat dia bisa terbuka lagi. Tapi secara ekonomi, dia aman, Bu. Bisnisnya jalan, anak-anaknya juga nggak kekurangan. Sekarang dia cuma cari yang bisa jadi partner hidup, bukan sekadar ibu sambung buat anak-anaknya."
Bu Anik tersenyum tipis, menyesap tehnya pelan, "Semoga ketemu yang cocok ya, Pak Cipto. Kasihan juga kalau terus sendiri."
Pak Cipto tertawa kecil, "Nah, siapa tahu ada kenalan Bu Anik yang bisa saya kenalkan ke Roy!". mengedipkan mata bercanda sambil bercanda.
Bu Anik tertawa ringan, menggeleng pelan, "Wah, saya mah nggak berani jadi mak comblang, Pak!". Sempat terbersit di pikirannya tentang Alina, namun Bu Anik tak ingin banyak bicara.
Mereka tertawa kecil, sementara reuni terus berlangsung dengan riuh.
Hingga menjelang tengah malam barulah bu Anik berpamitan pada Pak Cipto, dan atas inisiatifnya, "Roy anterin Mba Anik ya. Rumahnya gak jauh kok."
"Siaapp Kanda. Silakan Bu Anik monggo ikuti saya."
"Wah, jadi ngrepotin niy Nak Roy... "
"Gak kok Bu. Saya sekalian pulang ke hotel, sudah malam takut besok subuhnya kesiangan."
"Tinggal di hotel mana? "
"Sementara di Akasia Hotel, Bu."
"Oh iyaaa searah dengan rumah saya."
Setelah keduanya sampai di parkiran, Roy membuka pintu mobil untuk Bu Anik dan setelah menutupnya baru ia kemudian ke sisi lain, mulai masuk mobil serta meluncur ke jalanan.
Tanpa Roy sadari sesungguhnya Tuhan sedang mendekatkannya dengan sosok impian hatinya.
cek profil aku ada cerita terbaru judulnya
THE EVIL TWINS
atau langsung tulis aja judulnya di pencarian, jangan lupa mampir dan favorit kan juga ya.
terima kasih