Kepergian Nayla menjelang pernikahannya, membuat semua orang bersedih, termasuk Laura sang kakak.
Ketika takdir membalikan kehidupan dan menulis cerita baru, Laura harus menerima kenyataan bahwa ia harus menjadi pengantin pengganti sang adik, Nayla. Untuk menikah dengan calon suaminya bernama Adam.
Namun, ketika akad nikah akan berlangsung, sang ayah justru menolak menjadi wali nikahnya Laura. Laura ternyata adalah anak haram antara ibunya dengan laki-laki lain.
Pernikahan yang hampir terjadi itu akhirnya dibatalkan. Fakta yang baru saja diterima lagi-lagi menghantam hati Laura yang masih di rundung kesedihan. Laura lalu meminta pada Adam untuk menunda pernikahan hingga dia bertemu dengan ayah kandungnya.
Bagaimana perjalanan Laura mencari ayah kandungnya? Apakah dia akan bertemu dengan ayah biologisnya itu? Dan bagaimana kisah cintanya dengan Adam? Baca kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh
Ariel membuka matanya perlahan. Namun, rasa pusing yang mendera kepalanya membuatnya terpaksa menutupnya kembali. Suara bising di sekelilingnya menginterupsi ketenangan yang seharusnya dia rasakan. Suara bunyi detak mesin rumah sakit mengalun seperti lagu sedih yang familiar. Kamar ini terasa dingin, meskipun rasanya hatinya bergetar hangat saat menyadari kehadiran dua sosok yang selalu ada dalam hidupnya selama puluhan tahun ini.
"Papa! Kamu sudah sadar!" seru Adam, putra angkatnya, dengan sorot mata yang penuh harap. Wajahnya bersinar seperti bintang saat dia memandang Ariel. Dengan semangat, Adam melangkah maju, menggenggam tangan Ariel dengan erat. Walau papanya itu tak begitu menyayangi dirinya seperti mama Ratna, tapi dia tetap mencintai pria itu.
Ariel membalas genggaman tangan Adam dengan lembut meskipun tubuhnya masih lemas. "Ya, Adam. Papa … papa baik-baik saja," kata Ariel dengan suaranya serak.
"Jangan bilang begitu, Papa! Papa pasti masih merasakan sakit. Papa baru saja keluar dari ruang perawatan. Dokter bilang Papa butuh istirahat," sahut Adam, sedikit cemas, mencerminkan rasa sayangnya yang tulus.
Ariel menarik napas dalam-dalam. "Semuanya terasa seperti mimpi. Apa yang terjadi?" Tanya Ariel, mencoba mengingat apa yang terjadi.
Ratna, istrinya yang berdiri di sisi yang lain, maju menghampiri. Dia tersenyum penuh kasih, meskipun ada bayangan khawatir di matanya. "Kamu tidak perlu khawatir. Semua sudah baik sekarang," kata Ratna lembut, dan Ariel merasa tenang mendengar suara istrinya.
"Berapa lama aku tidak sadar?" Ariel bertanya, matanya mencari-cari informasi di wajah Ratna.
"Setelah kecelakaan itu, kamu tidak sadar selama tiga hari. Tapi sekarang kamu sudah kembali, itu yang terpenting, Mas" jawab Ratna, kemudian menatap Adam dengan tatapan penuh cinta.
Ariel menatap Adam yang kini duduk di tepi tempat tidur, tampak makin dewasa dalam sorotan matanya. "Aku senang kamu disini, Adam. Kamu tidak mengabaikan'ku!" seru Ariel dengan tersenyum lemah. Dia sadar jika dirinya tak begitu perhatian dengan sang putra.
"Tentu saja! Tidak mungkin aku membiarkan Papa sendirian. Lagipula, siapa lagi yang akan mengurus semua ini?" jawab Adam, membuat Ariel tersenyum miring. Dia tahu Adam sedikit menyindirnya.
Namun, senyum Ariel terasa dipenuhi dengan kesedihan yang tak terkatakan. Masih ada pertanyaan yang membenam di hatinya. "Adam … ada yang ingin aku tanyakan," Ariel memulai, merasakan kegelisahan di dadanya.
"Tanyakan saja apa yang ingin Papa ketahui, aku akan menjawabnya," jawab Adam cepat, seolah dapat membaca pikiran Ariel.
"Jika aku mengalami kecelakaan, dan apa yang sebenarnya terjadi selama aku tidak sadar?" Ariel terdengar kesal, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang.
Ratna menatap Ariel, seolah ragu untuk menyampaikan kebenaran yang mengusik. "Ada … ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui, Mas. Terutama tentang darah yang kamu terima …"
"Darah?" Ariel tertegun. "Apa maksudmu?"
"Saat operasi setelah kecelakaan, kamu membutuhkan banyak darah. Karena darahmu langka, sehingga stok di rumah sakit tak ada. Adam mencoba menghubungi semua temanmu dan mencari seluruh rumah sakit, dan kebetulan stok juga habis." Ratna menghentikan ucapannya. Dia lalu menarik napas dalam.
"Terus apa yang terjadi selanjutnya?" tanya Ariel dengan suara lemah.
"Di saat Adam hampir putus asa, dan tentunya aku juga, Mas. Datanglah seorang gadis dan mengatakan bersedia mendonorkan darahnya, yang kebetulan sama dengan darahmu!" seru Ratna.
Ratna tampak sedikit sulit mengatakan ini karena mengingat semua itu, dia menjadi sedih dan kecewa. Dia yakin Laura adalah putri kandung sang suami.
"Siapa gadis itu?" Kembali Ariel bertanya.
"Pendonor darahmu adalah Laura," Ratna mengungkapkannya dengan hati-hati. "
Kata-kata itu seperti petir menyambar. Ariel terdiam, tak mampu mengeluarkan suara. "Laura ...?" Dia terperangah, matanya melebar dalam kebingungan dan kekecewaan. "Kenapa kamu mengizinkannya?"
"Karena aku tidak punya pilihan lain. Lagi pula hanya dia satu-satunya harapan agar kamu segera pulih dari koma."
"Pa, kenapa berkata begitu? Seharusnya kita berterima kasih karena dia mau mendonorkan darahnya untuk Papa!" seru Adam dengan penuh penekanan.
Ariel terdiam, hatinya penuh dengan emosi. Laura, nama yang selalu terikat dengan orang yang tertanam di masa lalunya, dia merasa bingung. Dilema antara masa lalu dan masa kini, antara keinginan untuk mengatakan kebenaran dan menutupinya agar tak menyakiti hati Ratna sang istri.
"Aku hanya tak mau berhutang budi pada siapapun. Apa kamu sudah membayar pengganti darah yang dia donorkan itu!" seru Ariel.
Adam tersenyum miring mendengar ucapan papanya. Selalu saja pria itu mengukurnya dengan uang dan uang. Sedangkan Ratna tampak menarik napas. Tak percaya jika suaminya masih saja bersikap seolah tak ada hubungan dengan gadis itu.
Jikapun dia mengakui jika itu memang putrinya, paling hanya sesaat rasa kecewa itu ada. Namun, Ariel masih saja terus menutupinya.
"Pa, Laura ikhlas mendonorkan darahnya. Dia tidak mengharapkan pamrih!" seru Adam selanjutnya.
Ariel tampak terdiam. Teringat kembali kejadian setelah meeting dan menyebabkan dia mengalami kecelakaan. Dalam hatinya ada rasa bangga melihat sang putri yang sangat pintar dalam bisnis, menuruni sifatnya dulu. Namun, ada rasa sakit hati karena gadis itu seolah ingin menantangnya dan tertawa melihat kekalahannya.
"Aku hanya tak ingin ada apa-apa nanti setelah dia mendonorkan darah," kata Ariel.
"Maksud Mas ...?" Ratna tak paham dengan ucapan suaminya. Dia bertanya sambil menatap suaminya dengan intens.
"Aku tak mau nantinya gadis itu merasa jemawa karena telah menolongku. Jika kita telah menggantinya dengan uang, berarti impas dan tak ada lagi hutang budi!" seru Ariel.
Ratna dan Adam geleng-geleng kepala mendengar ucapan Ariel. Mereka melihat keikhlasan saat Laura mendonorkan darahnya kemarin.
Saat ketiga orang itu terdiam dan larut dalam pikiran masing-masing, pintu kamar rawat itu dibuka dengan cukup kuat. Tampak berdiri seorang gadis. Wajahnya dipenuhi air mata.
"Bapak Ariel yang terhormat, Bapak tidak perlu menggantikan darah yang aku donorkan dengan uang. Aku tak butuh uangmu! Aku sudah terbiasa hidup miskin jadi tak butuh uang banyak. Anggap saja darah yang aku donorkan itu pengganti darahmu yang mungkin mengalir ditubuh'ku! Jadi sekarang kita impas. Kita tak ada hubungan apa pun lagi!" seru Laura dengan penuh penekanan.
Ratna dan Adam sangat terkejut mendengar ucapan Laura, apa lagi Ariel. Tak menyangka gadis itu berani mengatakan semua kebenaran di depan sang istri dan putranya.
Ternyata dari tadi Laura telah berada di luar kamar inap sang papa. Ingin menjenguknya, melihat perkembangan kesehatannya. Namun, saat dia mendengar namanya di sebut, mengurungkan niat buat masuk. Dan saat mendengar ucapan sang ayah, dirinya jadi tak tahan untuk masuk.
"Aku harap kita tak bertemu lagi, agar dihati ini tak ada rasa benci!"
Laura lalu berbalik dan melangkah pergi meninggalkan ruang kamar inap tersebut.
dan watak bpknya Danil itu kayaknya bisa menghalalkan segala cara yang penting tujuannya tercapai,dan itu berbahaya buat Laura