Maycha adalah seorang gadis berusia 17 tahun yang masih duduk dikelas XII SMA, ia anak dari seorang pelukis kampung yang bernama Anggara Daniola dan Putri Daniola.
suatu ketika ia terpaksa harus menerima dengan ikhlas perjodohannya dengan seorang tuan muda yang depresi. ya, seorang pemilik perusahaan DX Company. ialah Danuarta Xello.
Bagaimana bisa ia menjadi tuan psikopat yang depresi? akankah Maycha dapat menjalani hari-harinya dengan baik sebagai istri dari Tuan muda yang depresi?
jangan lewatkan setiap chapter kisahnya. hanya di OBAT DEPRESI TUAN PSYCHO karya Vhi Shaka, Riau.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VhiShaka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bersyukur
Minggu pagi ini Danu sibuk meminta Caca untuk membawanya kerumah ayah Anggara. ntah apa yang ia ingin lakukan sejak subuh ia memaksa Caca bangun dan pergi kesana.
sampai digaleri Anggara, Danu berlari turun dari mobil mencari mertuanya itu.
"ayah. ayah. cet, kanvas". Danu mengucap asal ntah apa yang ada dipikirannya
"eh, loh. kalian datang kok gak ngabarin? Bunda dirumah. ayah baru saja buka galeri ini" ucap Anggara terkejut melihat menantu dan putrinya ada disana
"eh, anu yah. gak tau ni. kak Danu sibuk minta antar kesini", jawab Caca yang memang tidak paham akan tujuan Danu
"cet, kanvas. ayaaaaahhh cet" ucap Danu merengek
"ha? ada apa nak? cet? kamu mau cet?" tanya Anggara mencoba memahami
"CEPAT!!!", teriak Danu yang emosi
"astaga anak ini. iya iya sebentar". Anggara masuk mencari cet lukisnya. "ini cetnya, kamu mau warna apa?" tanya Anggara membawa cet lukis dengan berbagai warna
lansung saja Danu mengambil warna-warna pokok dan warna yang dirasa ia butuhkan. ia juga masuk keruang penyimpanan Anggara mencari kuas dan kanvas yang masih baru.
setelah mendapat semuanya, ia berlalu meninggalkan ayah dan anak itu masuk ke dalam mobil. keduanya ternganga melihat kelakuan Danu.
"ayah, maafkan kak Danu ya. ini Caca ganti uang bahan lukis yang diambil kak Danu". Caca menyodorkan banyak lembaran uang merah kepada ayahnya
"tidak apa-apa, mungkin dia mau melukis. bawalah uangnya nak. jika kamu sempat, belilah bahan yang diperlukan untuk melukis dengan uang itu. anggap saja itu hadiah dari ayah. ayah lihat ada kemajuan dari tuan muda." ayah Anggara memeluk Caca yang akan kembali ke mansion.
..
sesampainya di mansion, Marvin yang baru selesai jogging dibuat kaget dengan barang-barang yang dibawa Danu. sebab sudah lama Danu tidak melukis. ya, melukis adalah hobby Danu sejak kecil.
"darimana kalian?" tanya Marvin
"dari galeri ayah, pa", jawab Caca
"astaga, kalian merampok galeri Anggara?", Marvin geleng-geleng kepala melihat banyaknya barang yang dibawa Danu ke kamarnya
"hehe, aku sudah memberi ayah uang pengganti tapi ayah menolak. ayah bilang suruh sediakan bahan lukisan yang lengkap untuk kak Danu"
"oke oke. papa paham sekarang. simpan uangmu. biar papa yang belanjakan semua keperluan lukis it...."
belum selesai mengucapkan kalimatnya, Danu datang menarik paksa tangan Caca meninggalkan Marvin.
"dasar bocah gendeng", ucap Marvin tak percaya
..
"lukis"
"ha? kakak mau melukis?" ucap Caca yang sdah dikamarnya dengan banyak barang diskeliling kamarnya
"duduk. senyum"
"aku? kakak mau lukis apa? kakak mau melukis ku? baiklah. Apak aku harus berpose begini?", Caca duduk menyilangkan kakinya dan membuat senyuman indah. tak lupa ia juga menempelkan tangannya membentuk love dikedua pipinya.
kurang dari 1 jam lamanya, Danu menyelesaikan lukisan wanitanya itu dengan baik. sangat mirip bahkan tak ada bedanya dengan Caca asli. dengan ukuran kanvas 40*60cm itu Danu berhasil membuat Caca menangis bahagia. memeluknya erat dan mengucap terima kasih atas lukisannya.
"papaaa, paaaa. papaa cepat kemari. papaaa" Caca berteriak memanggil tuan Marvin
tuan Marvin yang sedang ngopi dan membaca surat kabar terkejut mendengar teriakan menantu kecilnya itu. ia segera berlari khawatir sesuatu hal buruk terjadi sebab ia ingat beberapa hari ini Caca tak mengizinkan siapapun memberi Danu obat penenang.
"hooss hooss. ada apa ca. hooss huh, capek", ucap tuan Marvin mengelap keringatnya karena panik
"hehehe papa, lihatlah kemari. lihatlah hasil karya kak Danu pa. ini sangat indah bukan? paaa lihatlah, kak Danu mulai bisa berkomunikasi dan berlaku layaknya orang normal sedikit demi sedikit pa". Caca menunjukkan lukisan dirinya yang dilukis Danu beberapa saat lalu.
tak terasa airmata marvin menetes melihatnya. ia memandangi lukisan indah itu bergantian dengan memandangi Danu yang sibuk dengan kuas dan kanvasnya tanpa peduli dua orang lainnya nangis haru atas karyanya.
"terima kasih ca. karena hadirnya kamu, Danu mulai bisa menyesuaikan diri. semoga segera Danu kembali membaik seperti semula. menjadi CEO yang gagah".
"pa. lucu", ucap Danu menarik tangan papanya.
"ahahah papa jelek sekali. ahahha maaf pa, ahaha aduh sungguh Caca tidak kuat melihatnya. lucu sekali. ahaha papa menggemaskan". ucap Caca terbahak-bahak melihat hasil lukisan diri papanya yang tadi terlihat panik saat Caca memanggilnya teriak. Dengan ekspresi panik, dan mengelap keringatny, Danu melukis papanya dengan lukisan karikatur yang mana bagian kepalanya lebih besar daripada badan, tangan, dan kakinya.
"dasar edan. kurang ajar sekali kamu ya. awas kamu ya. haa, rasakan inii... ", tuan Marvin menggelitik perut Danu hingga ia terbahak-bahak
"ampun pak tua. ahahah kau jelek sekali. itu hadiahmu bawalah pergi", ucap Danu pada tuan Marvin yang masih tertawa
dengan kesal namun bahagia, tuan Marvin memawa lukisan kecil dari putranya itu ke ruang kerjanya. ia memasang lukisan itu disana.